3

147 13 10
                                    

Bintang bergegas ke kamarnya, mematikan lampu, lalu tertidur. Berharap semoga besok ia tidak terkena sial lagi.

***

"BINTANG!! INI UDAH JAM BERAPA?!" Mama mengguyur wajah Bintang dengan gelas berisi air.

"Ahrg, mama." Bintang menarik selimutnya lagi. "5 menit lagi ya, please."

"Sekarang jam setengah 7! Cepet bangun!" Mama menggoyang-goyangkan badan Bintang.

"Iya deh, iya." Bintang bergegas ke kamar mandi.

***

"Yaampun! Yaudah aku berangkat! Mama nggak bangunin aku sih! Assalamualaikum!" Bintang kaget bukan main ketika saat sarapan, jam sudah menunjukan pukul 06.50.

"Mama udah bangunin! Waalaikumsalam! Hati-hati!" Kata Mama sambil 'dadah dadah' di pagar.

Bintang berlari dengan cepat, menyusuri komplek rumahnya. Lalu ia naik angkot untuk bisa sampai ke sekolahnya. Dan sialnya, macet.

'Ck, tau ah! Lari aja gue!' pikir Bintang dalam hati. Ia segera keluar dari angkot dan membayar angkot. Ia lari sekuat tenaga, berharap tidak telat di pelajaran pertama. Fisika, pelajaran bu Siti, si guru killer.

"Bintang!"

Seseorang memanggil nama Bintang. Bintang menengok. Ia menggerutu melihat sosok yang memanggil namanya. Mengganggu Bintang yang sedang sekuat tenaga berlari kearah sekolahnya. Kira-kira, 2 km lagi.

"Lo ganggu ah!" Seru Bintang.

"Naik, cepetan." Kata Rio sambil menggerakan kepalanya. "Kalau nggak mau, gue tinggal."

"Oke!" Bintang segera menaiki motor Rio, dan Rio langsung bergerak dengan kecepatan tinggi.

Sesampainya di sekolah, untunglah. Bintang nggak telat. Berkat Rio.

"Rio! Berhenti disini aja! Gue mau ngerjain PR Fisika!" Bintang menuruni motor Rio saat masuk di gerbang sekolah. Ia langsung berlari ke arah kelasnya.

'Ni anak nggak punya rasa terimakasihnya, ya.' Batin Rio dan segera memarkirkan motornya.

***

'KRING!!'

Bel istirahat berbunyi. Bintang, Divy, dan Rasyad hendak segera pergi ke kantin. Langkah mereka terhenti saat melihat seorang kakak kelas di depan pintu kelas mereka.

"Woi, gue mau cari wakil ketua PMR yang namanya Bintang. Ada gak?" Tanya cowok itu. Cowok menyebalkan yang melempar bola basket tepat dikepala Bintang.

Bintang menarik lengan Divy.

"Itu! Cowok nyebelin yang ngelempar kepala gue pake bola basket!" Bisik Bintang.

"Demi apa lo?" Tanya Divy, masih tidak percaya.

"Woi, Rasyad!" cowok itu memperhatikan Rasyad, Bintang, dan Divy. "Yang namanya Bintang, mana?"

"Dia Roy." Rasyad menunjuk Bintang. "Dia yang wakil PMRnya."

"Ooh, si bocah yang kena bola basket." Cowok itu cekikikan. "Sini dah."

Bintang memutar bola matanya. Ia masih kesal dengan cowok itu.

"Kenapa?" Tanya-nya ketus.

"Gue tadi udah nanya si Faza kalo gue mau daftar jadi PMR." Jelas cowok itu. "Si Faza malah nyuruh gue ke wakil PMR."

'Kak Faza nyebelin. Dia ketua PMR, tapi masalah keanggotaan nyuruhnya ke gue mulu.' Batin Bintang.

"Tunggu sini." Bintang berbalik masuk kelas, menuju bangkunya. Ia mengambil kertas berisi formulir keanggotaan dan memberikannya ke cowok itu.

"Nih." Bintang menyodorkan formulir itu.

"Apaan nih? Gue isi?" Tanya cowok itu. Bintang hanya mengangguk.

"Ntar deh gue kasih." Kata Cowok itu dan langsung meninggalkan Bintang.

'Udah nggak mau minta maaf soal bola basket, eh nggak mau berterimakasih karena gue bolehin masuk PMR. Untung gue wakil, bisa gue bully tuh kaka kelas.' Batin Bintang.

***

"Ooh, dia cowok nyebelin yang ngelempar bola basket." Rasyad tertawa.

"Nggak punya sopan santun sama sekali." Bintang memakan kentang gorengnya.

"Yah, dia emang kayak gitu." Kata Divy. "Cogan mah bebas."

"Kaya gue nih, cogan tapi punya sopan santun." Rasyad cengengesan. Bintang memukul lengan Rasyad, dan Rasyad hanya cengar-cengir.

"Terserah lo deh, Syad. Bedanya dia popular, lo nggak." Kata Divy dan tertawa.

Rasyad melototi Divy.

"Gue ke pacar gue dulu deh. Ntar gue nyusul." Rasyad berdiri dari bangku kantin, dan segera pergi ke kelas pacarnya itu.

"Songong dah tu anak mentang-mentang pacaran!" Seru Divy disetujui Bintang.

***

Anak-anak berhamburan keluar kelas saat bel pulang berbunyi. Wajah-wajah mereka yang tadinya cemberut, tampak ceria.

"Bintang, ayo. Jangan ngulur waktu." Rio menarik tangan Bintang menuju parkiran.

"Lepasin, deh!" Bintang menghempaskan tangannya.

Rio tidak menggubris bintang. Ia segera menyalakan motornya, membonceng Bintang, dan membawanya ke rumahnya.

'Adem.' Batin Rio.

Jujur, Rio suka dengan Bintang saat pertama kali bertemu. Saat Bintang memarahi Rio. Saat Bintang membentak-bentak Rio. Hanya Bintang, perempuan yang berani memarahi Rio.

Entah apa yang membuat Rio menyukai Bintang. Sejak kejadian 'Rebutan Donat' itu, Rio mulai memerhatikan Bintang, tanpa diketahui siapapun. Bahkan, Rendy, sahabat Rio pun tidak mengetahui hal itu.

Bintang yang suka teriak-teriak. Bintang yang tidak bisa diam. Bintang yang tidak pintar. Bintang yang berponi. Rio suka. Dan selamanya akan begitu.

--

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

HALOHAA

Anggap saja foto itu Rasyad.

Rasyad terlalu ganteng disitu:3. Gue coba cari yang agak jelekan dikit tapi ngga adaaaa:3 Yaudah lah yaaaa:'3

BTW SORRY CERITANYA ANEH HEHEHE

Jangan lupa vote, comment, dan share biar cerita ini berlanjut! Makasiiii

(sorry, tadi di delete:3

BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang