Hilang

4.9K 65 1
                                    

Pagi-pagi sekali mama sudah sibuk menyiapkan sarapan, tak lupa juga mama selalu menyanyi dengan suaranya yang cempreng dan bernyanyi dengan nada-nada yang kurang pas. Bukannya mengolok, tapi hanya memberi saran sebaiknya jangan nyanyi. "Ma.. harus banget ya?" tanyaku sambil melahap sesendok mie. "apanya yang harus?" tanyanya padaku.
"ituuuhhh... harus banget ya nyanyi pagi-pagi? Gak enak didengar te..te..tetangga iya, iya tetangga." seharusnya aku ingin berbicara di telinganya.
"ini kan udah jadi hobi Mama." katanya dengan girang.

Papa datang sambil membawa kunci mobil. "ayo udah jam berapa ini? Kita berangkat." Mieku saja baru separuh ku makan, mau apa lagi papa sudah siap adekku juga sudah selesai makannya. Aku harus ikut mereka kalau tidak nanti aku naik angkot, uang saku berkurang deh. "udah dulu Ma nanti kalau Ray udah pulang dari sekolah kita sambung lagi, assalamualaikum." pamitku sambil bergantian mencium tangan.

Di dalam mobil adekku Farra sibuk mengomeliku. "Kak, kakak tahu gak tadi itu kakak udah hampir keceplosan sama Mama... bla.. bla.. bla... nyu.. myu.. bla.. nyu.. nyu.. mnyu... bla.. bla..." entah mengapa omelan adikku ini menjadi terdengar begitu di telingaku. "ngerti gak sih Kak?" lanjutnya setelah mengambil napas.
"iya kakak ngerti udah diem ya nanti pidatonya di sekolah aja ya, menghadap guru Bahasa Indonesia aja oke."

Wajah Farra berubah menjadi merah yang menandakan dia marah. Aku hanya tertawa melihat wajahnya itu. Menurutku ketika dia marah wajahnya sangat lucu, lebih lucu dari panda. Mobil berhenti tepat di depan sekolah. Aku berpamitan dengan papa dan segera saja aku masuk ke dalam. Ketika memasuki kelas para gerombolan geng anak-anak perempuan memperhatikanku. Aku duduk dan melempar tasku di meja. Entah mengapa tiba-tiba rasa ngantuk melanda. Aku menyandarkan kepalaku di atas meja dan terlelap dalam tidur.

"RAY PRASETYA... bangun." teriak Bu Lidia sesosok guru kiler di sekolah ini. Aku terbangun, banyak yang menertawakanku. "lagi-lagi kamu tidur di kelas pagi-pagi belum sarapan ya kamu?" dengan nada marah. "udah sarapan Bu, maaf saya tadi cape mendengar suara Mama saya."
"udah udah gak usah pake alasan, saya tidak suka dengan anak yang tidur di pagi hari di dalam kelas. Apalagi pada saat jam saya. Ingat itu Ray!! Kali ini Ibu tidak memberi ampun kepada kamu. Ibu jatuhi hukuman sebelum jam saya kamu bersih-bersih toilet mulai dari toilet cewek sampai toilet guru hingga bersih. Kalau saya tahu toiletnya belum bersih kamu ulangi lagi. Dan saat jam pelajaran sudah selesai semua kamu jangan pulang dulu. Kamu bersihkan kantin dan ruang guru terlebih dahulu. Jangan coba-coba untuk kabur nanti saya jatuhi hukuman lebih berat."
"iya Bu. Hukumannya berapa lama?" tanyaku. "selama kamu menjadi murid ibu di sini."
W-H-A-T!!! Lama banget. "lama banget?"
"kalau saja Ibu pindah atau sudah pensiun. Gak akan lama kan?"
"iya juga sih.. semoga Ibu cepat pensiun." kataku asal ceplos.
"kurang ajar kamu mau kamu Ibu jadikan pembantu di rumah Ibu?" semua orang ada di kelas tertawa.
"heii.. yang lainnya tolong diam kerjakan tugas yang kemarin. Ray sekarang juga kamu bersihkan toilet." Bu Lidia menulis sesuatu. "pakai ini, biar tahu kalau kamu ini lagi menjalani masa hukuman." katanya sambil memberikan selembar kertas itu yang bertuliskan MASA HUKUMAN.

Aku hanya bisa pasrah menerima keadaan. Teman-teman yang lain menertawakanku begitu juga dengan David. Aku hanya menatap mereka dengan tatapan sesinis mungkin. Dimulai dari toilet guru. Banyak guru-guru yang hendak ke toilet melihat ke arahku dengan tatapan curiga + kasihan. Satu jam kemudian, ganti ke toilet murid cowok. Saat hendak membersihkan toilet ketiga, aku mendengar suara orang lagi muntah. Pikiranku kacau, bagaimana cara menolongnya dan bagaimana aku membersihkan bekas muntah orang itu.

"HOY!!! YANG DI DALEM GAK APA-APA?" aku berteriak.
Tidak ada respon apa-apa, yang terdengar hanya suara 'huek-huek' pelan.
"HOY!!!! YANG DI DALEM GAK APA-APA?" lagi-lagi tidak ada respon. "AKU BUKA." ternyata pintunya tidak dikunci.
Ternyata Leo yang muntah. Kepalanya disandarkan di tembok dekat kloset. Wajahnya yang memucat membuatku semakin takut. "Lee lo kenapa? Gue anter ke UKS oke?" tawarku kepadanya. Leo berusaha bangkit dari duduknya.
"gak cuma masuk angin aja. Gak usah dibawa ke UKS." dia mencoba berjalan tapi terjatuh pingsan. Aku menggendongnya hingga ke UKS.

Aku lupa dengan hukumanku. Aku khawatir dengan Leo dia teman sekaligus saudara.
"Ray kamu teruskan hukumanmu itu di sini kan sudah ada saya." kata Bu Sarah guru yang tadi lewat tiba-tiba di depan toilet cowok, yang ku mintai tolong. "gak saya mau menemani Leo."
"nanti kamu dijatuhi hukuman lebih berat loh sama Bu Lidia, sudahlah kamu lanjutkan dulu itu." sebenarnya aku tak tega, tapi mendengar dijatuhi hukuman lebih berat lagi aku tak mau dihukum lebih berat daripada ini. "iya kalau begitu saya minta tolong temani Leo. Kalau dia sudah bangun beritahu saya." Bu Sarah mengangguk. Aku pergi meninggalkan ruangan UKS ini.

HilangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang