Typo bertebaran
***
Anita Pramita namanya. Dia murid kelas VI-A Candana Elementary School. Papanya seorang pemimpin perusahaan yang terkenal dan penghasilannya selangit. Sedangkan, ibunya mempunyai butik terkenal yang kini memiliki beberapa cabang di pelosok negeri. Anita memiliki apa saja. Orangtuanya selalu memberi apa yang dia inginkan.
Sayangnya, Anita memiliki sifat yang tidak baik. Dia sangat sombong dan suka memamerkan barang barangnya. Karena kesombongannya itu, banyak teman yang tidak suka bermain dengannya. Terutama seorang anak sederhana yang benama Layla Diana, yang akrab disapa Layla. Layla adalah anak yang tidak suka kepada Anita.
~~~~~~
Hari ini, seperti biasa, Anita berangkat ke sekolah diantar oleh supir pribadinya naik mobil. Sesampainya di sekolah, Anita mengeluarkan sebuah pena dari kotak pensilnya. Pena itu bewarna ungu bening. Di dalamnya ada serbuk gliter dan lampu bewarna ungu. Anita memainkan pena itu dengan maksud pamer. Tiba tiba datanglah Layla.
"Apaan, tuh?" Tanya Layla. Dia mendekati meja Anita.
Anita semakin memamerkan penanya.
"Ini pena. Aku beli di Hongkong. Harganya mahal," kata Anita.
"Apa? Pena dari Hongkong? Hahaha," kata Layla sambil tertawa. Menurut Layla, pena seperti itu banyak dijual di Indonesia.
Mendengar suara Anita, teman teman yang lain berdatangan.
"Ada apa, Anita?" tanya Kirana, teman sekelas Anita.
"Gini lho, teman teman, aku bawa pena yang belinya di Hongkong. Harganya mahal. Tintanya berwarna ungu ber-gliter. Di dalamnya ada serbuk serbuk gliter bewarna ungu dan lampunya bisa menyala jika pena ini digunakan untuk menulis. Bagus, kan? Kalian pasti tidak pernah melihat pena semahal dan sebagus ini," kata Anita sambil terus memamerkan penanya.
"Oh, bagus banget, ya," kata Kirana pelan.
"Ah, pena kaya gitu, sih, di pasar juga ada. Harganya Rp.35.000,00 saja. Enggak terlalu mahal," kata Layla sambil memegang pena milik Anita.
Teman teman yang lain tertawa.
"Iiihh... sudah kubilang, jangan sentuh pena ini," kata Anita mengalihkan pembicaraan.
"Masa, sih, pena kaya gini enggak boleh di sentuh?" Kata Layla.
"Ya iyalah. Tangan kamu, kan, kotor. Enggak steril. Enggak boleh nyentuh pena bagus kayak gini," kata Anita sambil menyimpan pena tersebut ke dalam kotak pensilnya. Dia pun begegas pergi dengan kesal.
***
Esoknya, hari Minggu, Layla berusaha membeli pena yang sama dengan pena milik Anita. Layla mencarinya ke pasar. Ternyata pena itu ada.
"Waaah, ternyata pena itu dijual di pasar," kata Layla sambil tersenyum penuh kemengangan. Layla yakin Anita pasti terkejut. Pena hebatnya yang di beli di Hongkong itu, ternyata banyak di jula di pasar.
"Kira kira bagaiman ekspresi dia, ya?" Pikir Layla. Dia menyimpan pena itu ke dalam tas kecilnya yang bergambar strowberry.
***
Hari Senin pagi pagi sekali, Layla sudah sampai di sekolah. Dia menunggu kedatangan Anita di depan pintu kelas. Tak lama, Anita pun datang dengan rambut kuncir duanya.
"Selamat pagi, Anita," sapa Layla.
Anita tidak memperdulikan Layla. Dia masuk kelas dan duduk di bangkunya. Kali ini, dia memamerkan jam tangan barunya.
"Kamu kenapa sombong banget, sih? Orang menyapa, kok, enggak dijawab?" tanya Layla, kesal.
"Biar saja. Kalau enggak mau menjawab memangnya kenapa?" Anita balik bertanya.
"Kamu tahu enggak? Aku kemarin baru beli pena gliter seperti penamu di pasar. Kamu tahu harganya berapa? Haya Rp.25.000.00," kata Layla.
Anita yang sejak tadi tak peduli, langsung menatap Layla dengan tatapan serius.
"Apa?" Anita terkejut.
"Kenapa kamu enggak percaya? Ini penanya," kata Layla sambil mengeluarkan sebuah pena yang persis dengan pena Anita, yang beli di Hongkong.
Anita terbelalak.
"Eh, penaku hilang. Jangan jangan kamu mencurinya?" Anita menatap Layla.
"Kamu jangan menuduhku aku, ya. Pena ini aku beli sendiri di pasar," kata Layla kesal. Dia mulai menyesal karema memamerkan pena itu kenapa Anita.
"Penaku memang hilang, dan kamu baru saja memiliki pena yang persis sama dengan penaku yang hilang," kata Anita.
Perang mulut pun terjadi dengan hebatnya.
"Kamu itu nyebelin banget, sih," Layla semakin kesal.
"Kamu yang nyebelin," jawab Anita.
"Enggak! Itu penaku."
"Penaku!"
"Penaku!"
"Berhentiiii!" Tiba tiba Kirana melerai.
Layla dan Anita terdiam. Keduanya saling bertatapan dengan wajah marah. Kirana berdiri di antara Layla dan Anita. Kirana mencoba melerai keduanya temannya.
"Anita, penamu hilang bukan karena di curi Layla," kata Kirana.
Anita menatap Kirana.
"Jadi siapa yang mengambil penaku?" Tanta Anita.
"Anita.... orang itu ada di hadapanmu," ujar Kirana.
"Maksudmu?" Anita tak mengerti.
"Jadi kamu pencurinya?" Tanya Layla.
Kirana menunduk.
"Maafkan aku. Sebenarnya aku tak berniat mencuri oena Anita. Aku enggak suka dengan sifat Anita yang sombong dan suka pamer. Maaf Anita, aku ingin kamu sadar bahwa sifatmu itu sangat membuat irang kesal. Sekali lagi aku minta maaf," kata Kirana. Air matanya membasahi pipi.
Anita diam seribu bahasa. Ternyata, Anita tidak marah. Dia malah tersenyum dan merangkul Kirana. Layla yang menyaksikan itu, ikut tersenyum.
"Terima kasih, ya, Kir. Kamu sudah menasuhati aku. Kalau tidak, munkin aku masih di benci teman teman, termasuk Layla," kata Anita melirik Layla. Layla tersenyum lega. Kirana pun ikut tersenyum.
"Sama sama, Anita. Ini penamu," kata Kirana sambil menyerahkan pena itu.
"Tidak apa apa. Ambillah pena itu untukmu. Aku bisa membeli lagi di pasar. Iya, kan, Layla?" Kata Anita sambil melirik Layla. Layla tertawa kecil.
"Sekarang kita bersahabatkan? Tany Anita kepada Kirana dan Layla.
"Tentu saja," balas Kirana dan Layla serempak.
Sejak saat itu, Anita berubah total. Dia yang dulu sombong dan suka pamer, kini rendan hati dan tak pernah lagi pamer. Sekarang, dia selalu berbagi dengan teman temanya, terutama Layla dan Kirana.