BAB 3

17.1K 928 1
                                    


BAB 3

"Terima kasih, Mr. Rolland Thomson atas kerja sama nya." ujar Rion menjabat tangan seorang laki-laki berambut putih dan berkaca mata.

Rolland Thomson mengangguk, "Senang bekerja sama dangan anda Mr. Arion Gandhi, dan Mr. Fabian Valeryan"

"Keren, kita dapet inverstor kelas kakap." Bisik Fabian ketika Rolland Thomson pergi bersama dengan anak buahnya.

Rion tersenyum puas dengan hasil yang sudah berada di tangannya.

"Kita masih punya waktu tiga hari sebelum pulang. Jadi nikmati waktu mu selagi kita masih disini." Ujar Rion.

***

Ketika jam sudah menunjukkan waktu sore hari, Davi masih berkutat di meja nya dengan sejilid naskah yang masih ia geluti. Sebagian konsentrasinya terpecah. Ia masih memikirkan Bastian yang belum juga menghubungi nya. Sudah dua minggu berlalu setelah pertemuan terakhir mereka. Davi juga sudah mencoba untuk menghubungi Bastian namun tidak berhasil. Ketika menghubungi ponsel nya ia selalu tersambung ke mailbox. Ketika menelepon ke kantor, receptionist selalu bilang kalau Bastian sedang sibuk dan tidak bisa di ganggu.

Apakah dirinya salah? Davi menghembuskan napas panjang. Ia sudah tidak berkonsentrasi dengan pekerjaannya.

"Hei kau kenapa?" Senna nongol dari balik kubikel.

"Aku hanya sedang menunggu telepon dari Bastian," Ujar Davi.

"Kenapa harus menunggu? Kau saja yang menghubungi duluan,"

"Sudah, tapi tidak diangkat."

"Apa kau sedang ada masalah dengan nya Dav?"

Davi menggeleng. Senna pun paham dengan karakter Davi yang memang agak sedikit introvert. "Sebaiknya kau datangi saja Sebastian. Kau terlihat kusut kalau sedang uring-uringan seperti ini." Senna mengusulkan.

Davi mendongak lalu mata nya berbinar, "Kenapa aku tidak kepikiran ya."

"Karena kau terlalu egois menunggu dia yang menghubungi duluan. Sudah rapihkan meja mu dan siap berangkat menemuinya." Tanpa menunggu lama lagi Davi langsung bergegas dan meninggalkan Senna. "Thankyou Senna.." Davi sempat mengecup pipi Senna sebelum akhirnya benar-benar pergi.

***

Setengah jam kemudian, Davi sudah berada di dalam lift menuju ruangan Sebastian berada. Ia melihat jam di pergelangan tangannya. Sudah jam setengah tujuh malam, suasana kantor memang sudah sepi hanya ada beberapa karyawan yang masih betah berada didalam meja nya ditemani dengan lampu meja.

Davi melintasi koridor berjalan menuju ruangan yang terletak di ujung ruangan berpintu kayu mahoni. Sekali lagi Davi melihat paperbag yang berisi spageti kesukaan Bastian.

Davi membuka pintu lalu matanya terbelalak melihat pemandangan yang tepat berada didepannya sekarang.

"What the hell are you doing, Sebastian?" Teriak Davi.

Di depan nya kini, Sebastian dengan seorang wanita berambut pirang sedang berciuman panas. Baju wanita itu sudah berantakan dan rok sepan nya sudah terangkat hingga ke perut.

Mendengar teriakan Davi, sontak Sebastian menghentikan aktifitasnya dan kaget melihat Davi kini tengah berada di hadapan nya dengan tatapan marah. Wanita berambut pirang itu juga langsung melepaskan diri dari dekapan Sebastian lalu merapihkan kembali bajunya dan keluar dengan tertunduk malu.

"Davi, sedang apa kau disini?" Bastian tergagap.

"Apa yang kau lakukan dengan wanita itu? Siapa dia?" Mata Davi berkilat marah. Ia menatap Bastian dengan tajam.

Almost is Never EnoughTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang