Satu Tatapan

117 1 0
                                    

Pagi ini begitu tenang.

Matahari bersinar teduh di balik awan-awan tebal yang beradu. Ia bersinar hangat, namun tidak terik. Nyaman rasanya. Walau sepertinya sebentar lagi hujan.

Terkadang angin pagi berhembus mesra. Membisikkan semangat pagi ke telinga ini.

Aku tersenyum.

Asap dari teh hijau yang kupesan menguap ke udara.

Aku meniupnya sedikit dan mulai menyeruputnya. Rasanya begitu nikmat. Menghangatkan tubuhku yang rapuh ini.

Aku melihat kearah lain. Cafe tempat aku menghangatkan diri ini begitu ramai. Pelanggannya pun beragam, mulai dari anak usia sekolah, orang tua, pekerja kantoran, mahasiswa sepertiku, bahkan beberapa pasangan dengan anak-anak mereka. Semuanya terlihat bahagia.

Cinta.

Mereka semua di selimuti oleh hangatnya cinta.

Mereka saling melempar senyum, canda, tawa. Mereka saling bertukar rasa. Bersama melewati asa. Mereka jatuh cinta.

Aku ikut tersenyum melihatnya. Serasa angin bahagia bertiup kepadaku, masuk melalui pori-pori tubuh ini, ya, mereka adalah sumber angin bahagia itu.

Aku menatap mereka.

Dalam.

Separuh dari hatiku ingin menjadi seperti mereka. Namun, satu otakku dipenuhi dengan kenyataan. Kenyataan akan aku yang tidak mengerti cinta.

Memandangi mereka kini terasa berbeda. Entah mengapa angin bahagia itu hilang. Berganti dengan angin dingin yang menusuk tajam hati ini.

Aku tidak tahu perasaan apa ini. Tapi, rasanya refleksi dari perasaan asli mereka terpancar. Ah, mungkin aku hanya iri saja.

Soal cinta. Aku tahu tidak semuanya indah, mungkin peluang menemukan cinta yang indah adalah 50%. Tentu sangat riskan.

Masih ada peluang 50% bahwa cinta itu akan gagal.

Kau dibuang, dihempas, dan tidak akan dianggap. Tentu bukan berarti SEMUA cinta akan gagal. Namun tetap saja, 50% adalah peluang yang besar dan aku tidak sebodoh itu, tidak segila itu mengejar cinta. Aku masih punya akal.

Miris rasanya ketika kudengar ada yang sedang putus cinta. Seakan peluang 50% itu begitu terasa nyata bagiku.

Ah.

Perempuan usia dua puluhan yang sedang duduk diseberangku ini. Dia adalah contoh dari 50% kegagalan cinta. Aku takut menjadi seperti dia. Duduk, menatap kopi tak bersalah yang mulai dingin.

Ah.

Apa itu cinta?

Sering sekali kudengar bahwa cinta adalah hal yang lumrah. Hal yang suci, indah, dan bisa kau dapatkan dihidupmu.

Cinta adalah kata yang tentu saja terdengar familiar di telinga kita. Tidak asing, bahkan cenderung sering kita ucapkan setiap harinya.

Semua orang mungkin pernah jatuh cinta. Ditambah lagi dengan sebuah survey yang pernah kudengar, jika kau berusia enam belas tahun keatas, peluang bertemu dengan 'cinta' dihidupmu akan semakin besar.

Aku. Bisa kau katakan berdiri tepat ditengah-tengah. Tidak percaya. Namun juga sedikit membenarkan. Ya. Itulah pendapatku.

Sering juga kudengar, bahwa cintamu bisa jadi siapa saja. Bisa jadi dia teman masa kecilmu, seseorang yang kau temui di kereta, teman sekelasmu, atau bahkan seseorang yang sama sekali belum kau kenal rupanya.

Validitas soal cinta. Aku pun tak tahu.

Cinta juga bisa terjadi dimana saja. Di sekolah, lingkungan rumah, rumah sakit, trotoar jalan, bahkan di rumah makan.

SatuWhere stories live. Discover now