頑張ってください。(GANBATTE KUDASAI!)

86 11 0
                                    

"I will not say i failed a hundred times, i will say that i discovered a hundred ways that can cause failure. I have not failed, i've just found 10.000 ways that won't work!" (Thomas A. Edison)

Lama aku absen dari menulis. Aku bahkan tidak tahu perkembangan yang tengah menjadi trending dalam dunia sastra Indonesia. Itu karena aku tenggelam dalam kesibukan lain yang lebih menarik. Apalagi kalau bukan membaca buku. Aku lebih suka memanjakan diri dengan membaca hasil karya orang lain ketimbang harus susah payah mengarang dan berakhir dengan kecewa.

Namun suatu hari, aku menemukan sebuah cerita dari kumpulan buku-buku dongeng seluruh dunia yang aku pinjam dari perpustakaan daerah. Judulnya adalah Inch-worm and the mountain karya Howard J.Chidley. Berkisah tentang seekor Ulat Jengkal kecil yang tak kenal lelah berjuang untuk mendaki gunung tinggi. Ia tidak menyerah, meskipun binatang-binatang hutan lainnya menertawakan dan mencemo'ohnya. Cerita itu secara tidak langsung menyindir dan menyentil hatiku. Hikayat itu membangkitkan keinginanku kembali untuk menjadi penulis. Ada banyak potensi yang belum benar-benar ku pergunakan dengan segenap kesungguhan. Masih banyak ide yang bejibun belum kusentuh.

Di seluruh Indonesia tak terhitung banyaknya jumlah penulis yang muncul, datang dan pergi. Ratusan tema berserakan di meja redaksi, bergemuruh diantara himpitan kertas dan komputer. Itu baru jumlah yang tercatat dan tercetak. Kurasa, bukan hanya aku seorang yang kualitas tulisannya tersisihkan. Ada begitu banyak orang-orang yang nasibnya sama tidak beruntungnya denganku. Tak terbayangkan betapa kecewanya saat mengetahui cerita yang kita kirim ternyata masuk dalam daftar antrean untuk segera dikembalikan atau berakhir di mesin penghancur kertas semata. Tapi mereka tidak jera, masih terus menerus berusaha. 

Kalau tulisan tidak dimuat, bukan berarti mutunya menyedihkan, kan?

Bisa jadi si Editor lagi super sumpek, sehingga pas baca naskah dia langsung membuangnya ke tong sampah. Penolakan oleh media bukan akhir dari segala-galanya. Bukan pertanda bahwa tak ada jalan untuk berkiprah dalam dunia tulis menulis. Seperti peribahasa historia vitae magistra. Sejarah atau pengalaman adalah guru yang terbaik.

Belajar dari Edison dan Si Ulat Jengkal. Tidak ada cara lain selain melecut diri sendiri untuk terus menulis. Sebab menulis adalah pekerjaan yang membutuhkan ketekunan seperti seorang Edison. Kegigihan, ketabahan dan kesabaran tidak boleh sedikitpun lepas dari seorang penulis. Karena di dunia profesional menulis tidak ada tempat bagi yang bermental separuh. Maka jika ada sepercik keputus asaan dengan 'hanya' meratapi nasib pada naskah yang ditolak redaksi, maka lupakan cita-cita menjadi pengarang. Mengawali menulis itu perlu keberanian. Bahkan keberanian melawan perasaan takut gagal.

Itulah kenapa seorang penulis selalu dituntut untuk tidak pernah berhenti belajar. Terutama belajar dari kesalahan sendiri. Terkadang untuk memperkaya literatur cerita, diharuskan riset ke lapangan (field research), observasi dan wawancara pas jalan-jalan atau dirumah saja (desk research) melalui buku dan internet . Bukankah prestasi kreatif bergantung pada totalitas hati dan pikiran ?

Selalu ada jalan bagi orang yang mau terus berjuang.

Maka aku harus berhenti menjerumuskan diri sendiri pada tembok-tembok penjara kekurangan.  Stop memiliki mental menyedihkan karena itu membuat kemampuan tidak bisa berkembang. Jika tembok batu itu tetap mengukung dan menghandang, maka hantam saja!

Jibun de ganbatte kudasai !*

-------------------------------------------------------------------------

*Semangatlah diri sendiri!

CATATAN KONYOL PENULIS DODOL.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang