Berakhir..

11.2K 547 12
                                    

Matahari siang mulai mengeluarkan sinarnya dengan terik. Rasa panas mulai agak terasa oleh sebagian orang yang sedang beraktifitas diluar ruangan. Suasana yang begitu panas juga menemani sebagian orang yang sedang makan siang.

Sudah sebulan sejak kejadian tersebut, Widya menyibukkan dirinya terhadap pekerjaan di kantor, selama beberapa kali dalam sebulan ini ia tampak sibuk keluar negri karena proyek kerjasamanya dengan rekan bisnis yang berada diluar negri. Dan sudah sebulan juga ia berhenti menjadi Guru di Taman Kanak-Kanak Asiyah, TK dimana ia mengajar dan mengambil pelajaran hidup.

Namun, sesibuk apapun ia, ia masih tidak bisa melupakan Nathan dan Anthony. Terlalu banyak kenangan yang mengendap di otak Widya, dan sangat susah untuk ia buang.

Widya tengah meminum sebuah minuman dingin. Ia sengaja duduk di lantai dibelakang kursi kerjanya. Dan menikmati pemandangan kota Jakarta pada waktu siang hari. Makan siang yang ia makan sudah sejak tadi ia habiskan. Matanya tak lepas memandang deretan-deretan bangunan pencakar langit dari ruangannya. Ia teringat lagi Nathan dan Anthony pada saat awal Nathan dititipkan kepadanya. Tangan kiri Widya menyentuh kaca jendela menunjuk sebuah bangunan pencakar langit yang dulu ditunjuk oleh Anthony yang mengatakan bahwa gedung itu adalah perusahaannya. Widya kembali meneguk minumannya.

Widya kemudian membalikkan badannya dan menyanderkan tubuhnya ke kaca jendela dan memejamkan matanya, berusaha membuat pikirannya kembali stabil. Suara ketukan pintu membuat Widya mendongak ke atas melihat ke arah pintu.

"Ya masuk". Ucap Widya.

"Permisi bu, kita harus rapat sekarang, para klien sudah berada diruang rapat, dan pak Anthony... Beliau juga ada disana". Ucap Zion.

Widya kemudian berdiri dari duduknya. Ia lalu berjalan ke arah meja kerja dan duduk di atas kursi kerjanya.

"Pergilah, gantikan saya, bilang saja saya keluar". Ucap Widya sambil memandangi botol minumannya.

"Tapi bu".

Widya melotot ke arah Zion. Seakan mengerti, Zion kemudian membungkuk hormat dan permisi keluar ruangan.

Widya menghela nafasnya kemudian menyanderkan tubuhnya ke kursi, matanya menatap langit-langit ruangan.

Anthony. Nama tersebut, jika Widya mendengarnya, rasa bersalah, kecewa dan malas bercampur menjadi satu di kepala Widya. Yang ia lakukan sekarang ini, hanya memejamkan matanya dan memutar-mutar kursi kerjanya berharap pikirannya kembali normal.

**

"Selamat siang, maaf bapak-bapak sekalian, karena bu Widya sedang cuti, saya akan menggantikan rapat kita pada hari ini" ucap Zion mantap kepada para klien.

Setelah rapat selesai, mereka lalu berjabat tangan. Terakhir Zion menjabat tangan Anthony.

"Widya kemana?"

"Saya tidak tahu pak Anthony, yang saya tahu ibu Widya hanya mempunyai sedikit urusan".

"Oo, bagaimana kabarnya?" tanya Anthony lagi.

"Alhamdulillah, sepertinya bu Widya baik-baik saja pak".

"Syukurlah kalau begitu" Anthony menghela nafasnya.

"Padahal saya ingin memberikan dia ini". Ucap Anthony lagi sambil mengeluarkan sebuah undangan pernikahan berwarna coklat keemasan.

"Tolong berikan kepada Widya, dan beritahu dia, saya akan menikah 2 minggu lagi". Ucap Anthony, lalu ia meninggalkan Zion yang tengah melongo diruangan rapat.

Widya terkejut saat Zion masuk dengan raut wajah yang berantakan. Ia tampak ngos ngosan seperti dikejar sesuatu yang menakutkan.

"Ada apa?" tanya Widya menatap Zion yang sedang berdiri di depan pintu Widya.

Aku Ingin Nikah!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang