"Aku mau kita putus." Remaja lelaki itu berbalik pergi meninggalkannya tanpa tau perasaan seseorang yang mendengarnya.
Apa salahku? Apa yang kuperbuat? Apa aku salah memberikan perhatian pada sesuatu yang memang menjadi milikku. Tidak. Sekarang dia bukan milikku lagi.
"Ohh.. ya ampun mimpi apa aku ini," Lian menepuk dahinya kemudian mengusap matanya, tidak menyangka akan bermimpi buruk di siang bolong seperti ini apalagi saat jam istirahat.
"Li, ponsel lo," Jeni menepuk pundak Lian yang sedang melamun.
Lian menoleh ke arah teman sebangkunya, alisnya terangkat tak mengerti.
Melihat tingkah aneh Lian, Jeni menghembuskan nafas dalam seraya menunjuk ponsel yang berkedip-kedip di atas meja. "Lo kenapa sih Li? Tadi lo ketiduran sekarang ngelamun, tuh ada sms kayanya dari Altra."
Lian tersenyum kikuk pada Jeni meraih ponsel, menggeser layar dan membaca sms dari Altra. Dihembuskannya nafas lelah, lelah menahan sesuatu yang bergejolak dalam dirinya tapi ia harus sadar. Ia harus bisa meredakan gejolak itu dan berharap kejadian yang telah berlalu tak terulang kembali.
"Lo kenapa Li? Jujur sama gue," Jeni angkat bicara dengan suara sedikit berbisik.
"Gue gak apa-apa, ke kantin yuk,"
"Liat ke depan deh,"
"Ada apaan emang?" Tanya Lian bingung tanpa mengalihkan tatapannya dari Jeni.
"Liat aja," jawab Jeni dengan suara bergetar.
"Mau ke kantin Lian?" Suara yang cukup dalam itu seketika membuat Lian mematung. Mampus gue mampus rutuknya dalam hati.
"Kerjakan soal di depan," Pak Dinar menunjuk papan tulis yang sudah berisikan soal-soal yang cukup sulit dimengerti Lian. Lian berdiri, menoleh membulatkan matanya ke arah Jeni seakan berkata kenapa lo gak bilang kalo ada pak Dinar.
*
Pukul 3 sore Lian keluar dari kelasnya, di depan sudah ada Altra yang menunggunya dengan senyum yang selalu menghiasi wajahnya. Mereka akan pulang bersama setelah Altra latian eskul basket.
"Li, kamu gak apa apa kan kalo hari ini gak bisa nonton bareng?" Tanya Altra menoleh ke arah Lian yang duduk di sampingnya sedang memandangi sekumpulan anggota tim basket yang berada di lapangan.
"Iya gak apa apa kok, sana gih latian udah ditungguin tuh," Lian tersenyum seraya mendorong punggung Altra yang tak kunjung berdiri untuk memulai latian basketnya.
Altra tersenyum senang, mencubit pipi tembam Lian dan mengucapkan kata cinta seperti biasanya. "I love you, Li.." lalu pergi meninggalkan Lian yang duduk di pinggir lapangan.
Seperti biasanya mereka pulang berdua, bergandengan tangan dan melempar senyum satu sama lain. Mungkin ini adalah saat paling membahagiakan bagi mereka, tidak jadi nonton bersama pun mereka bahagia asalkan berdua.
"Altraaaa... tunggu,"
Mereka berbalik badan dan melihat Reva yang berlari ke arah mereka.
"Ada apa Rev?" Tanya Altra ketika Reva sudah berada di depannya.
Hoshh.. hoshh.. hoshh.. Reva mencoba mengatur nafasnya setelah berlarian mengejar pujaan hatinya, Altra. Ia menarik nafas perlahan membuka tasnya dan memberikan secarik kain lebih tepatnya sapu tangan.
"Ini punya kamu, makasih ya udah minjemin," Reva tersenyum manis, diliriknya Lian dengan pandangan sinis. Ia tau Lian kekasih Altra dan tidak menutup kemungkinan mereka akan berpisah, jadi apa salahnya berjuang lebih dulu. Toh yang lebih dekat dengan Altra kan aku bukan Lian batinnya.