Jum'at.
Hari ini adalah jadwal ekskul Pramuka. Raina, Kaira dan Dea yang memilih untuk mengikuti ekskul ini pun dengan berat mengikuti latihan perdana ekskul ini di siang bolong.
Anak kelas sepuluh yang mengikuti pramuka ternyata cukup banyak. Karena memang ini merupakan ekskul yang wajib diikuti seluruh siswa kelas sepuluh. Tapi walaupun begitu, tetap banyak yang tidak mengikuti ekskul ini, terutama kaum adam yang lebih memilih main PS dibanding mengikuti ekskul pramuka.
"Na, lo nanti balik naik angkot kan? Bareng ya, motor gue masuk bengkel kemaren." kata Kaira. Raina menganggukkan kepalanya.
"Oke."
Tak lama, seorang kakak kelas dengan pakaian pramuka lengkap sudah berdiri di tengah lapangan upacara. Ia meniup peluitnya lalu mengangkat tanggannya membentuk huruf 'U'. Semua anggota pramuka berlari ke arah lapangan setelah melemparkan tas mereka sembarangan. Mereka berbaris dengan rapi dan membentuk angkare.
=============================================
Latihan yang cukup melelahkan ini diakhiri dengan ucapan salam dari pradana pa pramuka. Mereka akhirnya dapat pulang ke rumah sebelum hari semakin gelap dan turun hujan.
"Gue duluan, ya! Titidije manteman!"
Dea ngacir begitusaja bersama Via dan Eca. Trio itu memang paling bersemangat jika menyangkut pulang ke rumah.
Raina dan Kaira juga segera keluar area sekolah untuk menunggu angkot. Biasanya, jam segini sudah jarang ada angkot yang lewat. Tapi tidak ada salahnya jika menunggu sebentar.
Hanya menunggu sekitar lima menit, angkot berwarna kuning itu akhirnya datang. Raina dan Kaira segera masuk. Untungnya di angkot ini masih banyak penumpang, jadi sopir angkot ini tak mungkin berbuat macam-macam.
Raina duduk tepat di dekat pintu masuk di angkot. Sebagai upaya pencegahan jika terjadi sesuatu sekaligus agar mudah saat turun nanti.
Sementara Kaira berada di samping Raina. Gadis berpipi chubby itu tampak serius memperhatikan sesuatu di ponselnya. Raina tak peduli, mungkin temannya ini ketularan virus stalking gebetan ala Raina.
"Anjir, Na!!!!" Kaira menarik lengan Raina heboh. Penumpang lain tampak santai saja. Mungkin mereka mengantuk.
Raina menoleh. "Apaan?"
Kaira menarik tubuhnya agar mendekat pada Raina. Ia memperlihatkan apa yang tertera pada layar ponselnya.
"Doi gue udah jadian sama yang lain!!" tuturnya. Raina menarik sebelah bagian bibirnya lalu menghela napas.
"Makanya. Jangan ngehina gue mulu. Kualat kan lo sekarang!"
Kaira mengerucutkan bibirnya lalu kembali memperhatikan akun facebook gebetannya itu, sedih.
"Kiri!" Raina segera turun dari angkot dan membayar ongkosnya. Sebelumnya ia sempat mengucapkan hati-hati dijalan pada Kaira, dan mengucapkan hal ini :
"Selamat berbaper ria, Kaira! HAHA--"
Yang langsung mendapat pelototan tajam dari Kaira.
Raina melanjutkan perjalanannya menuju rumah dengan berjalan kaki. Rumahnya memang cukup jauh, tapi entah kenapa dia merasa bersemangat.
"Raina!"
Bocah lelaki itu mempercepat laju motornya hingga berhasil menyejajarkan laju motornya dengan langkah cepat milik Raina.
"Ayo gue anter?!" katanya sedikit memaksa.
"Gak deh. Gue jalan kaki aja." Raina meneruskan langkahnya. Begitupun dengan bocah ini yang lanjut melajukan motor matic birunya.
"Ayolah Na. InsyaAllah selamet sampe tujuan! Serius!" rayunya. Raina menggeleng kuat.
"Kalo lo gak mau naik, nanti gue cium!" ancam bocah gila yang tak lain adalah Devin itu. Raina berdecak malas.
"Ini yang pertama dan terakhir gue mau dibonceng sama lo. Oke?"
"Iya. Cepet naik!"
Raina naik. Ia duduk menyamping karena saat ini ia sedang memakai rok pramuka.
"Makasih, De!" ucap Raina sesaat setelah turun dari motor Devin. Tepat sepuluh meter dari rumahnya. Karena ayahnya sedang ada di rumah, akan gawat jika Devin mengantarnya hingga ke depan gerbang kemerdekaan #EH gerbang rumah.
Devin ikut turun dari motor. Raina membelalakan matanya.
Mau apa lagi bocah ini?!
"Heh! Lo mau kemana?!" Raina setengah berteriak melihat Devin hampir membuka gerbang rumahnya.
"Nganter lo lah. Gimana sih?!" jawab bocah itu santai.
Raina melihat ayahnya sedang berada di depan rumah. Mencuci dua buah motor. Satu milik ayahnya, satu lagi milik kakak iparnya yang sedang libur kerja karena sedang mengandung anak pertamanya, cucu pertama ayahnya, dan keponakan pertama Raina.
Raina melebarkan mulutnya. Bocah gila itu sedang berusaha mengobrol dengan ayahnya!
"Mati guee!!!!!"
Dengan langkah super cepat, Raina menghampiri dua pria berbeda generasi itu.
"Makasih ya Dev, hati-hati dijalannya."
"Iya pak, Assalamu'alaikum."
Raina menganga lebar melihat ayahnya seperti tidak masalah dengan kehadiran Devin. Bocah kampret itu melewatinya sambil membisikan sebuah kalimat.
"Selamat istirahat, Na!"
Begitu kira-kira. Raina mempercepat langkahnya kedalam rumah. Ayahnya masih asik mencuci motor. Mungkin tadi ayahnya tak sadar bahwa yang berbicara dengannya adalah seorang pria super tengil.
Ya sudahlah.
Raina meraba kantong baju pramuka yang dikenakannya.
Ponsel!
Ponselnya pasti tertinggal di atas motor Devin saat membenarkan kerudung di kaca spion motor Devin tadi.
Dengan kekuatan boboiboy, Raina berlari ke arah gerbang rumahnya. Semoga Devin masih berada sepuluh meter dari rumahnya -tempat memarkirkan motor tadi-.
"Devin?!"
Namun terlambat. Motor matic biru itu telah berada di pertigaan lalu menghilang dari penglihatan Raina.
"Devin! Hape gueeee!" teriak Raina. Tiba-tiba ia teringat sesuatu. Sesuatu yang ada di dalam ponselnya yang tak diberi kunci itu.
"Mati!"