Kita akan bahagia bila melihat orang yang kita cintai bahagia, meskipun akhirnya ia bersanding dengan orang lain.
... Dan itu omong kosong!
***
Yein sudah mendengar kalimat itu ratusan kali. Entah dari omongan teman, atau dari status teman-temannya di sosial media. Dan menurutnya, it's totally bulshit! Nonsense alias omong kosong!
Bagaimana mungkin mereka bisa bahagia bila orang yang mereka cintai bersanding dengan orang lain? Kenyataan bahwa orang yang mereka cintai setengah mati tak lagi bersama mereka, bukankah itu menyakitkan?
Oh, ayolah. Tak perlu berpura-pura tegar. Merasa sakit hati, terluka, berdarah-darah, itu manusiawi. Kenapa Yein mengatakan ini? Karena Ia mengalaminya.
Yein manusia biasa, dan ia akan jujur, ia takkan pernah rela bila melihat orang yang ia cintai hidup bahagia dengan orang lain!
***
Yein masih bergelung dengan selimut tebal di tempat tidur ketika Mina datang berkunjung ke rumahnya. Dan reaksi pertama yang ia alami ketika melihat keadaan Yein adalah : menjerit! Shock!
Yein sudah dua minggu ini mengurung diri di kamar. Ia hanya akan meninggalkan tempat tidur untuk makan dan ke kamar kecil. Ia tidak mandi, Ia tidak ganti baju, Ia tidak menyisir rambutku.
Jadi, bisa di bayangkan keadaannya?
Menjijikkan.
Mengerikan.
Menyedihkan.
Patah hati. Itu alasan yang membuatnya bertingkah senewen seperti ini. Tepat dua minggu yang lalu, Yein putus dengan Jun. Lelaki paling keren di kampus yang sudah ia pacari selama hampir dua tahun. Alasannya klise : restu orang tua.
Well, Yein tidak bermaksud sombong. Tapi jika harus mendeskripsikan tentang keberadaannya secara jujur, Ia termasuk perempuan high profile. Ia cantik, ia menarik, ia pintar, dan tentu saja ... ia kaya. Oh, jangan salah paham. Maksudnya, orang tuanya-lah yang kaya. Mereka pengusaha sukses yang punya beberapa perusahaan dan ribuan karyawan. Tapi, Yein anak mereka. (Anak kandung, sumpah!) Jadi, apa yang mereka punya adalah miliknya juga 'kan? So, biarpun orang tuanya yang kaya, tetap saja Yein kecipratan kaya. (Serius...)
Sementara Jun, dia memang lelaki paling keren dan paling kece di kampus. Tapi satu-satunya alasan yang membuatnya bisa kuliah di kampus – yang notabene adalah kampus paling mahal – adalah karena beasiswa. Yup, jika bukan karena beasiswa, Jun tidak akan bisa kuliah di sana. Tahu alasannya? Karena orang tuanya hanyalah buruh pabrik yang gajinya tak seberapa.
Tapi, apapun keadaannya, Yein mencintai lelaki itu dengan tulus. Ia tak pernah memandangnya rendah ataupun meremehkan keadaan finansialnya. Dia benar-benar lelaki paling tampan, paling baik, dan paling sempurna yang pernah ia temui. Sayangnya, pemikirannya tidak selaras dengan papanya. Beliau bahkan mengatakan, walau harus dibawa ke liang kubur, dia takkan memberi restu pada Yein dan juga Jun.
Masalah strata, tentu saja. Papa Yein menganggap bahwa masih banyak lelaki yang lebih baik dan lebih mapan darinya. Dan Jun tak pantas bersanding dengan Yein hanya karena ia tak kaya.
Awalnya Yein berontak. Dengan segala cara ia melawan papanya. Ia percaya, dengan berjalannya waktu, papanya pasti mau menerima Jun. Tapi ternyata ia salah. Dia lebih keras kepala dari yang ia duga.
Beberapa minggu yang lalu papanya jatuh sakit. Dan beliau mengatakan bahwa ia akan mati jika Yein tetap melanjutkan hubungannya dengan Jun.
Dan akhirnya, Yein menyerah.
Dengan berderai air mata, ia menemui Jun, bicara dengannya, dan mengatakan bahwa hubungan mereka berakhir!
Sejak saat itu, hatinya remuk. Hancur berkeping-keping.
"Oh, astaga. Yein-ah!" Suara Mina melengking. Ia menarik-narik selimut yang menutupi tubuh Yein.
"Ada apa denganmu? Kau ... mengerikan." Dengan kasar, ia menghempaskan pantatnya di samping Yein.
"Seperti yang kau lihat? Aku patah hati." Jawab Yein cepat.
Mina menarik nafas panjang frustasi. "Kau aneh. Kaulah orang yang memutuskan untuk mengakhiri hubunganmu dengan Jun. Kenapa malah kau yang harus patah hati?" Nada suaranya kesal.
Yein menatapnya dengan jengkel.
"Aku memutuskannya bukan karena kemauanku, ingat? Itu kehendak papaku." Jawabnya sengit.
"Tapi itu sudah dua minggu? Setidaknya kau harus cepet move on. Kau terpuruk terlalu lama." Ia mengomel. Yein menggigit bibir lalu menyentakkan selimut di kakinya.
"Orang sableng mana yang bisa move on hanya dalam waktu dua minggu setelah putus cinta? Aku hancur, Mina. Berkeping-keping. Setidaknya, aku butuh waktu berminggu-minggu lagi untuk pulih." Ucapnya. Mina bersedekap.
"Itu terlalu lama. Jun bahkan sudah selangkah lebih maju darimu."
Ucapan Mina membuat Yein tersentak. Ia bangkit dengan seketika lalu menatap Mina dengan dalam dalam. "Maksudmu?" Keningny berkerut.
Mina kembali menarik nafas panjang. Sengaja mengulur waktu.
"Jun sudah masuk kuliah lagi setelah beberapa hari sempat tak kelihatan batang hidungnya. Sejak 3 hari yang lalu ia sudah aktif di kampus. Dan kau tahu apa yang terjadi, ia sering jalan bareng dengan Tae Hee." Ucapnya.
Yein menelengkan kepalanya dengan bingung.
"Tae Hee?" Ia bertanya heran.
"Tae Hee. Anak teater juga, sama dengan Jun. Yang rambutnya keriting sebahu," jawab Mina.
Yein terdiam sesaat. Mencoba mengutak-utak memori otakku untuk mencari gambaran tentang si Tae Hee.
Oh, ia ingat sekarang. Hwang Tae Hee. Teman Jun sejak SMP. Dia pernah cerita sedikit tentang dia. Jika tidak salah, Yein juga pernah bertemu dengannya beberapa kali.
"Itu tidak mungkin." Yein segera beranjak turun dari tempat tidur. Mina menatapnya bingung.
"Mau kemana?"
"Aku ingin melihatnya dengan mata kepalaku sendiri." Jawabnya.
"Setidaknya kau harus mandi dan berdandan dulu. Kau bau." Teriak Mina.
Langkah Yein terhenti di ambang pintu lalu tanpa berkata apa-apa, ia berbalik arah menuju kamar mandi.
***
YOU ARE READING
Stay With Me
Fanfiction"Kita akan bahagia bila melihat orang yang kita cintai bahagia, meskipun akhirnya ia bersanding dengan orang lain." ...... dan itu bullshit!