part 3 - DEWASA!

3.5K 145 32
                                    

.

                "Terimakasih Makanannya!" Ucapku setelah menghabiskan sepiring makan malam buatan Takano-san. Aku mengingat-ngingat kembali kalimat yang ingin ku tanyakan tadi. "Oh ya, ini menyangkut hubugan kita, apa seisi kantor sudah pada mengetahuinya?" Tanyaku tanpa gugup. Yah, sepertinya aku mengalami kemajuan pada mengontrol diriku sendiri.

                Takano-san menatapku sembari meminum minumannya tersebut. "entahlah." Ia menjawab dengan tenang. "Aku sih tidak ada masalah dengan itu, lagi pula lebih baik begitu, kan? Kita tak perlu menutupinya lagi." Ucapnya, dengan muka datar. Dan itu membuatku kesal.

                "Hah? Baik bagaimana!? Sekantor mengetahuinya itu bukan hal yang baik, tahu!" tanyaku dengan wajah kesal.

                Ia mengambil secangkir air putih dihadapannya dan meneguknya dengan cepat. "Onodera, apa kau merasa terganggu dengan hubungan ini?" Tanyanya dengan menatap tajam ke arahku.

                Aku merasakan aura terancam. Aku berkeringat dingin, mencoba mencari kata-kata yang tepat untuk diucapkan. "Ah,Ma-maksudku itu..." Aku belum menemukan tepat kalimat apa yang harusku ucapkan.

                Tiba-tiba ia menarik tanganku dan memelukku dengan cepat. "Maaf kalau aku mengganggumu, ucapkan saja bila kau merasa tergannggu olehku, aku akan menanggapi keluh kesahmu itu." Ucapnya dengan berbisik pelan di telingaku, membuatku bergetar karenanya.

                ...Aku mencoba mencerna dari ucapannya tersebut. Apa tadi dia bilang aku merasa terganggu olehnya? Pikiran macam apaitu? "Ta-takano-san? Maaf, tapi aku tak pernah berpikiran seperti itu." Ucapku dengan nada di naikkan. Mencoba untuk  menenangkan dirinya yang terlihat khawatir.

                Takano-san kemudian melonggarkan sedikit pelukannya padaku, dan menatap mataku penuh dalam. Aku hanya bisa terpaku diam dibuatnya. "Kalau begitu katakan, kalau Ritsu mencintaiku." Matanya tak luput menatap mataku dengan dalam.

                Kaget. "Ha-haaa? Tolong jangan bermain-main!" Aku merona.

                "Aku tak pernah bermain-maindenganmu. Onegai, Ritsu."

                ....Hei hei! Permintaan macam apa ini? Ia benar-benar ingin membuatku malu!

                "Katakan, Ritsu! Seperti waktu itu." Ia mengelus rambutku perlahan, membenamkan kepalanya di atas bahuku.

                Apa yang harus ku lakukan? Ingin rasanya aku menenangkan dirinya yang terlihat khawatir tersebut, tambah lagi akulah penyebabnya. Perlahan aku memeluknya dengan kedua tanganku, tubuhnya yang hangat terasa sangat jelas dibadanku. "A-aku, selalu me-mencintai Takano-san. Jadi, tolong jangan khawatir tentang itu." ....aku telah mengatakannya!?

                Takano-san­ tersenyum lebar setelah itu. Nampaknya ia sedikit terkejut mendengar pengakuanku tersebut. Ia mempererat pelukannya padaku. "Terimakasih Ritsu. Akujuga sangat mencintaimu. Maaf telah membuatmu khawatir. Aku berjanji akan selalu disampingmu. Apapun itu masalahnya." Ia berkata seperti itu. Membisikkan kalimat-kalimat itu perlahan. Membuat diriku merona karenanya.

                Perlahan ia mendekatkan wajahnya padaku, menatap wajahku dalam diam dan, ia menciumku dengan hangat. Aku bisa merasakan kelembutan bibirnya yang bertemu dengan bibirku. Cukup lama aku terlarut dalam ciuman hangat itu. Rasanya seperti permen lemon, mungkin karena ia baru saja memakannya. Aku mulai menyadarinya, ciuman ini terasa lebih panas dari yang sebelumnya.

                "Cho-chotto, Takano-san! Mppphh.. ahh!"  Ia mulai memainkah lidah panasnya itu padaku. Aku dapat merasakan lidahnya yang terus menyelimuti mulutku. Menelusuri bagian-bagian mulutku, mengabsen satu persatu anggota gigiku.  Tak tau apa yang kupikirkan, mulutku reflek menerima sentuhan darinya. Ku ikuti ciuman panas darinya itu langkah demi langkah. "Ha-haaa...haaa.." Akhirnya aku dapat bernafas lega dari ciuman panas itu. Tapi belum cukup sampai akhirnya.

