Bagian 5 - End

557 62 15
                                    

Jun pulang larut. Ia sampai di apartemennya dan mendapati tempat tinggalnya itu berantakan. Dan Yein tak ada di sana. Ia mencari perempuan itu di apartemennya sendiri, tapi apertemen itu juga kosong.

Jun menendang tempat sampah dengan kesal. Tangannya terkepal dan nafasnya naik turun karena amarah. Ia tahu, Yein pasti dibawa pulang dengan paksa oleh orang-orang papanya.

Lelaki itu segera beranjak, menuju jalan raya dengan langkah panjang lalu menghentikan sebuah taksi yang melintas. Taksi itu akan membawanya ke rumah Yein.

Seperti dugaannya, ketika ia sampai di rumah mewah Yein, beberapa orang penjaga menahan dirinya dan melarangnya masuk. Tapi Jun melakukan perlawanan. Ia mahir bela diri, sehingga tak pelak lagi, terjadi keributan di antara mereka.

Jun sendiri tak peduli. Ia akan masuk ke rumah itu dan menemukan Yein, bahkan jika ia harus membuat keonaran.

"Yein!"

Ia berteriak memanggil, lalu memasuki ruang tamu setelah terlebih dahulu melumpuhkan tiga penjaga yang tadi sempat menahannya.

"Aku bisa memasukkanmu ke penjara karena kau membuat masalah di rumahku!" Seorang lelaki setengah baya berdiri dengan tegap di depan tangga. Ia menatap tajam ke arah Jun.

Jun balas menatapnya tak kalah sengit. Lelaki itu adalah papa Yein.

"Lakukan saja semau anda. Masukkan aku ke penjara bila itu membuatmu puas. Tapi aku akan membawa Yein keluar dari rumah ini, titik!" Jun berteriak lantang.

"Kenapa dia harus pergi dari sini. Ini rumahnya."

"Karena ia tak bahagia di sini!" Jun kembali berteriak.

"Aku tak tahu kenapa anda tak menyukaiku. Jika anda tak menyukaiku karena aku miskin, aku akan bekerja keras. Aku akan mendapatkan pekerjaan mapan dan percayalah, aku bisa menghidupi Yein." Kali ini suara Jun terdengar lebih tenang. Ia mencoba berdamai dengan situasi.

"Setidaknya beri kami kesempatan untuk membuktikannya." Lanjutnya lagi.

Lelaki setengah baya itu terkekeh.

"Kau takkan bisa mendapatkan pekerjaan yang mapan. Aku berniat menghubungi kampusmu agar beasiswamu dihentikan dan kau dikeluarkan karena kau berani mengganggu putriku." Dengusnya.

Jun menarik nafas berat.

"Oke, lakukan saja. Keluarkan aku dari kampus. Tapi biarkan aku memiliki Yein." Jawabnya tegas.

Kening lelaki setengah baya itu mengernyit.

"Kau terlalu impulsif anak muda. Kau gegabah mengambil keputusan." Ucapnya dengan suaranya yang berat.

Jun menggeleng mantap.

"Tidak. Aku tidak pernah gegabah mengambil keputusan. Apapun pilihan yang kau berikan, aku akan tetap memilih Yein. Aku akan memperjuangkannya, bahkan jika itu harus menukar dengan nyawaku. Lalukan saja semau anda. Tapi satu hal yang tak bisa anda pungkiri, akulah satu-satunya orang yang mampu membuat Yein bahagia." Jun kembali menatap mata tua itu dengan tajam.

"Jadi, dimana dia sekarang?"

Lelaki setengah baya bertubuh agak gemuk itu tak segera menjawab.

"Haruskah aku menggeledah rumah ini sendiri? Oke, aku tak keberatan melakukannya." Jun beranjak, memasuki beberapa ruangan di lantai tersebut dan menyerukan nama Yein.

"Dia di kamar atas." Papa Yein berucap. Kali ini suaranya terdengar tenang.

Jun memutar arah dan bergerak menuju tangga tanpa mengucapkan terima kasih.

"Dan .... dia menolak untuk makan." Lelaki itu kembali berucap hingga membuat langkah Jun terhenti. "Sejak dibawa ke sini, ia menolak untuk makan. Bujuklah dia agar mau makan. Dia ... terlihat tidak sehat."

Jun tak salah dengar. Lelaki itu mengkhawatirkan putrinya.

Jun berbalik dan menatap lelaki tersebut dengan dalam.

"Aku akan menjaganya." Ucapnya singkat seraya kembali menaiki anak tangga. Langkahnya panjang, seolah-olah ia ingin menaiki dua anak tangga sekaligus demi bisa segera bertemu dengan Yein.

Ia menyeruak ke kamar Yein dan menemukan perempuan cantik tersebut duduk meringkuk di bawah jendela. Ia menekuk kedua lututnya, menopangkan kedua lengannya di sana, dan menyembunyikan wajahnya di dalam lipatan tangan tersebut.

Jun menatapnya dengan lega. Tanpa sadar, kedua matanya berkaca-kaca.

"Yein..." Panggil Jun lirih.

Yein mendongak. Wajahnya pucat pasi. Kedua matanya merah, seolah yang ia lakukan selama ini adalah menangis.

"Jun ..." Ia menjawab lirih. Ada nada kegembiraan di sana.

Jun tersenyum dan mengangguk.

"Aku menjemputmu. Ayo kita pulang." Jawabnya. Suaranya parau.

Yein tertegun. Selanjutnya kedua matanya berbinar. "Aku ... lelah." Bisiknya. Air matanya mulai merebak.

Jun kembali mengangguk. Ia mendekati perempuan tersebut. Berlutut di hadapannya.

"It's okay. Aku akan menggendongmu." Jawabmu. Ia membelai wajah Yein dengan lembut, lalu bangkit kemudian membopong tubuhnya.

"Kita akan pulang ke apartemenmu?" Yein bertanya lirih. Ia menyandarkan kepalanya di bahu Jun.

Lelaki itu mengangguk. "Ya, kita akan pulang. Ke tempat seharusnya kita berada." Jawabnya.

Ia membawa perempuan itu menuruni tangga dan keluar dari rumah mewah tersebut. Sesaat sebelum ia berhasil memanggil taksi, ia menyaksikan papa Yein berdiri di luar rumah, memandang dalam ke arah mereka. Tatapan itu bukan tatapan kemarahan, bukan pula tatapan restu. Tak apa-apa, ini toh sudah bagus.

Lagipula, ia tahu bahwa ia telah mengambil keputusan yang benar.

Bersama Yein, bersama orang yang ia cintai, di sampingnya.

Itu saja.

~~~~~

~~~~~

Selesai.

Stay With MeWhere stories live. Discover now