Bagian 5 (stupid...)

14.3K 638 11
                                    

Jeslyn Afton

Aku tersenyum puas saat mendapatkan sebuah pesan dari Sovian. Kulirik kembali handphone yang ada di genggamanku, sebelum akhirnya aku mengantonginya kembali. Kukenakan aksesories, seperti wig, topi dan syal untuk penyamaranku kali ini. Dengan masih mengamati sekelilingku, aku keluar dari mobil dengan tenang tanpa tergesa-gesa. Kulangkahkan kakiku memasuki sebuah hotel mewah di kota ini. Aku bernafas lega, saat tak satupun orang dapat mengenali penyamaranku. Seorang repsesionis melemparkan sebuah senyuman padaku saat aku mendekat kearahnya. "Selamat sore, bisa saya bantu?" ucap wanita berseragam hitam itu dengan ramah. "Hemm, saya ingin bertemu dengan Aron Albern."

"Maaf, apakah anda sudah membuat janji sebelumnya?" tanya resepsionis itu.

"Belum, tapi e-- ini sangat penting. Aku ingin bertemu dengannya."

"Maaf, Nona. Seharusnya anda membuat janji terlebih dahulu," celotehnya sekali lagi. Dengan geram, aku melotot padanya dan melepas kacamataku. Sontak wanita itu tercengang mengetahui bahwa aku adalah Jessy.

"Katakan saja ada yang ingin bertemu dengannya. Atau aku akan berbuat onar di sini," bisikku sedikit mengancam.

"Ba-- baik, Nona." Dengan ekspresi gugup, ia segera menghubungi Aron. "Selamat sore, Tuan-- ada seorang wanita yang ingin bertemu dengan tuan... tapi tuan, dia mengancam akan berbuat onar jika tuan tak menemuinya... baik, Tuan." Aku tersenyum penuh kemenangan saat permintaanku telah di penuhi oleh wanita itu.

"Tuan Aron sebentar lagi akan kemari, silahkan tunggu di sana, Nona." Resepsionis itu mempersilahkanku untuk duduk di sebuah sofa yang memang di sediakan untuk tamu hotel yang sedang menunggu. Dengan seulas senyum tipis, aku menuruti perintahnya. Aron adalah pria yang luar biasa. Pemuda yang sangat sukses, tampan dan kaya raya. Siapa yang tak akan tertarik padanya? Aku? Haha aku yakin, diri ini tak mungkin menggilainya. Tak mudah bagiku untuk menggilai seorang makhluk bernama pria. Tapi entahlah. Kali ini aku merasa harus menelan pahit semua argumenku. Aku merasa sangat antusias pada Aron. Pria tampan yang telah menyelamatkanku.

***

Aku mengetuk-ketuk layar handphone, menunggu Aron yang tak kunjung kutemukan wajahnya. Aku beranjak dan memutuskan untuk menunggunya di cafe yang terletak dibagian dalam hotel.

"Saya menunggu di cafe," ucapku pada resepsionis yang terlihat sibuk melayani tamu lain. Terlihat dari caranya hanya menganggukan kepala, kuyakini bahwa wanita itu sangatlah sibuk. aku berjalan menuju cafe, hanya sekedar mencicipi kopi yang banyak dibicarakan saat ini. Kopi di cafe hotel ini disebut-sebut memiliki cita rasa yang luar biasa. Aku memilih meja paling sudut dan jauh dari pandangan orang di sekitar. Terlihat seorang pelayan mendekati dengan membawa sebuah menu di tangannya.

"Selamat sore, Nona. Silahkan," ujarnya sembari meletakkan buku menu di hadapan saya. Dengan tetap memakai kacamaku, kuamati menu yang ada di hadapanku.

"Capucino hangat," ucapku dengan seulas senyum yang di balas oleh pelayan yang ada di sampingku. Sementara pelayan itu kembali ketempatnya, aku mulai menatapi setiap sudut cafe ini. Sangat mewah dan begitu elegan. Tak kusangka bahwa pria muda seperti Aron bisa memiliki semua ini. Atau janga-jangan semua ini hanyalah milik orangtuanya? Ah tidak mungkin. Info yang kudapat dari Sovian adalah, Aron adalah pengusaha terbesar di kota ini. Sovian tak mungkin memberikan info yang salah. Bisa saja, Aron memanglah pria mandiri yang selalu berjuang keras demi meraih kesuksesannya. Dia sangat masuk dalam kriteria pria idamanku, oh no..no! jangan gila kau Jessy. Kau bukanlah seorang wanita yang dengan mudahnya tertarik pada seorang pria. Apalagi pria yang baru saja kau temui. Tak lama kemudian pelayan datang dengan pesananku. Ia meletakkan capucinoku dan kembali membiarkanku sendiri menikmati secangkir capucino.

