part 2

2.4K 122 3
                                    



Syukurlah, hari ini kerjaan bejalan dengan lancar dan tenang. "Selamat malam Takano-san. Sampai bertemu lagi besok." Satu persatu karyawan pergi meninggalkan kantor editorial itu. Ruang terasa luas, walaupun kau bisa melihat betapa berantakannya disini. Yah, setidaknya tak seberantakan rumahku yang jika dibersihkan mampu menghabiskan waku tiga hari.

Aku membereskan barang-barangku yang berceceran baik diatas atau dibawah meja kerjaku itu, kulirik jam dinding di ruang itu, sudah menunjukan pukul 7 malam. Aku menghela nafas, yang terpikir olehku adalah pulang kemudian tidur nyenyak. Yah, itu yang 'aku pikirkan'.

Takano-san  mendekatiku yang masih sibuk dengan barang-barangku itu. Ia menarik kursi Kisa-san dan duduk disampingku."Malam ini mau makan dimana? Kita bisa makan diluar sambil menghilangkan rasalelah." Ucapnya sembari memandangiku.

"Eh? Tidak usah, le-lebih baik langsung pulang saja." Jawabku dengan terbata. Ia mendekatkan wajahnya denganku. Oi! Terlalu dekat!

"Langsung pulang kerumah? Onodera, apa kau sadar? Akhir-akhir ini kita selalu sibuk dengan tugas dikantor. Tak ada salahnya bukan, kalau sekali-kali kita makan diluar? Aku akan mentraktirmu." Ia bertopang dagu, memandangi wajahku yang sudah dimakan malu. Sejujurnya aku tak tahu pasti bagaimana ekspresinya saat itu. Kenapa? Karna aku tak bisa menatapnya lama-lama. Sungguh gugup rasanya.

"Su-sudahku bilang, tak apa apa." Aku menaikkan nada suaraku. Tentusaja bukan karna aku marah padanya, tetapi untuk menutupi rasa gugup yang melanda diriku.

"Hmmph.." Ia menertawaiku? "Onodera, omae.. tak bisakah kausedikit jujur dengan perasaanmu sendiri? Baiklah kalau mau begitu. Sebagai gantinya aku ingin Ritsu menemaniku malam ini. Aku rindu denganmu." Cup- ia mencium tepat dipipiku. Blush-secepat kilat aku menoleh ke arah sebaliknya, menutupi wajahku yang sedang memerah ini.

"To-tolong jangan macam-macam, kita masih dikantor sekarang." Ucapku dengan menundukkan wajah. "kalau ada yang melihat bagaimana?"

                                                                                                                 

Tiba-tiba aku mendengar suara yang bukan milik Takano-san. "Tidak apa-apa. Aku akan pura-pura tak melihatnya." Hatori Yoshiyuki dialah pemilik suara itu. "Ah, tapi tolong jangan terlalu blak-blakan, ya!" Ucapnya dengan wajah datar. Nampak ia sedang sibuk dengan tumpukan kertas didepannya.

Uwaaaah!! Ada yang melihatnya! Malunya!! >////<

Takano-san melepas pandangannya dariku. "Hatori, kenapa kau masih disini? Ini sudah larut, sebaiknya kau segera pulang kerumah." Datar.

"Ah, maaf. Ada sedikit tugas yang tanggung untuk ditunda. Sebentar lagi selesai anda bisa pulang duluan" ucapnya sembari menggerakkan jarinya diatas keyboard laptopnya.

"Kalau begitu, kami pulang duluan. Sampai jumpa esok." Takano-san tiba-tiba menarik tanganku dengan paksa. Aku pun pasrah mengikuti kehendaknya.

"Selamat malam."

.

.

Udara malam hari terasa sangat dingin. Aku sudah memakai jaket dan sweater didalamnya, lengkap dengan syal, tapi itu semua tak cukup untuk menutupi rasa dingin di akhir bulan desember ini. Jalan raya masih saja dipadati dengan kendaraan-kendaraan para pekerja yang ingin kembali kerumahnya.Lampu-lampu dijalanan dan bangunan sekitar cukup menerangi jalan malam ini. Saat ini aku sedang berjalan menuju rumahku, lebih tepatnya menuju stasiun terlebih dahulu. Didepanku terdapat Takano­-san yang berjalan seirama denganku. Ia belum mengatakan satu katapun sejak keluar dari marukawa shouten tadi. Entah apa yang menyebabkan dirinya seperti itu, akupun sedikitbertanya-tanya mengenai hal itu.

Sesampai distasiun kami segera membeli tiket dan menaiki kereta sesuai dengan jadwal yang tertera. Kulihat ia duduk disudut bangku. Tanpa pikirpanjang akupun duduk disebelahnya, tentu saja dengan menggunakan jarak. Entah mengapa aku malah terlihat seperti stalker.

 Aku tak tahan lagi dengan keheningan ini. Akhirnya kuputuskan untuk mengawali percakapan. "A-ano.. Takano-san? Apa anda baik-baik saja?" yup, kalimat itulah yang keluar dari mulutku.

Ia tak menolehkan hadapannya kepadaku. Kepalanya terlihat lurus memandang kedepan. Ah, maksudku itu bukan masalah bagiku, kan? Tapi aku meresa ia tengah melihat kearahku. Oh, ya ampun. Apa ia marah padaku? Apa yang telah kulakukan sehingga membuatnya dingin seperti ini?

Kejadian itu terjadi sampai di apartemen tempat kami tinggal. Kali ini aku berniat untuk menanyakan hal apa yang terjadi padanya. Tepat ketika ia sedang membuka pintu rumahnya.

"Ta-takano-san. Apa kau sedang tidak enak badan? Apa yangmembuatmu diam seperti ini? Apa aku mempunyai kesalahan padamu? Maafkan aku jika begitu." Tanyaku bertubi-tubi dengannya. Sesungguhnya yang terjadi padaku adalah rasa malu yang membara. Ayolah, jawab pertanyaanku, apa kau sedang mempermainkanku?

                Ia memasuki rumahnya, aku mengikutinya. Dan.. aku melihat itu! Perubahan ekspresinya itu, ia terlihat jelas tersenyum penuh kemenangan. Ia mengunci pintu. Kusso, ano hito!

                "Hahahaha! Yah, baiklah. Maaf sudah membuatmu khawatir. Sungguh aku tak apa-apa.Aku hanya ingin melihatmu yang sibuk menghawatirkan diriku. Kau terlihat sangat manis, andai saja kejadian-kejadian itu dapat direkam." Ia tertawa kepadaku. Itu membuatku kesal. Jelas-jelas ia hanya mempermainkanku, kenapa aku tidak menyadarinya tadi! -_-

                Aku merona. "Humph! Kalau begitu tolong jangan ulangi lagi sikapmu yang seperti ini!" ucapku sembari berkacak pinggang. Walaupun begitu, tetap saja aku tak bisa memandang wajahnya dengan tepat. Berkata seperti itu sembari menundukan wajah, rasanya aneh ya?

                "Oi, kau ini. Apa kau tak bisa berbicara dengan menatap wajah lawan bicaramu?" ia membenarkan letak wajahku,setara dengan tatapannya. Aku bisa melihatnya yang sedang tersenyum tulus itu. Aku tau kelanjutan dari adegan romantis ini. Ya! Ia menciumku. Menciumku dengan lembut, tepat dibibirku. "Tunggulah didepan TV, aku akan membuatkanmu makanmalam."

                "Ah, tidak usah repot-repot. Aku akan pulang saja dan memasak sendiri." Ucapku menolak tawarannya tersebut.

                "Memasak sendiri? Aho ka! Jelas-jelas isi lemari es mu adalah segudang minuman energi. Apa yang ingin kau masak!?" ia membentakku dengan tampang mengerikannya itu.

                "Su-sumimasen." Aku kalah dengan bentakannya. Terlihat cukup mengerikan. Setidaknya ia benar juga. Takada salahnya bukan, jika aku sekali-kali datang kesini dan memakan masakanbuatannya? Ah maksudku ini untuk yang sekian kalinya setelah kejadian yang memaksaku untuk makan bersamanya setiap hari. Lagi pula, sekarang kami'pacaran'? .... ah! Lagi-lagi aku memerah memikirkan kenyataan ini!

                Tak lama kemudian, Takano-san membawa nasi beserta lauk makan malam yang telah ia buat. Ia menaruhnya di atas meja yang sedang kuhadapi ini. Kemudian juga duduk berhadapan denganku. "Makanlah!" Perintahnya dengan singkatkepadaku. Aku memperhatikan wajahnya yang sedang menikmati suap demi suap makanan itu. Wajahnya, Matanya, Bibirnya... "Oi! Apa yang sedang kau lihat!Cepat makan nasinya!" Takano-san menyadarkanku dari lamunanku.

                "Ah! Iya iya!" Segera ku ambil makan malam itu dan menikmatinya pula bersama.

Sekaiichi Hatsukoi - Everyday With YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang