"Sebuah rumah dari kartu
dan kita . . Berada di dalamnya".
Sebuah hubungan itu, tidak selamanya bahagia, 'kan? Tidak selamanya hari itu cerah dan hangat. Seperti musim panas yang sesekali terguyur hujan, hubungan kita pun tak jarang ada mendung, bukan?
Aku sedih, aku takut, kabut-kabut kelabu yang selalu menyelimuti saat aku melihat kamu. Aku . . Entah kenapa selalu egois.
Aku hanya memikirkan diriku sendiri. Kamu juga berpikir begitu, 'kan?
Aku rasa aku belum bisa se-dewasa kamu. Walau terkadang kata-kataku seolah aku telah mengerti lebih jauh, aku berpura-pura tahu.
Aku berlagak layaknya aku telah mengenal itu dengan baik, namun pada kenyataannya aku tak lebih dari sekedar anak ayam yang kebingungan.
Bolehkah kalau kubilang aku membenci diriku sendiri? Aku benci diriku yang selalu membuatmu menangis. Aku benci karena hanya akulah satu-satunya alasanmu berasedih.
Aku benci saat aku tak bisa kau jadikan sandaran. Aku benci saat sifat dasarku yang kekanakan itu muncul dan merusak semuanya.
Mood-ku begitu cepat berubah. Maaf membuatmu lelah.
Aku sayang kamu.
Bisa kita ulang dari awal?
Bisakah kita perbarui lagi segalanya dan lupakan semua ini?
Sepertinya kamu tidak bisa. Dan sepertinya aku pun terlalu takut untuk bertanya.
Aku ini seperti gigi. Kuat dan tangguh. Namun siapa sangka sentuhan kecil justru dapat membuatnya terkikis.
Rapuh. Aku terlalu senang sendirian dan mungkin terlalu sering disakiti. Rasanya hampir beku. Aku hampir mati rasa.
Kemudian mengkristal. Kamu bilang aku ini salju. Aku ini es. Aku punya sisi tajam yang dapat menyakitimu jika kamu menyentuhnya. Bahkan dengan berada terlalu dekat pun kamu dapat sakit. Aku menjauhkan diri agar kamu tak terluka.
Mungkin aku ini mawar. Kelihatannya cintaku begitu harum dan indah untuk dimiliki. Namun siapa sangka? Hanya kamu yang tahu bahwa duriku siap menusuk setiap saat.
Bisakah aku memintamu menjauh?
Haruskah kulepaskan kamu agar tak tersakiti duriku?
Aku naif jika berkata begitu. Aku sama sekali tak berniat melepaskanmu. Tak pernah sekalipun terlintas dalam bayang diriku tanpa kamu disebelahku.
Itu terlalu menakutkan.
Aku tak akan melepasmu meskipun kamu telah muak padaku. Ego ku terlalu besar. Mungkin aku ini gila.
Panggil aku jahat, panggil aku brengsek bahkan psiko. Tapi aku benar-benar tak akan melepaskanmu semudah itu.
Apa mungkin kamu berpikir bahwa aku ini hanya bermain-main denganmu?
"Meskipun kita bisa melihat akhirnya
tolong tetaplah seperti ini
untuk waktu yang sedikit lebih lama lagi"
Kamu . . Masih sayang aku, 'kan? Fakta itulah yang menguatkanku setiap hari.
Aku harap hubungan kita membaik.
Aku sayang kamu.
------
Jungkook meletakkan penanya setelah menuliskan titik terakhir. Ia menengadahkan kepalanya, menahan air yang sedikit menggenang di pelupuk mata.
Hatinya terasa ngilu dan ia sedikit meringis karenanya. Ditutupnya sampul tebal buku harian itu dan ditinggalkannya teronggok disana.
Sekilas maniknya melirik ke kasur sebelah. Jimin tidur disana. Sendirian. Tanpa ada dirinya yang melengkapi tubuh itu.
Jungkook tersenyum sedih, tatapnya sendu. Ia menelan ludah lantas kembali ke kasurnya sejenak setelah membenahi selimut yang menutupi tubuh Jimin.
"Selamat malam, precious~" ia sempat mencium pipi kekasihnya yang kini telah menjadi lebih tirus seiring dietnya yang berhasil.
Jungkook meringkuk dalam selimutnya. Mencoba mencari kehangatannya sendiri. Meskipun hal itu tak akan cukup untuk menggantikan hangatnya tubuh Jimin yang selalu berada dalam peluknya.
FIN ||
Hello, it's jxnguk!~
Sekian lama tak ada mood buat update karna belom dapet momen bagus dan tadaa!~~ tiba2 balik dg angst bhak :V
Ini diary Jungkook btw, diary jungkook yg lagi sedih karna miss communication sm jiminnya hiks </3
Btw ini dibikin cm 25 menit pas bosen sama plajaran pkn haks :V *digaplok guru*
Hyungie~~ Kuki sayang hyung~ Stay with me ya dudul <3
salam ganteng,
jxnguk

KAMU SEDANG MEMBACA
WHALIEN 52
FanfictionJust a story about KOOKMIN daily life in roleplayer Boy x Boy AU! Jungkook!Top x Jimin!Bottom Dont like dont read! Vote & Comment(s) appreciated :)