"Sudah lama menunggu?" baru satu tegukan capucino, tiba-tiba aku dikagetkan dengan sosok pria yang bertubuh atletis di hadapanku.

"Oh, hi," sapaku begitu girang saat mendapatkan Aron telah berada di hadapanku.

"Long time no see."

"Long time no see? Bukankah seminggu yang lalu kita bertemu, Mrs.Jeslyn?" bisiknya setengah membungkuk.

"What?" ucapku sedikit memekik mengakibatkan diriku yang tanpa sadar melepas kacamata. Aku kembali mengenakan benda hitam itu dan berdehem sebelum mengucapkan sepatah kata.

"Kau mengenali penyamaranku? Bagaimana bisa?" bisikku sedikit mendekat. Aron terkekeh dan menarik kursi mendekat.

"Kau lupa? Atau kau amnesia?"

"Maksudmu?" tanyaku semakin tak faham dengan ucapan Aron.

"Kau telah membuka gedokmu sendiri di hadapan resepsionisku." Ohya, aku lupa. Tadi aku sempat membuka kacamataku di hadapan resepsionis yang ada di depan.

"Katakan, apa yang membuatku menemuiku?" tanyanya dengan sikap yang begitu dingin.

"Aku hanya ingin berterima kasih karna kau telah menolongku--"

"Aku terima, lalu ada lagi?" potongnya dengan sangat cepat. Aku hanya mengerjap-ngerjapkan mata melihat responnya yang sangat dingin.

"Aku ingin mengajakmu makan malam--"

"Maaf, aku tak bisa menerima undanganmu, Mrs. Jeslyn."

"Apa? Kau menolak undanganku?" pekikku yang kini tengah berdiri di hadapan Aron dan sontak membuat semua mata menatap kearah kami. Aron memicingkan matanya, berdiri dari tempatnya dan meninggalkanku begitu saja tanpa pamit.

"Hei! Aron!" teriakku. Aron berjalan dengan angkuhnya, memasang kembali kacamata yang tadinya ada di genggamannya. Ia berjalan begitu cepat tanpa memperdulikanku yang susah payah mengejarnya.

"Aron, kumohon berhenti," pekikku sekali lagi. Aron berjalan menuju mobil hitamnya, secepat kilat aku membuka pintu penumpang dan masuk ke dalam mobil.

"Kau?" gumam Aron ketika ia mengetahui kini aku telah berada di dalam mobilnya. Tanpa memperdulikannya, aku terus bergeming dan tak menoleh sedikitpun.

"Sangat kekanak-kanakan!" desahnya sebelum akhirnya ia menjalankan mobil dan melajukannya. Di sepanjang jalan, Aron hanya bergeming, begitupun diriku. Aku hanya menatap kearah jalan, dan memilih berdiam diri akibat kekesalan yang telah di timbulkan Aron.

"Jadi, bagaimana dengan tawaranku?" gumamku memecahkan keheningan. Seperti layaknya berbicara pada mayat hidup, ia pun tak menjawab pertanyaanku.

"Dasar pria aneh," gumamku pelan. Tiba-tiba ia menghentikan mobil dengan menginjak rem mendadak, membuat diriku terhempas begitu keras.

"Oh Tuhan! Kau benar-benar-- Aron, di mana ini? Kenapa kau menghentikan mobilnya?" tanyaku begitu heran, ketika Aron berhenti pada sebuah jalan yang sangat sepi. Pria dengan kemeja coklat itu keluar dari mobil dan membuka paksa pintu mobil belakang. Dengan masih bertanya-tanya, aku keluar dari mobil dan menatap keselilingku yang ternyata memang benar-benar sangat sepi.

"Kau tak sedang ingin memperkosaku bukan?" ucapku gemetar.

"Aron kau jangan gila! Aku, masih perawan!" pekikku sangat prustasi ketika Aron mendekatiku. Nafasnya yang berat begitu terasa, semakin dekat hingga membuatku menutup rapat kedua mataku. Lama aku menutup mataku, namun tiba-tiba desahan nafas itu menghilang diiringi suara mobil yang melaju dengan sangat kencang. Dan aku baru menyadari bahwa Aron telah meninggalkanku sendirian di jalan.

"Oh my god! Aron! Are you crazy!" pekikku padanya yang kini telah melesat dengan mobil sportnya dan menghilang dari pandanganku.

"Kau meninggalkan wanita cantik di sini! Hey! Oh percuma dia telah jauh!" eluhku begitu frustasi. Lalu apa yang bisa kulakukan di sini? Jalanan yang sepi, dan oh astaga! Aku melupakan tasku yang ada di dalam mobil pria dingin itu. Tamat riwayatku berada di jalanan sesepi ini. Aku bisa di perkosa oleh sekawanan pria bertubuh besar, oh ini sangat menakitkan! Semua ini gara-gara Aron Albern!

The royal bridal (Complite)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang