Udara dingin yang cukup menusuk pori-pori kulit menyelimuti kota ini sejak tadi pagi hingga sekarang menjelang malam hari.
Awan mendung tak memberi celah bagi sang penguasa langit untuk menunjukkan sinar keagungannya.
Seorang gadis dengan rambut lurus sebahu menggosok-gosokkan kedua telapak tangannya. Mencoba mengusir dingin yang terus menerpa tubuhnya.
Ia melirik jam pada ponselnya. Sudah hampir pukul lima sore. Sangat mustahil jika masih ada angkot yang melewati sekolahnya.
Gadis itu mencoba menghubungi ayahnya. Namun nihil, tidak ada respon.
"Ck. Gak aktif mulu. Terus gimana nih gue baliknya."
Dia mencoba berjalan menjauhi area sekolahnya. Menuju jalan besar yang berada tak jauh dari sekolahnya. Resiko anak OSIS yang tidak bisa mengendarai sepeda motor ya gini. Mana gak ada yang rumahnya searah lagi!
"Hei!"
Gadis itu tersentak. Mencoba mempercepat langkahnya. Jangan-jangan itu penjahat yang sering ia dengar dari teman-temannya?!
Tiba-tiba langkahnya terhenti. Ada yang memegang tangan kanannya. Ya Tuhan, tolong!!
"Hei! Ini gue!"
Gadis itu menoleh dan mendapati seorang pria yang sedikit lebih tinggi darinya sedang tersenyum.
"Lo?!"
Dia meringis mendengar teriakan keras dari gadis satu ini.
"Ayo gue anter pulang," ajaknya.
Gadis itu menggeleng cepat. "Enggak. Kan gue udah bilang waktu itu yang pertama dan terakhir."
"Yakin? Kalo cuacanya kayak gini, angkot udah gak bakal lewat," katanya. "Ayo cepet, Raina."
Raina mengangguk. Ia lebih baik ikut dengan bocah ini daripada tidak dapat pulang.
"Pegangan!"
"Iyaudah cepet!"