                Aku terduduk lemas di sofa ruang tamunya itu. Mengatur nafas yang tak beraturan itu. Aku bisa merasakan wajahku yang memanas ini yang kuyakin dapat membuat dirinya lebih semangat untuk melanjutkan ketahap 'selanjutnya'. Dan benar saja. Ia kembali melahapku. Mencium anggota tubuhku dengan panas. Mulut, kepala, telinga, leher, ia lahap satupersatu, membuatku mengeluarkan suara desahan lembut.

                Ia menjilati leherku. Akumendesah geli karenanya. "Takano-san, ja-jangan disana!" Ucapku memohon darinya.Tapi sepertinya itu tak mempan untuknya.

                Perlahan ia mulai membukakancing bajuku satu-persatu. Ia menyentuh badanku dengan lembut. Mencium badanku yang bergetar karenanya. "A-ah! Mmnnhh! Ahn...!"  Aku merasakan tangan kanannya dengan nakal memainkan puting kiriku. Serta mulutnya yang mengulum puting kananku seperti sedang memakan permen. "Takano-san.. Ashhnn.. haa.." aku mencoba mengatur nafasku yang berhamburan tak haruhan ini. Permainan lidahnya membuatku tak berhenti mendesah ria.

                Selagi asyik mengulum putingku, ia membuka celanaku perlahan. Menyentuh milikku yang sensitif itu denganlembut. Hanya dengan menyentuhnya saja, aku sudah terangsang. Aku merasakan sentuhan dari tangannya lagi dan lagi, dan ia sudah membuatku gila dengan hal ini. Ia membuka mulutnya, kemudian memasukan milikku ke dalam ruang makannya itu dan mengulumnya layaknya seorang bocah yang rakus mengulum lolipop ditangannya."Cho-chotto.. ahhn! Uuggh..!"  Bagaimana ini, aku tak bisa mengontrol nafasku lagi. Sentuhan dari giginya benar-benar terasa nikmat. Dan ia mempercepat temponya lagi dan lagi. Sial.

                "Ahh.. Ta-takano-san, aku.. annh.. aku tak tahan lagi! Tolong hentikan, aku akan keluar!"aku sudah memperingatinya, tapi ia tak menperdulikannya dan segera aku menumpahkan cairan cinta ku, tepat di dalam mulut Takano-san. Aku merona malu, "Ta-Takano-san! Apa yang kau lakukan, aku sudah memperingatinya tadi, ka—" MPPH!! Takano-san kembali mencium bibirku.

                Bruuuk- ia meniduriku disofanya itu. Ia memandangiku penuh dalam, aku yang kelelahan karena klimaks pertamaku itu benar-benar beraut pasrah. Sibuk mengatur nafas.

                Takano-san siap meletakkan 'miliknya' dipintuku, sebelum memasukkannya ia mengatakan "Ritsu, beri tahu aku jika ini sakit." Ucapnya, dan itu benar-benar membuatku merah padam.

                Aku bisa merasakan miliknya menembus pintuku. Ah.. rasanya sungguh panas. Ia menggerakkan badannya perlahan tetapi tak lama kemudian temponya semakin cepat.

                "Aahh.. annhhh!! Ta-Takano-san, Takano-san, Takano-san!" Aku berkali-kali menyebut namanya. Dan aku benar-benar terhanyut dalam permainannya. Tanganku mencoba untuk mencakar kulit sofa yang kutiduri ini. Tak cukup sampai disitu, Takano-san kembali mengarahkan tangannya pada milikku,dan kembali memainkannya.. sial!

                "Ahh.. Ashh!! Mpph.. ahh!" aku mendesah ria, rasa sakit dan nikmat tercampur aduk menjadi satu, wajah kubenar-benar terbakar rasanya. Air matapun mulai berkeluaran tanpa kusadari.

                "Apa ini sakit?" Tanya Takano-san padaku. Untuk apa dia menanyakan hal yang memalukan seperti itu? Aku mencoba menggeleng, kali ini aku jujur pada diriku sendiri. "Ti-tidak, maksudku ini, benar-benar terasa ...nikmat."

                Takano berhenti seketika. Aku merasa heran dengan gerakannya yang mendadak berhenti itu. Saat aku memastikan dengan melihat wajahnya. Wajah Takano-san­ berwarna merah muda.Apa artinya ia merona? Tanyaku dalam hati dan itu benar-benar membuatkuterkejut."

                Takano tersenyum padaku, kemudian membisikan kalimat lembutnya di telingaku. "Apa kau menyukainya? Ini tak sakit,bukan?" Sedikit terkejut, namun aku mencoba untuk mengakuinya. "Hai'..."

                Takano-san memeluk tubuhku dengan erat, akupun membalas pelukannya tersebut yangpenuh kehangatan.

Sekaiichi Hatsukoi - Everyday With YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang