BAB 2

21 5 0
                                    

"Namaku Sean. Namamu pasti Celine-kan? Salam kenal ya"

"Oh ya..." jawabku datar lalu mengalihkan pandanganku. Aku segera membuka pintu tetapi dicegat oleh cowok yang namanya tadi siapa? Oh Sean.

"Kita tadi udah kenalan kan, jadi bisa kamu menyingkir supaya aku bisa masuk. Aku capek sekarang."
Ia langsung menyingkir dengan cepat. Kubuka pintu utama dan mendapati Keluargaku berkumpul dengan 2 orang asing lain.

"Oh Celine udah pulang?
Aku mengangguk sekali lalu mengangkat pesanan Mama sebagai kode juga untuk mengajak Mama pergi dari ruang tamu. "Oh rupanya kamu sudah membelikanya?" Mama bangkit berdiri lalu mengambil martabak dari tanganku dan menuju dapur. Aku mengikutinya dari belakang hingga akhirnya saat didapur aku melihat Tian sedang asyiknya makan sendirian disana.

Ku akui dia lebih suka berada di dapur untuk sekedar ngemil dibandingkan harus berkumpul bersama tamu seperti Kak Carol yang mengatas namakan sebagai 'Perwakilan Saudara' tapi aku tak peduli maksudnya.

"Jadi bagaimana?"

Aku membantu menyiapkan sebuah piring besar untuk ditaruhnya martabak tersebut sebelum aku balik bertanya. "Bagaimana apa?"

"Si Sean. Dia ganteng bukan?"

"Sean? Oh cowok tadi. Ah masih gantengan si Tian"

"Hey, itu mengejek atau memuji ya?"

"Itu memuji Tian. Kalau kamu gak suka dipuji, lebih baik aku menjelekanmu. Dipuji kok gak suka..."

"Iya Kakakku palinggggg cantiiikk. Makasih atas pujiannya" ujarnya sambil tersenyum sumringah lalu melanjutkan makan. Kalau ada maunya aja baik.

Ngomong-ngomong soal cowok, aku emang agak cuek sih. Walaupun terkadang lihat cowok ganteng langsung nge-fans, tapi itu hanya bertahan sehari setelah itu biasa aja. Toh tipe-tipe cowok idamanku tuh kayak Sehun-Oppa, Lee Jong Suk-Oppa, dan Sota Fukushi.

"Selera-mu payah"

Aku langsung menoleh begitu Mama bilang begitu. Sampai-sampai melotot pula. Pliss deh Ma setidaknya aku masih waras dibanding mengatakan kalau Narji si komedian lebih ganteng daripada Sean, kalau itu aku pasti langsung dibawa kedokter mata. Toh emang Tian keren-kan, buktinya dia most wanted sekolahnya dan bahkan sampai diluar sekolahnya.

"Ah kayak gak tau tipe Kak Celine aja sih Ma. Dia kan gak terlalu suka tipe-tipe penampilan orang barat"

Nah betul tuh kata Tian. Aku emang gak terlalu suka gaya 'Manly' gitu. Kurang cocok aja sama pribadian aku yang udah kental Indonesia.

"Dari penampilanya dia kayaknya pernah tinggal di luar negri deh. Emang Kak Sean pernah tinggal diluar negri?" Lanjut Tian yang membuat lamunanku buyar.

"Katanya sih iya. Mamanya Sean cerita ia pernah tinggal di Los Angels dari SD sampai SMP, jadi kalau ngomong agak suka nyampur gitu..."

Nyampur? Emangnya gado-gado apa. Kalau tinggal di Indonesia ya pakai bahasa Indonesia, kalau tinggal di Amerika ya pakai bahasa inggris. Plin-plan banget sih.

"Nah dari pada kamu ngelamun gitu mending bawa nih martabak ke ruang tamu. Dont be long."

"Iya-iya."

Aku membawakan napan berisi satu piring berisi martabak ke ruang tamu sambil memperlambat jalan, tapi kuurungkan karena Mama sedang mengawasiku dari belakang, sedangkan Tian. Jangan tanya dia sudah kabur duluan menuju kamarnya.

"Makasih ya nak."
Ucap seorang pria yang kepalanya sudah ditumbuhi semua oleh uban saat aku meletakan piring itu ke meja. Aku tersenyum kecil lalu mengucapkan terima kasih dan hendak pergi tetapi dicegat oleh seorang wanita yang umurnya mungkin beda 2 tahun sama Mama. Ia malah menyuruhku untuk duduk dan ikut bergabung entah sekarang apa topiknya.

Chronicle of an... Ordinary Girl (HIATUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang