Part 3

35 14 0
                                    

"Sudah siap Stell?" tanya Zach saat ia melihat Stella turun dari kamarnya.

"Ayah kemana?" Stella mengedarkan pandangannya di ruang tengah dan tak melihat keberadaan ayahnya.

"Ayah tadi keluar. Tenang aja, aku udah ijin kok." Zach menghampiri Stella yang sedang memakai sepatunya. "Kita berangkat sekarang?" tanya Zach yang dijawab anggukan oleh Stella. Zach menggandeng tangan Stella sebelum mereka berjalan keluar.

Nyeri.

Satu kata itu yang ada di benak Stella. Entah mengapa, perhatian dari Zach membuat dada Stella sesak dan nyeri. Padahal sebelumnya, perhatian Zach selalu membuat jantung Stella berdegup senang.

"Carrissa bilang, Mario sudah sadar. Ia sudah mengirimkan nomor kamar Mario. Bisa tolong kau lihat?" ucap Zach menyodorkan ponselnya pada Stella.

"Jadi, bagaimana perkembangan Mario?" tanya Stella sambil membuka pesan di ponsel Zach.

"Dia sangat cepat sembuh dari sakitnya. Padahal, sebelumnya dokter berkata Mario akan membutuhkan waktu bertahun-tahun. Bahkan ia sudah siuman pagi ini. Itu sangat.." ia memberi jeda pada kalimatnya.

"..aneh," lanjut Zach.

"Seharusnya kau senang, Zach. Itu berarti ia memiliki daya tahan tubuh yang kuat. Setidaknya kau beruntung akan memiliki saudara yang tahan banting seperti itu," ucapku bergurau. Zach hanya menghela nafasnya kasar.

Zach membukakan pintu untukku saat kami sampai di rumah sakit. Mereka berjalan menuju meja resepsionis. "Rose Tudor room, nomor 7 dimana?" ucapku saat sampai di meja resepsionis.

"Di lantai 9 bagian barat," ucap resepsionis itu dengan senyum ramah.

"Grazie."

Aku berjalan mengekori Zach yang berjalan duluan menuju kamar Mario. "Nomor lima disini, Zach." Zach menghentikan langkahnya dan berbalik melihatku. "Aku mau ke toilet. Kau masuk saja," ucap Zach sambil berlalu pergi. Aku hanya mengedikkan bahuku.

Cklek!

Aku menyapu pandangannya ke seluruh penjuru ruangan. Namun nihil. Aku tak menemukan keberadaan seseorang. Pandangannya tertuju pada pintu balkon yang sedikit terbuka. Apakah ia disana? batin Stella.

"Udara disini sejuk," ucap seseorang saat aku melangkah kearah balkon.

"Begitulah," ucapku pelan. "Kau.. Mar.."

"Ya. Jawaban untuk pertanyaanmu adalah ya. Aku adalah Mario Riccardo. Zach pasti sudah cerita banyak tentangku padamu," ucapnya tanpa melihat kearahku. Mario tetap pada posisi awalnya. Mengadahkan kepalanya dan menatap langit yang mendung.

"Uh, tidak terlalu banyak. Ia hanya menceritakan kalau kau adalah calon saudara tirinya," ucapku berusaha rileks. Aku bersandar pada daun pintu sambil ikut memandang langit.

"Hanya itu?" Rio tersenyum miring mendengarnya. Dia tahu semua yang dikatakan Zach pada Stella. "Ya."

"Kau suka memandang langit?" tanya Rio masih tetap fokus memandang langit.

"Tidak terlalu. Tapi langit adalah hal yang indah." Entah sejak kapan, aku memfokuskan penglihatanku pada cahaya dibalik awan kelabu. "Dan menyimpan banyak misteri," lanjutku.

"Apakah kau tahu ada apa saja dibalik langit?" aku tersenyum mendengar pertanyaan Rio.

"Kau tahu, saat kecil aku pernah bermimpi seseorang menanyaiku seperti itu. Ini seperti de javu."

"Lalu, apa yang kau jawab?" aku mengalihkan pandangannya kearah Rio.

"Tentu saja hanya ada air, awan, dan udara. Mungkin jika kau bisa melihat lebih jauh, kau bisa melihat planet dan bintang."

Fatto di StelleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang