Repost part 3

28 1 0
                                    

Bunda Meisya POV

Aku memberanikan diri untuk masuk ke dalam ruangan dr.Ryan. Meskipun awalnya aku sangat ragu karena aku takut jika dr.Ryan mengatakan kabar buruk kepadaku tentang anakku satu-satunya yang ku miliki saat ini. Dengan tangan yang gemetar dan jantung yang terasa berdetak lebih cepat seperti biasanya, aku membuka ganggang pintu secara perlahan setelah suster yang ku temui saat mondar-mandir tepat di depan ruangan dr.Ryan menyuruhku untuk langsung masuk ke dalam karena dr.Ryan sudah menungguku dari tadi.

Jantungku terasa sangat sangat lebih cepat daripada sebelum membuka pintu ruangan ini, setelah kudapati sosok dr.Ryan nampak serius dengan surat yang ia pegang. Nampaknya ia sangat serius membaca surat itu sampai kehadiranku pun ia tidak mengetahuinya.

Lututku bergetar dan mulutku terasa terkatup seperti sama sekali tidak ingin mengatakan sesuatu saat ini. Saat aku sedang berusaha untuk memulai pembicaraan, dr.Ryan yang tampak sedang diperhatikan reflek mendongakkan kepalanya ke atas dan menatapku dengan senyuman merekah. Meskipun aku sangat tau ada yang dia sembunyikan dariku dengan senyuman yang ia tunjukkan kepadaku.

" Silahkan duduk ny. Meisya. Apakah anda sudah berdiri di situ cukup lama." Aku yang tersadar akan ucapan dr.Ryan hanya bisa menghela nafas kecil untuk menenangkan diri.

" Aaaaahh, ssuu..ddaaa..hhhh lluuu..mmaaa..yyaa...nnn dok," jawabku setengah gugup. dr.Ryan hanya tersenyum dan mempersilahkan duduk.

Aku yang merasa kakiku sangat pegal padahal baru saja berdiri di ruang ini, langsung menggeret kursi yang ada di depanku dan langsung duduk menghadap ke arah dr.Ryan.

dr.Ryan tampak mendengus pelan dan menarik nafas perlahan. Sepertinya ia ingin menenangkan perasaannya saat ini. Apa yang sebenarnya terjadi ? Kenapa perasaanku sama sekali tidak enak ? Semoga tidak terjadi apa-apa dengan kondisi Nayla saat ini.

" Ny. Meisya, maaf sebelumnya. Bukannya saya bermaksud lancang kepada Nyonya Mesiya, namun ini demi kondisi Nayla untuk ke depannya." dr.Ryan menarik nafasnya lagi dan meneruskan kalimat yang akan disampaikannya kepada Bunda Meisya.

" Alat-alat di rumah sakit ini saya rasa sudah tidak bisa untuk membantu Nayla lebih banyak lagi. Karena saya melihat, kondisi Nayla dari setahun yang lalu tidak ada kemajuan sama sekali. Dan saya bisa untuk menyarankan kepada Ny. Meisya untuk membawa Nayla ke rumah sakit yang berada di Singapore."

Ucapan dr.Ryan sungguh membuatku shock. Aku sama sekali tidak mempunyai uang untuk membawa Nayla berobat ke Singapore.

" masalah uang dan pengobatan Nayla, ny.Mesiya tidak usah khawatir. Saya yang akan menanggung semuanya."
"ahh, tidak dok. Terima kasih, saya rasa itu tidak perlu. Nayla bukan sapa-sapa dr.Ryan. kenapa harus dokter yang menanggung semuanya. Seharusnya saya dok, bundhanya. Bukan dokter," aku menyusut air mata yang ingin jatuh di sudut mataku. " Ini semua salahku, aku sama sekali tak berguna. Bahkan untuk biaya pengobatan anakku sendiri saja, aku tak sanggup untuk membiayainya. "

dr.Ryan menghela nafasnya dengan kasar.
" Nayla sudah saya anggap sebagai anak kandung saya sendiri ny.Meisya. Dulu anak saya juga mengidap penyakit yang sama dengan Nayla, saya hanya tidak ingin Nayla mengalami nasib yang sama dengan anak saya Karin."
dr.Ryan melihat pigura yang berada di sebelah mejanya. Fotonya bersama anak semata wayangnya yang meninggal 3 tahun lalu karena mengidap penyakit yang sama dengan Nayla, leukimia.

aku yang mendengar ucapan dr.Ryan pun tak dapat menahan keterkejutannya. Ternyata anak dokter ryan mengalami hal yang sama seperti Nayla. Hanya saja, Nayla bisa bertahan sampai saat ini meskipun masih dalam keadaan koma.

" ahh, kenapa saya jadi mellow begini ya ? " dr.Ryan tertawa dengan hambar.
" baiklah ny.Meisya, saya akan kasih waktu kepada anda untuk memikirkan itu semua. Saya hanya menyampaikan niat baikkepada anda. Saya hanya ingin menolong Nayla, dan tidak ada maksud yang lain."

Aku berpikir sejenak dan mengambil nafas untuk sekedar menenangkan perasaannya yang sedang gundah gulana saat ini.

" baiklah dok, saya akan memikirkan tawaran dari dokter. Tapi saya tidak bisa secara langsung menerima tawaran dari dokter. Saya meminta waktu sampai lusa. Saya akan datang ke ruangan dokter sendiri untuk mengatakan pada dokter iya atau tidak."
" baiklah kalau itu kemauan ny.Meisya. Saya hanya ingin yang terbaik untuk kebaikan Nayla. Saya harap anda memikirkan baik-baik tawaran yang sudah saya berikan kepada anda." dr.Ryan tersenyum lembut ke arahku.
" baik dok. Kalau begitu saya permisi untuk kembali ke kamar Nayla. Karena hari sudah mulai larut dok, saya juga takut jika terjadi hal yang buruk dengan Nayla."
" iya nyonya, saya mengerti. Terima kasih karena anda juga sudah menyempatkan diri anda datang ke ruangan saya malam-malam begini." dr.Ryan tersenyum sedikit di paksakan karena merasa tak enak denganku.
" ahh, tidak apa-apa dok ? Asalkan ini semua menyangkut keselamatan Nayla, apapun saya lakukan."

dr.Ryan mengangguk dan tersenyum. Aku pun berpamitan dan tak lupa menjabat tangannya. Mengucapkan terima kasih atas tawaran yang dr.Ryan berikan untukku.

Aku berdiri dari tempat dudukku dan berjalan meninggalkan ruangan dokter ryan. Namun, saat aku berada di depan pintu ruangan dr.Ryan ada sesuatu yang aneh.
Sesuatu yang meremas hatiku, dan rasanya aku ingin menangis saat ini. Namun entah itu apa ? Aku tidak tahu.

Aku segera membuka kenop pintu dan langsung keluar dari ruangan dr.ryan. sebelum hal yang tidak aku inginkan terjadi.

***
bersambung..

Nyawaku Adalah HidupmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang