BAB 1

40 8 7
                                    

Kriiinnggg....

Jam weker yang terletak persis disebalah kasurku berteriak selama 5 menit dari tadi. Aku masih tetap keukeh untuk tetap menutup mataku dan bahkan bantal yang semula dibawah kepalaku kini diatas kepalaku untuk membatu supaya suara jam weker itu tidak terdengar. Tetapi sayangnya, ia masih membunyikan suara khasnya itu hingga aku mengalah.

Aku segera bangun dan mematikan alarmnya, lalu kulempar entah kemana. Sudah kesekian kalinya memang jam weker kesayangan itu kubanting, tetapi dengan setianya ia masih tetap kuat, dan tidak rusak.

Aku berusaha untuk membuka mataku tapi sayang hanya setengah saja yang bisa kubuka. Kubangkit berdiri dan turun dari kamarku menuju ruang keluarga. Belum sampai persis di lantai pertama, entah kenapa ada yang ganjil.

Ku bergegas menuruni tangga, dan firasatku ternyata benar. Tidak ada satupun orang yang sudah bangun, kecuali pembantu rumah keluargaku, Mbok Iyem. "Loh non, udah bangun?"

Aku menoleh dan mendapati Mbok Iyem masih menyapu rumah. Dengan wajahnya yang tampak berseri itu dengan semangat membereskan rumah, beda denganku yang masih bertampang kucel dan malas.

"Loh yang lain kemana?"

"Masih tidur non"

Aku mengedipkan mataku beberapa kali. Tumben banget masih tidur. Biasanya aku yang paling terakhkr turun kebawah. Apa aku kesambet sesuatu? Kayaknya gak deh. Aku srlalu mengatur waktu yang sama saat pergi kesekolah.

"Tumben banget non bangun pagi. Biasanya kalo ke sekolah hampir telat, kok pas libur baru bisa bangun pagi"

"Libur?"

"Iya non. Oh... jangan-jangan non gak sabar ya acara pernikahanya Non Carol?"

Tunggu sebentar...

Aku segera mengalihkan wajahku ke kalendar yang terpapang tidak jauh disana. Kini mataku mempertajam penglihatannya, dan sekarang aku baru ngerti. Beberapa nyawa yang entah kemana langsung balik, dan membuatku tersadar.

"Astagaaaa! Sekarang masih libur!"

"Jangan-jangan non mikir sekarang masuk sekolah?"

"Iya Mbok. Yaelah! Tau gini aku masih tidur nyenyak" ujarku yang merasa bersalah. Pantes saja sepi banget, biasanya Mama sudah teriak-teriak bangunin aku, Kak Carol dan Tian yang selalu berantem karena sarapan paginya, dan Papa gak terlalu rame sih kalo pagi, karena prinsip Papa 'Pagi-pagi itu jangan mengeluarkan emosi terlalu banyak. Nikmati saja udara paginya' sambil menyeruput teh tawar.

Mau balik ke kamar kok rasanya sudah terlanjur juga, dan akhirnya aku memutuskan untuk nonton TV saja sambil menunggu yang lain bangun. Hendak mencari remote, eh malah menemukan brosur-brosur hotel yang menawarkan reservasi gedung pernikahan.

Sebentar lagi, kakak tertuaku Kak Caroline atau Kak Carol bakal nikah dengan seorang pengsaha ganteng, nan kaya. Bak seperti layaknya novel, mereka pertama kali bertemu awalnya gak suka gitu, sering berantem, eh ujung-ujungnya nikah. Karena Kakaku ini orangnya agak melow-melow gitu, dia sering nangis dikamarnya gara-gara mantan pacar calon suaminya mau ngerebut, tetapi kadang-kadang suka tertawa aneh karena sifat kakak iparku yang sweet.

Sambil bolak-balikan brosur dan menyalakan TV, aku sempat teringat tadi malam. Aku tak sengaja curi-curi dengar. Mereka membicarakan sesuatu sambil bersembunyi. Kudengar hari ini teman Papa dan sekekuarganya bakal datang. Entah apa niat mereka datang, yang jelas yang kutangkap tadi malam adalah Mama menyuruh Kak Carol untuk diam dqn tidak memberitaukan kepada Tian dan Aku.

Biasanya kalau kita tau, aku pasti bakal mencari alasan untuk pergi, termasuk Tian. Kita memang tidak terlalu suka ikut basa-basi dengan teman Papa Mama, hanya diam disamping Papa Mama dan memasang wajah manis sambil mendengarkan obrolan yang tidak dimengerti, itu sangatlah membosankan.

Chronicle of an... Ordinary Girl (HIATUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang