Bagian Kelima : Biru

1.4K 221 15
                                    


Kotak musik dengan piringan biru muda itu sudah lama terlupakan, namun Taehyung selalu mengingatnya.

Ia mengingat bagaimana denting nyaring ditumbulkan titik-titik khusus pada lempeng baja yang saling berbentur dengan tuasnya. Ia mengingat nada yang mengalun merdu; fur elise, mahakarya Ludwig Van Beethoven pada pantulan-pantulan ruang kosong. Ia juga mengingat cara bagaimana Jeon Jungkook menyimpannya dengan sengaja tepat di samping kepala Taehyung yang tertidur lelap di atas meja kerja dengan kedua lengan bertumpu penuh.

Kim Taehyung mengingatnya dengan baik. Sangat baik.

Sebaik kepingan-kepingan memorinya bersama Jeon Jungkook selama ini.

Lalu sekarang, kotak musik itu tersimpan di tempat yang sama. Dalam keadaan yang sama pula. Tepat ketika Kim Taehyung terbangun saat jarum jam menunjuk angka dua belas dan dua belas; teng malam; berdentang seirama dengan lonceng bel yang menggema.

Malam itu, di atas meja ruang kerjanya, Taehyung terpekur.

Kala Fur Elise mengalun lambat dan kerlap-kerlip biru muda yang dipancarkan bermain dalam remang cahaya lampu.

"Sudah bangun?"

Kepala refleks mendongak. Hanya untuk bersirobok langsung dengan sepasang iris gelap yang menawan dan indah dengan caranya sendiri. Memaku Taehyung di tempat, tanpa kata atau pun frasa. Seolah merobek dasar jiwa Taehyung ketika ia mendapati postur tegap Jeon Jungkook berdiri di ambang pintu, kedua lengan bersilang defensif, dan punggung bersandar santai.

Alih-alih menjawab pertanyaan sebelumnya, Taehyung hanya terkekeh. "Hai," katanya pelan, "kenapa datang kemari, Jungkook?"

"Astaga, salam macam apa itu?" Jungkook mendengus geli. "Memangnya salah ya, kalau aku datang untuk memastikan keadaanmu?"

Bola mata berotasi malas. "Sama sekali tidak, mungkin," Taehyung mengangkat kedua tangan tinggi-tinggi, meregangkan otot-ototnya yang kaku.

"Mungkin?" satu alis Jungkook terangkat. "Kau meragukanku?"

"Tidak," sergahnya cepat, diseling dengan gelengan kepala beberapa kali. "Aku tidak pernah meragukanmu, Jungkook. Hanya saja ..."

Hening. Suara detik jam ketika Jungkook menanti.

"... senang bisa melihatmu lagi."

Ting ...

Fur elise masih setia berputar merdu.

"Aku juga," Jungkook membalas kemudian, lebih kepada dirinya sendiri. "Dan aku jadi ingin memelukmu."

Jeda sejenak, lalu, "... aku juga."

Sudut mata Taehyung melirik hati-hati, ada jam dinding yang tertempel manis di atas perapian. Pukul dua belas lebih lima menit. Tiga ratus detik yang lalu ketika tanggal baru saja bergerak maju menuju linimasa 1 April.

"Sayang, ya,"

Atensi Taehyung kembali dialihkan. Ia melihat senyum lebar memoles paras pemuda Jeon itu dengan ringan. Begitu ringannya sampai relung hati Taehyung teriris dengan sangat, sangat pelan.

"Aku sudah tidak bisa menyentuhmu, Taehyung."

Ting.

Denting kotak musik mati.

"Kau benar."

Taehyung kembali memutar tuas kotak musik biru muda itu dengan hati-hati. Berniat mendengar nada yang sama. Lagi, lagi, lagi, dan lagi.

"Lagi pula, kau akan datang kan pagi ini?" Jungkook mengulas seringai getir. "... melihat batu nisanku?"

Tik tok tik tok tik—ting.

"Selalu, Jeon Jungkook."

.

.

.

biru, selesai.  

L'arc en Ciel (KookV Fancition)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang