Gerimis datang malam itu.
Jungkook mengeratkan kesepuluh jemarinya di sekeliling mug dengan sengaja. Aroma kafein dan pahit menyatu dalam partikel gas, membentur dengan bau tulip kuning, dan menyerap hingga menyentuh rongga-rongga di hidungnya. Setidaknya, suspensi pekat berwarna cokelat tua dengan campuran susu evaporasi itu membuat perasaannya tenang.
Setidaknya.
Dan ketika suara gemerincing bel kafe berdering nyaring, diikuti oleh pintu yang terbuka dan tertutup kembali, lalu aroma petrikor sedikit menguar dan Jungkook mendapati Kim Taehyung muncul di sana, ia mulai gugup.
Taehyung dengan mantel tebal dan basah karena gerimis itu tampak begitu manis ketika menoleh dan menatapnya sambil memberikan cengiran lebar.
"Maaf terlambat."
Jungkook balas tersenyum, lalu menggeleng. "Tidak apa-apa," sahutnya lembut, tidak protes ketika Taehyung menduduki bangku kosong di depannya. "Bagaimana kabarmu, Taehyung?"
"Well, sangat baik." Bahu berkedik antusias, setelah itu ia tertawa renyah. "Kau tidak akan percaya kenapa aku tiba-tiba memanggilmu kemari, Jungkook."
Tawa itu, juga kerutan samar pada pelipisnya ketika sepasang bola mata cokelat menyipit dan belah bibir tipis yang melengkung dengan unik, lagi-lagi membuat Jungkook jatuh dan akan selalu menjadi favoritnya.
Tidak ada salahnya, bukan?
"Jadi, ada apa memanggilku, Taehyung?" tanya Jungkook akhirnya, ikut antusias ketika ia melihat pemuda berambut cokelat itu menggeser vas kecil berisi lima bunga tulip kuning yang menjadi pemisah di antara mereka, lalu mencondongkan tubuh lebih dekat ke arahnya.
"Kau pasti tidak akan percaya ini," bisik Taehyung. Dari nada suaranya, Jungkook tahu pemuda itu senang setengah mati. "Dan aku harap kau tidak terkejut mendengarnya, Jungkook."
Satu alis terangkat. "Kenapa aku harus terkejut?"
"Well ..." Taehyung kembali menegakkan tubuh. Ia berdeham kikuk sejenak, tertawa kecil, sebelum akhirnya mengangkat tangan kiri dengan telapak tangan membelakangi; punggung tangan menghadap Jungkook sampai kelima jemari ramping itu tampak menggoda untuk digenggam erat.
Namun, pada hening di detik yang berjalan, Jungkook mematung.
"Kemarin, Seokjin-hyung datang. Dan aku hampir menjerit ketika dia memberiku ini,"
Tidak mungkin.
"Aku terkejut, tentu saja. Tapi terlepas dari semua itu, aku benar-benar bahagia,"
Jangan lanjutkan, kumohon.
"Aku hanya, bagaimana ya? Tidak menyangka." Sama, senyum itu masih sama dan tampak cantik dengan caranya sendiri. "Kalau Seokjin-hyung akan melamarku secepat ini."
Lalu... bagaimana denganku?
"Bagaimana, Jungkook? Apa kau terkejut?"
Butuh waktu lima detik sampai akhirnya Jungkook tersadar. Bahwa Taehyung menunggunya dengan seulas senyum yang belum luntur. Bahwa cincin mengilat yang melingkar apik di jari manisnya itu seperti mengolok Jungkook dengan sangat perlahan. Mengiris relung hatinya dengan sukacita.
Bahwa tulip kuning di depan mereka seolah mengatakan kebenaran.
"Jungkook?"
"Ya?" ia tersentak pelan, lalu cepat-cepat mengulas senyum tipis. "Selamat, Taehyung. Tentu saja aku terkejut, tapi..."
Taehyung mengerjap beberapa kali.
"... karena ini demi kebahagianmu, aku juga merasakannya. Kudoakan hubungan kalian lancar. Selalu."
Taehyung tertawa renyah, renyah sekali.
Dan Jungkook tak bisa menyangkal, seperti bunga tulip kuning yang berkata bahwa makna 'cinta bertepuk sebelah tangan' bukanlah kebohongan belaka. Seperti Jeon Jungkook.
Dan perasaannya saat ini.
.
.
.
kuning, selesai.
.
.
.
A/N : haii~ btw, dapet di mbah gugel kalo tulip kuning artinya cinta bertepuk sebelah tangan X'D tapi ada juga sih yang arti lainnya, wkwk.
Terima kasih sudah membaca~
KAMU SEDANG MEMBACA
L'arc en Ciel (KookV Fancition)
FanfictionPelangi itu terbagi atas tujuh warna, bukan? . . . . BTS Fanfiction. Kumpulan drabble. KookV. Jeon Jungkook x Kim Taehyung