Menara Kembar

21 0 0
                                    

"Frodolf, aku butuh bantuanmu!" Seru pria berbadan besar yang langsung duduk di kursi tanpa dipersilakan. Kursi itu tampak kecil untuk ukuran tubuhnya yang kekar. Wajah pria itu tampak serius, demikian juga pria yang dipanggil Frodolf.

"Gak,"jawab Frodolf singkat. Ia bahkan tidak memandang pria besar yang meminta bantuannya,"Sudah kukatakan Schmidt, aku tidak akan meminjamkan uang padamu lagi."

"Bukan, bukan itu. Kali ini aku butuh bantuanmu sebagai investigator. Ini mengenai..."

"Stop!" Sergah Frodolf, "Schmidt, sudah kukatakan kalau ini bukan kantor detektif. Ini adalah bagian investigasi guild.


Bagian investigasi guild dagang Menara Kembar, ini adalah tempat kerja Frodolf Orunjan. Pria berumur 23 tahun sudah bekerja di kantor ini hampir 3 tahun. Walaupun demikian, ia masih investigator pemula. Sebagai pemula, kegiatan sehari-harinya lebih banyak mengurus laporan di kantor, daripada melakukan penyelidikan lapangan. Walaupun begitu ia sempat beberapa kali ikut membantu para anggota senior untuk penyelidikan lapangan.


"Ya anggap saja ini sebagai latihan kemampuan penyelidikanmu. Ayolah Frodolf,"rayu Schmidt memohon. Tatapan matanya begitu polos tidak sesuai dengan tubuh kekarnya. Perangai Schmidt memang baik hati, dan mudah percaya sama orang, atau bisa dikatakan dia itu polos.

Frodol mendecak lidahnya, "Jadi siapa lagi kali ini yang berhasil menipumu?"

"Hei, sudah kukatakan kalau aku tidak pernah tertipu. Mereka semua benar-benar butuh bantuan,"protes Schmidt.


Frodolf tidak mau berdebat lebih lama, dan meminta Schmidt menjelaskan maksud kedatangannya, segera!


"Ini mengenai temanku dulu, saat masih di kota asalku. Dia seorang wanita baik, cantik, penuh pesona..."

"Jadi kamu jatuh cinta padanya? Dan ingin aku menyelidiki apakah kamu punya kesempatan? Kamu kira aku ini apa?"potong Frodolf lagi.

"Eh...jangan asal nuduh begitu. Bukan, bukan itu. Dengarkan dulu ceritaku,"bantah Schmidt. Ia memastikan Frodolf mengangguk, kemudian lanjut menjelaskan,"Namanya Fanny Virgh. Ternyata dia baru saja pindah ke kota ini beberapa bulan lalu. Aku sendiri baru tahu hal itu saat ia menyewa kamar di apartemen tempatku tinggal. Ya kamu tahukan kalau apartemen itu harga sewanya murah, juga nyaman. Kekurangannya hanya lokasinya jauh dari kota, dan itu kepunyaan keluarga Burgundi."

"Ya aku mengerti, tempatmu itu dikelola oleh anak kelima keluarga Burgundi, Budwerggols Burgundi. Keluarga mereka punya reputasi campur aduk di kota ini. Tapi kebanyakan masyarakat membenci mereka."

"Benar. Tadinya menurutku, apartemen itu tidaklah buruk, soalnya Bud tidak seperti keempat kakaknya. Ia berwajah jelek sekali, dan kepribadiannnya sangat pemalu. Ia sama sekali tidak kelihatan berbahaya, tapi aku salah," kata Schmidt dengan suara mengecil, ia tampak menggeram kesal.


Frodolf menunggu Schmidt meneruskan ceritanya, ia mengetuk-ngetuk mejanya.


"Bud Burgundi ternyata sama juga dengan keempat kakaknya. Ia...ia memaksa Fanny menjadi kekasihnya. Padahal kamu tau kan si Bud? Dia itu JELEK, ditambah lagi dia itu pemalu, hampir tidak bisa bicara, jadi bagaimana mungkin orang secantik Fanny bisa tertarik sama dia? Ini pasti karena Bud memaksanya lewat pengawalnya! Atau... ini kecurigaanku saja...mungkin ia menggunakan ilmu hitam untuk menggaet Fanny. Frodolf tolong selidiki hal ini! Aku yakin ada sesuatu yang busuk dari Bud, yang membuat Fanny terpaksa harus menjadi kekasihnya,"pinta Schmidt memohon dengan matanya yang berbinar menunjukan kepolosan anak kecil.

Anthology cerpenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang