7| Kita Berjalan Terlalu Cepat, Mario.
Badanku terasa sulit digerakkan. Terasa lemah, juga menyedihkan. Entah apa yang sebenarnya terjadi, tetapi satu-satunya tersangka yang bisa disalahkan yaitu; Mario.
Entah apa salah pria itu. Yang pasti, aku selalu ingin menyalahkannya.
Aku menggeram merasakan kepalaku mulai sakit. Sambil mencoba bangun, kuambil ponsel yang berada di atas nakas samping ranjang. Menatap benda persegi panjang itu, aku menekan aplikasi berbentuk buku telpon, kemudian menemukan nomor dengan id yang sangat menjijikan.
- Ayank Beib Mario
Dengan sekali tekan, kupencet tanda 'call' kencang, seakan hal itu akan berdampak pada si Menyebalkan di ujung sana.
Aku mendekatkan ponselku ke telinga sebelah kanan. Sedangkan tanganku yang lain meraih satu bantal empuk, dan meletakkannya di belakangku. Aku menyeder di bahu ranjang sambil menunggu nada sambung itu berubah menjadi suara manusia.
Dan akhirnya, ia mengangkatnya juga.
Sebelum aku menyemprotkan umpatan kasarku, ia malah menyapaku dengan sangat menjijikkannya.
"Ha eL ... AD MBB Q G DST?"
Aku menggeram. "Mar--"
"Ha eL ... MBB BKN NH?"
"Mario, jangan bercanda sekarang, gue lag--"
"Ha eL ... LG PRG SM MBB Q G?"
"MARIO!!!"
Kudengar ia terkekeh. "Iya, Alitaku. Kenapa nelpon? Kangen? 'Kan baru kemaren kita ketemu."
Eh?
"Gue nggak kangen!" ucapku dengan suara lemah. "Lo harus tanggung jawab, Mar--ugh."
Aku sedikit mengaduh saat sakit kepalaku kembali lagi.
"Al?" Suaranya terdengar panik, "Lo kenapa? Kok lemes? Terus tanggung jawab apaan maksudnya?" ia terdiam beberapa saat, kemudian berteriak dengan kerasnya. "ASTAGA, DEMI TUHAN GUE NGGAK NGAPA-NGAPAIN LO, AL! GUE CUMAN NGANTER LO PULANG KEMAREN, TERUS GUE LANGSUNG PULANG JUGA. SUMPAH!"
Aku menggeram lagi, "Bukan itu maksud gue, jenius." Aku menghapus beberapa bulir keringat yang turun dari dahiku dengan mata tertutup.
"Oh bukan itu. Bagus lah. Gue kira, gue bakal punya anak." ucapnya disertai desahan syukur dan malah membuatku ngeri membayangkannya.
Tetapi tubuhku terlalu lemas untuk menjawab. Aku tetap memejamkan mata, sambil berusaha bernafas dengan teratur.
"Al?" panggilnya lagi. Sepertinya ia mendengar deru nafasku yang mulai memberat. "Lo ... baik?"
"Nggak, Mar." jawabku susah payah. "Kepala gue ... pusing banget."
Dia terdiam tak menjawab. Tapi bisa kudengar dengan jelas, bahwa ia membuat keributan diujung sana.
"Al, lo tiduran dulu, ya." Suaranya terdengar tenang, berbeda dengan sekelilingnya yang terdengar sangat gaduh. "Tunggu di sana, jangan kemana-mana. Gue ke rumah lo sekarang."
Dan saat itu, aku tahu ia tidak bercanda dengan kata-katanya.
[ - ]
Dahiku mengerut saat merasakan seseorang mengelus kepalaku lembut. Aku membuka mataku perlahan dan menemukan Mario yang sedang menatapku khawatir.
"Mar," ucapku sambil menutup mataku kembali. "Ngapain ..?"
YOU ARE READING
RioLita
Teen FictionTentang cinta dari pandangan Alita, perempuan yang masih mengharapkan masa lalu nya. amazing cover by {stxrry-night} and trailer by {ironsabel_} All Rights Reserved © 2015 by. Monsterday