Awalnya aku hanya gadis kecil biasa.Sejak kecil papa mendidikku agar bisa menjaga diriku sendiri. Papa selalu berkata aku harus menjadi perempuan yang kuat.
Aku selalu merasa didunia ini tak ada orang yang bisa sebahagia dan seberuntung diriku. Namun semua tanggapan itu berubah saat aku menyaksikan tragedi berdarah itu
Malam itu aku sedang menikmati makan malam bersama mama dan papa saat tiba-tiba terdengar suara ledakan dari luar rumah.
Mama langsung memelukku erat. Aku yang tak mengerti apa-apa hanya dapat diam mematung. Mama mengajakku untuk pindah ke kamar sedangkan papa mengecek apa yang terjadi.
Aku masih ingat wajah sedih papa saat hendak meninggalkanku dan mama saat itu. Papa mencium kening mama lalu memeluk mama erat. seakan-akan itulah saat terakhir mereka akan bersama.
Papa menatapku dengan pandangan sendu yang mebuatku terheran-heran. Apa yang terjadi sebenarnya saat itu?. aku tak mengerti. Aku hanya mengusap pipi papa.
"Papa kenapa? papa jangan sedih ya. kan ada Asya disini. Jadi papa gak boleh sedih" ujarku polos.
Papa memelukku erat sambil meneteskan air mata. Mama yang melihat adegan itu juga ikut menangis.
"Asya jaga diri baik-baik ya" ujar papa.
Andai saja saat itu aku menyadarinya. Aku pasti tak akan membiarkan papa pergi.
Aku dan mama memasuki kamar mama dan papa. Mama membuka beberapa laci dan mengeluarkan sebuah pistol dari dalamnya.
"Asya anak mama yang paling cantik, kita main petak umpet yuk. Asya sembunyi dilemari sana biar papa yang nyari Asya. Nanti kalo Asya udah masuk mama bakal kasih tau papa buat nyari Asya" ujar mama sambil terus tersenyum ditengah air matanya yang terus mengalir deras.
Aku hanya mengangguk. Mama memelukku erat. Mama menangis sambil memelukku dan terlihat enggan untuk melepasku. Air mataku pun mulai membanjiri wajahku.
Mama melepaskan pelukannya dan menghapus air mata ku. Mama tersenyum lembut.
"Asya anak mama, putri kesayangan mama gak boleh cengeng dong. Nanti kalo nangis cantiknya hilang lo" gurau mama "Nah sekarang Asya masuk ke lemari ya. jangan berisik. dan ini kalo ada orang yang mau nyulik atau ngapa-ngapain kamu, kamu tembak aja pake ini" mama memberikan pistol yang sejak tadi ia pegang.
Aku menerima benda itu lalu masuk ke lemari. sebelum menutup pintu lemari Mama mencium keningku.
"kamu jadi anak yang baik ya. jangan suka pilih-pilih makan, jangan sering-sering begadang, jangan terlalu sering ngambek ya.." mama menghela nafas "Mama sayang banget sama Asya. Asya jaga diri ya"
Mama menutup pintu lemari membuat sedikit celah agar ada udara yang masuk. Setelah itu yang terdengar hanya teriakan mama yang sedang berdebat dengan seseorang. Dan yang terakhir terdengar adalah teriakan kesakitan dari mama.
Awalnya aku ingin keluar dari tempat persembunyianku. Namun aku takut. seluruh tubuhku membeku ketakutan. Apa yang terjadi dengan mama?.
Lamunanku buyar saat aku mendengar suara langkah kaki menuju lemari. Awalnya hatiku sangat senang karena kupikir papa menemukanku. Papa pasti sudah menolong mama dan setelah ini kami akan menjadi keluarga bahagia lagi.
Harapanku musnah saat kulihat orang itu bukanlah papa. Orang yang membuka lemari dan menemukanku bukan papa.
kulihat sekeliling dan kutemukan mama di lantai dengan genangan darah disekitarnya. Aku memeluk pistol yang diberikan mama. Apa yang terjadi dengan mama?.
"kau memang tak memiliki kesalahan apa-apa namun hari ini adalah hari terakhirmu melihat dunia ini" ujar orang itu.
Dengan spontan aku langsung menodingkan pistol kearah orang itu.
Orang itu terlihat terkejut saat tau apa yang ku pegang. Namun setelah itu ia malah tersenyum mengejek. Lalu mendekat kearahku.
Aku bersingut mundur hingga punggungku menyentuh belakang lemari. Tubuhku bergetar hebat. Detak jantungku semakin memburu. keringat dinginpun membanjiri tubuhku begitupun dengan air mata yang terus menerus menetes
Orang itu semakin mendekat. dan beberapa detik kemudian terdengar suara tembakan. Orang itupun jatuh kebelakang dengan peluru yang menembus bagian jantungnya.
Aku memandangi pistol di tanganku.
Aku membunuhnya. Aku telah membunuh seseorang. Aku adalah seorang pembunuh.
Mama, papa kalian dimana?. Asya takut. Asya gak mau sendiri.
seberapa keraspun tangisanku, Mama dan papa tidak pernah datang.
YOU ARE READING
My Self
Teen FictionOrang bilang hidup itu bagaikan roda. kadang diatas dan kadang di bawah. Namun mengapa roda dalam kehidupanku tak pernah berputar. Dihantui dengan kenangan yang menyiksa. Kenangan dari keluarga yang awalnya kukira indah, namun berujung pada tragedi...