Telur Yang Jelek

16.9K 198 18
                                    


Kayla sudah terbiasa melihat kondisi kakaknya yang terburuk sekalipun, namun kali ini berbeda. Kali ini tidak ada nyawa dalam tubuh itu. Kadang Eva pulang dengan lebam di wajah dan tubuh. Pernah suatu kali bibirnya sobek. Eva selalu bisa menahan semua rasa sakit itu dengan suatu keyakinan bahwa suatu hari nanti pastilah akan sembuh. Ini risiko pekerjaan, katanya setiap kali menenangkan hati Kayla yang selalu resah dengan keadaan Eva. Kali ini Eva tidak punya keyakinan untuk sembuh bahkan dia tidak punya kesempatan untuk menahan sakit lagi. Dia sudah mati.

Eva adalah satu-satunya milik Kayla. Orangtua mereka sudah meninggal sejak Eva duduk di bangku kelas satu SMA dan Kayla masih SD. Jarak umur mereka lima tahun. Sebelum orangtua mereka meninggal, kehidupan mereka termasuk bahagia dan tenang meski Kayla selalu bertanya kenapa setiap bulan Ramadhan mereka tidak pernah pergi ke tempat kakek, nenek, atau saudara-sadaranya yang lain. Biasanya mereka hanya berkeliling ke rumah tetangga-tetangga atau teman-teman orangtuanya. Rumah mereka adalah dunia kecil dengan suatu batasan pengertian bahwa suatu keluarga adalah bapak, ibu dan anak-tidak ada kakek, nenek, budhe, bulek, pakdhe, atau om. Kayla tak berani bertanya pada bapak ibunya karena mereka tidak pernah membicarakan keluarganya yang lain, seakan sudah menjadi perintah awal bahwa Kayla pun tidak perlu menanyakannya. Sejak kecil mereka sudah dididik untuk selalu bersama. Eva digembleng dengan keras menjadi anak sulung yang bertanggungjawab. Hingga tanpa mereka duga, dunia mereka makin sempit saat kedua orangtuanya meninggal dalam suatu kecelakaan gerbong kereta yang anjlok. Waktu itu mereka sedang dalam perjalanan pulang dari Jakarta setelah kulakan barang-barang dagangan berupa pakaian di Tanah Abang dan Mangga Dua. Setelah kejadian itu bagi mereka keluarga hanya terdiri dari kakak dan adik.

Eva terpaksa keluar dari sekolah untuk mencukupi kebutuhan mereka berdua. Dia ingin agar Kayla tetap sekolah dan memenuhi harapan orangtuanya untuk bisa jadi sarjana. Terpaksa Eva terjun ke dunia pelacuran. Ini adalah cara cepat untuk mendapatkan uang. Kayla sedih dengan keadaan itu namun Eva selalu meyakinkannya bahwa suatu hari nanti dia pasti akan berhenti dan mencari pekerjaan yang lebih layak. Namun kenyataannya dunia pelacuran itu seperti pusaran air yang menenggelamkan. Eva tidak bisa keluar.

"Kay, seekor ayam tidak selamanya menelurkan telur bagus. Pasti ada satu yang jelek," kata Eva padanya suatu kali.

"Maksud Kakak?"

"Anggap saja aku si telur jelek. Aku rela menjadi rusak agar telur-telur lainnya bisa menetaskan anak ayam yang lucu."

"Lalu?"

"Kamu si anak ayam yang lucu itu."

"Ah, Kakak tidak perlu bermain-main dengan perumpamaan. Aku malah jadi bingung."

"Calon sarjana, kok, ndak cerdas."

"Aku ini calon sarjana ekonomi bukan sarjana sastra."

"Maksudku diantara kita berdua harus ada salah satu yang jadi orang."

"Lha, apa kita ini bukan orang, to, Mbak?"

"Maksudku jadi orang sukses seperti yang diharapkan almarhum bapak. Aku rela kerja seperti ini asal kamu bisa sukses. Kamu nggak usah mikirin uang, aku yang akan mencukupi semuanya."

"Apa memang harus kerja kaya gitu? Aku bisa bantu cari kerja paruh waktu jadi Kakak nggak terlalu repot."

"Nggak boleh. Pokoknya kerjamu itu, ya, hanya belajar. Kalau kamu nyambi kerja nanti kuliahmu nggak beres."

"Tapi Kakak harus janji nanti kalau aku sudah sukses kakak harus berhenti kerja kaya gini."

"Ya, Kakak janji."

Sekarang janji itu menjadi kenyataan. Eva tidak lagi menjadi pelacur seperti yang Kayla harapkan. Dia sudah berhenti saat dia menghentikan napasnya.

SEX in CHATTINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang