LE PASSE - MASA LALU
PARIS - PERANCIS
2007
MADEMOISELLE CATTLEYA (KATE)
"Apa ada wanita lain, Ian?" suara Kate terdengar teriris.
"Kau sudah tahu jawabannya," jawab Ian dengan ekspresi yang sama sakitnya.
"Aku butuh penegasan."
"Tidak." Singkat. Tegas. Dengan mata menyala, tapi pedih itu masih terlihat jelas.
"Lalu kenapa, Fabian...?" Sepertinya air mata ini tidak bisa diajak berkompromi, keluh Kate dalam hati.
"Kau sudah tahu jawabannya." Terdengar putus asa di suara itu.
"Yakinkan aku sekali lagi." Sekarang suaranya terdengar bergetar.
Jawaban yang sudah dia ketahui, kenapa dia mau menyakiti hatinya sendiri?
"Aahhhh...." Dia meremas rambutnya untuk meredakan amarah yang menghampirinya. Sambil bangkit berdiri, masih memegang rambutnya kasar, "Kenapa kau tanyakan ini kalau hanya menambah luka hatimu? Tak tahukah kau, kalau aku juga sama terlukanya? Semakin kau luka, aku semakin sakit, semakin hancur. Tolong jangan sakiti diri kita berdua..."
"Ian, please..."
Ian menarik napas panjang, seperti ingin menambah kekuatan dari banyaknya udara yang dia hirup. "Kate, mana mungkin perahu bisa menuju arah yang sama jika ada dua kemudi dengan dua nahkoda dan dua kompas. Sadarlah, Kate."
"Ian, aku hanya memintamu untuk jadi kekasihku. Tidak lebih."
"Lalu setelah itu, ke mana arah kita? Hidup tak berhenti di sini."
"Carpe diem, Ian."
"Oh, seandainya bisa selalu seperti itu. Aku ingin menghentikan waktu, agar tidak ada rasa sakit ini."
"Kalau begitu, kenapa kau tidak mau?"
"Kate, pembicaraan ini sungguh menyakitkan buat aku, ini bukan déjà vu, ini nyata. Seandainya aku boleh memilih, aku tidak ingin melanjutkan."
"Aku hanya ingin bersamamu."
"Sampai kapan?"
"Sekarang... dan selamanya..."
"Itu yang aku tidak bisa."
"Kenapa? Apa demikian susahnya mencintaiku?"
"Kate, mencintaimu adalah hal yang mudah. Mungkin semudah membalikkan telapak tangan. Yang sulit justru bertahan untuk tidak mencintaimu pada akhirnya nanti." Fabian bersandar di tiang taman dengan pandangan menatap langit.
Terdengar isakan di belakangnya, Ian menoleh ke arah itu.
"Cattleya, please... Aku tak tahan mendengar wanita menangis, terlebih wanita itu kau, Sayang." Ian bergegas menghampirinya. Duduk di sebelahnya, menyediakan bahunya untuk tempat Kate menangis. Ian mengelus rambut pirang lembutnya, sementara sebelah tangan yang lain memeluk bahunya.
Isakan itu berubah menjadi tangisan yang tertahan, lengan Kate balas memeluk Ian, sementara yang satunya dia letakkan di dada Ian, tepat di jantungnya. Merasakan denyut jantungnya. Jantung yang tak bisa dimilikinya.
Sunyi.
Sepi
Kesunyian yang menyesakkan dada. Hanya ditemani desau angin. Suara embun yang jatuh dari ujung daun pun seakan terdengar pilu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Sayap-Sayap Patah, BDTH Bagian 1 [18+ End]
RomanceFabian Samudra Ini anakku yang pertama. Anak yang lahir tak disengaja, cuma iseng karena gagal jadi angel PN. Tapi ni anak udah bikin sa ketagihan nulis. Dan ternyata, banyak yang sayang sama anak sa yg ini. Panggilannya Ian. Ian pertama eksis di...