Asya P.O.V.
tak terasa sudah terlewat 2 minggu setelah teror yang kuterima. Sampai sekarangpun belum ada 1 orangpun yang mengetahui masalah itu.
FLASHBACK~~~
"Asya...dek.." terdengar suara kak Alvin dari balik pintu.
"Asya buka pintunya dek.." kali ini suara kak Vino
"Kakak buka ya sya" ujar kak Revan.
kenapa mereka semua harus datang disaat seperti ini??. mereka tidak boleh tau soal ini.
"Bentar kak.." jawabku dengan nada setenang mungkin. Otakku terus berputar bagaikan prosessor mencari alasan yang baik untuk menghindari ke kepoan kakak-kakakku ini.
"Asya kamu kenapa dek?" tanya kak Vino "kamu gak kenapa-na...."
"enggak kok kak" potongku cepat.
"Asya kakak masuk ya.." ujar kak Alvin.
"bentar kak..hm... jangan masuk dulu.." balasku dengan mulai panik.
"Asya lagi..lagi.." ucpaanku terhenti sejenak. oh iya.. "Asya lagi ganti baju kak"
hening sejenak....
"yasudah kalo gitu. kakak tunggu di bawah ya" pamit kak Revan.
terdengar suara langkah kaki menjauh dari kamarku. aku menghembuskan nafas lega.
untunglah mereka percaya.. maafin adekmu ini ya kak.. maafin asya karena harus berbohong sama kakak.
FLASHBACK END~~
______
"kepada seluruh anggota OSIS harap berkumpul di ruang OSIS sekarang juga. Sekali lagi kepada seluruh anggota OSIS harap berkumpul di ruang OSIS sekarang juga" suara speaker menggema diseluruh sekolah.
Aku melangkahkan kakiku keruang OSIS.
"Asya.." panggil seseorang.
"hai van.." sapa ku.
"mau keruang OSIS ya?" tanyanya.
"ya jelaslah..mau kemana lagi coba" jawabku.
"tau deh yang sekarang wakil ketua OSIS" sindir Evan sambil mengacak-acak rambutku.
"Terserah pak ketua saja lah.." balasku lalu terkekeh pelan.
"Wah..makin mesra aja nih" terdengar suara.
"ada-ada aja lo di" ujar Evan sambil menjitak kepala aldi. aldi adalah salah satu anak OSIS dan juga sobat karib Evan.
"seneng aja lo van" cibir aldi yang langsung dihadiahi sebuah jitakan lagi.
aku tertawa melihat tingkah mereka. setelah itu kami bertiga pun pergi keruang OSIS.
___________
Evan P.O.V.
akhirnya rapat ini selesai juga...
aku melihat sang peri matahari sedang membereskan barang-barangnya. siapa lagi yang kumaksud kalau bukan Asya.
dibandingkan dengan manusia. menurutku dia lebih cocok menjadi peri atau tuan putri. Sifat anggun dan berwibawa yang sering kali membuat orang-orang tunduk dengan mudahnya. keramahannya dan kelembutaanya membuatnya bagaikan matahari.
aku menoleh saat mendengar bunyi benda jatuh.
Asya diam bagaikan patung dengan wajah terkejut kearah jendela. Liquid bening mulai memenuhi kelopak matanya namun ia tetap diam bagaikan patung.
YOU ARE READING
My Self
Teen FictionOrang bilang hidup itu bagaikan roda. kadang diatas dan kadang di bawah. Namun mengapa roda dalam kehidupanku tak pernah berputar. Dihantui dengan kenangan yang menyiksa. Kenangan dari keluarga yang awalnya kukira indah, namun berujung pada tragedi...