1.

1K 38 5
                                    

Bab (1) - Senja Pertama

Mentari pagi seperti biasa membangunkan ku dari dunia mimpi. Aku tersenyum dan bersyukur kepada Tuhan karena masih diberikan kesempatan untuk melihat mentari.

Hai, Selamat Pagi.
Hari ini aku memulai hari baru, kisah baru tentunya.
Kisah untuk menyambut senja di tempat yang baru.

"Senja, kamu sudah merapikan barang-barang yang akan kamu bawa kan?" seorang perempuan yang tidak lagi muda itu bertanya kepada ku.

"Udah Ma," aku kembali meneruskan sarapan ku yang terhenti.

"Kita pindah siang ini. Maaf ya sayang. Gara-gara Mama, kamu jadi harus pindah sekolah dan kita harus pindah rumah. Mama harap, kamu nanti betah ya di sana." ucap mama sambil mengelus kepala ku lalu kembali membereskan barang-barang.

"Gapapa Ma, Mama mau Senja bantu?" aku menaruh piring bekas sarapan ku di tempat pencuci piring lalu menghampiri mama yang sedang memasukkan pigura-pigura foto ke dalam kardus.

"Gak usah, gapapa kok. Kamu mandi aja gih. Masa anak Mama jam segini masih bau sih?" mama kembali dengan pekerjaannya setelah menjawab pertanyaan ku.

"Hehehe, yaudah Senja mandi dulu ya, Ma." aku hanya terkekeh lalu pergi ke kamar mandi dan meninggalkan mama.

**

Apa rasanya meninggalkan?
Apa rasanya ditinggalkan?
Hari ini, aku pergi.
Aku pergi meninggalkan kota ini.
Aku pergi meninggalkan kenangan.
Tapi,
Aku tidak pergi untuk meninggalkan senja yang setia bersama ku.
Senja pun tidak akan meninggalkan ku.
Dimana pun aku berada, aku akan selalu bersama senja.

Senja Kirana yang menyukai senja.

"Senja." mama memanggil ku.

"Iya, kenapa Ma?" aku berhenti menulis di binder ku dan menoleh ke arah mama yang sedang menyetir.

"Mama kemarin udah pergi untuk mengecek rumah baru kita. Terus ternyata tetangga samping rumah kita punya anak laki-laki yang seumuran sama Senja. Mama juga udah beli banyak novel sama binder baru buat Senja. Jadi, Senja kalau bosen bisa main sama dia atau baca novel baru."

"Iya Ma, makasih ya." aku kembali menatap binder ku dan sibuk dengan imajinasi ku tentang dia.

Tempat baru.
Suasana baru.
Senja baru.
Kisah baru? Aku tidak begitu yakin.
Aku sudah siap menerima kisah baru ku.
Tapi, bayang-bayang dia dan bayang-bayang Papa seakan tidak pernah hilang.
Senja bantu aku, harus berapa banyak lagi senja yang harus aku lewati agar bisa menghilangkan dia dari pikiran ku.

Senja Kirana yang menyukai senja.

**

Aku membantu mama dan para pekerja lainnya menurunkan barang-barang yang aku bawa.

Seorang laki-laki berdiri di samping rumah ku dan memperhatikan kita.

Siapa dia? Apa dia itu laki-laki yang tadi dibicarakan oleh mama? Kenapa dia terus tersenyum? Ah apa peduli ku. Biar sajalah. Aku membatin dan mengabaikan laki-laki itu.

"Senja! Ayo masuk," mama mengajak ku untuk memasuki rumah baru ini.

Asing.

Aku diam memperhatikan sekitar, rumahnya bagus, rapih, dan bersih. Namun, aku merasa asing berada di rumah ini.

"Kamar kamu ada di lantai dua ya. Hei jangan bengong aja, Senja! Nanti kamu juga akan terbiasa kok, percaya deh sama Mama."

"E- eh iya Ma, yaudah Senja ke kamar dulu ya." aku menaiki tangga menuju kamar ku sambil membawa barang-barang yang akan mengisi ruang enam kali enam meter yang akan menjadi kamar ku ini.

Setelah aku merapihkan semua barang-barang ku, aku langsung membanting badan ku ke kasur, "Huh capek juga ternyata."

"Eh kamar ini ada balkonnya kan ya, mau liat ah." aku berjalan menuju balkon dan membuka pintu pembatas kamar ku dan balkon ini.

"Senja pertama." aku menutup mata ku menikmati sambutan sinar mentari senja.

"Hoi! Buka mata dong! Liat ada pangeran ganteng nih dateng!" suara teriakan laki-laki mengganggu aku dan senja.

"Siapa sih?" aku segera menoleh ke bawah dan menemukan seorang laki-laki tersenyum tanpa dosa.

"Gue Bayu. Bayu Aryaguna. Turun dong! Gue pengen kenalan sama lo nih," laki-laki itu ternyata bernama Bayu. Ah tidak penting.

"Gak mau! Lo udah ngancurin saat-saat senja pertama gue di kota ini." aku melipat tangan ku di depan dada --kesal. Aku tidak suka saat aku dan senja diganggu, apalagi diganggu karena hal yang tidak penting.

"Yaelah lo, nanti gue temenin dan gue bikin senja-senja lo berikutnya jadi lebih keren deh. Lo suka banget sama saat senja ya? Eh nama lo siapa?" Bayu tetap berteriak dari bawah.

"Iya, gue suka banget sama senja. Kenapa? Masalah buat lo?!"

"Yeh mba, judes banget jadi cewek. Gue juga suka sama senja kok. Tapi kalau lo tetep gamau turun dan kenalan sama gue, gue bisa jamin senja-senja lo berikutnya gak akan bisa tenang karena gue." Bayu memaksa.

"Gila lo! Yaudah gue kalah, nama gue Senja Kirana. Dan tolong jangan ganggu gue di saat senja karena gue gak suka itu." aku memalingkan muka ku, tidak mau menatap Bayu lagi.

Bayu tampak terkejut mendengar nama ku, "Siapa? Siapa? Apa tadi lo bilang? Nama lo Senja Kirana? Demi apa? Jangan-jangan lo suka senja karena nama lo Senja? Wih sama kayak gue dong, gue juga suka angin karena nama gue Bayu."

"Ga peduli. Dan jangan sok tahu tentang gue." 

"Lo mau tahu, Senja? Seindah apapun sinar mentari saat senja, itu gak bakalan lengkap tanpa adanya angin sore yang ikut membuat kita tenang dan tersenyum. Dan gue, Bayu, adalah angin buat lo, Senja."

Aku terdiam mendengar perkataan Bayu barusan. Kata-kata itu seperti sebuah jawaban yang aku cari selama ini. Dan angin sore datang setelah kata-kata Bayu itu, seperti ikut meyakinkan ku kalau Bayu lah angin yang menjadi pelengkap senja ku.

"Halah, gue gak percaya dan gue gak peduli." aku berjalan untuk kembali masuk ke kamar dan menenangkan pikiran ku yang kacau karena Bayu.

"Dan lo, Senja Kirana, adalah senja yang gue tunggu selama ini."

Namun, teriakan Bayu berhasil menambah kacau pikiran ku di senja pertama di kota ini.

A/N:
Hoi cerita baru! Bukan one-shot pula, duh semoga kalian suka ya xx.

Salam penyuka angin.

AnginTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang