Bagian 2

473 49 1
                                    

Mereka duduk berdampingan di bangku taman. Mengobrol dengan akrab dan terlihat ... dekat. Jun tertawa ketika mendengar Tae Hee bercerita tentang sesuatu hal. Begitu pula sebaliknya.

Tae Hee, perempuan berambut sebahu dan berkulit agak gelap. Dia bahkan tidak cantik sama sekali!

Gigi Yein bergemerutuk dan tangannya mengepal. Setelah menarik nafas berkali-kali, ia melangkahkan kakinya ke arah mereka.

"Jun, bisa bicara sebentar?" Ia menyela obrolan mereka. Obrolan mereka terhenti dan mereka menatap Yein secara bersamaan. Jun tampak kaget melihat kedatangan perempuan itu, sementara Tae Hee tampak sedikit bingung.

"Yein?" panggilan itu keluar dari mulut Jun.

"Aku ingin bicara denganmu, berdua saja." Yein melirik ke arah Tae Hee. Perempuan itu seakan menerima sinyal rasa tak suka tersebut. Dengan kaku ia berdiri.

"Kalau begitu, aku ke aula dulu ya, Jun. Kita lanjutkan saja ngobrolnya nanti." Ia berucap lalu pamit pada Jun, sembari melirik ke arah Yein. Jun tersenyum lalu mengangguk.

Mereka berpandangan.

"Oke, apa yang ingin kau bicarakan? Apa masih ada hal yang harus dibicarakan di antara kita?" Ucapan Jun terdengar sedikit ketus.

"Baru dua minggu kita putus dan kau sudah dekat dengan perempuan lain?" tanya Yein sinis. Jun terkekeh.

"Lalu aku harus bagaimana? Menangisimu?" jawabnya. "Aku sudah berusaha bangkit dari luka akibat kau campakkan, Yein. Dan aku sedang berusaha untuk menatap ulang kehidupanku." Lanjutnya.

"Aku tak bermaksud mencampakkanmu. Kau tahu bahwa aku melakukan semua itu karena papaku." Yein nyaris berteriak. Jun kembali terkekeh sinis. Ia bahkan tidak berdiri dari tempat duduknya.

"Kenyataannya kau sudah membuat pilihan. Kau memilih menuruti orang tuamu dan melepasku. Jadi, mau bagaimana lagi? Tak ada jalan lain selain menerima keputusanmu 'kan?" tukasnya.

Mereka kembali berpandangan. Yein merasakan air matanya menitik.

"Apa kau tak mencintaiku lagi?" suaranya parau. Jun tak menjawab.

"Aku hancur, Jun. Aku hancur, berkeping-keping. Ini tak semudah yang kubayangkan. Menerima kenyataan bahwa kau tak bersamaku ternyata lebih sulit daripada harus beradu argumen dengan papaku seumur hidupku!" Yein berteriak. Air matanya mengalir deras. Dan kedua mata Jun juga tampak berkaca-kaca.

Lelaki itu bangkit. Tapi ia tak berusaha menenangkan perempuan di hadapannya. Ia bahkan tak menyentuhnya.

Ia menelan ludah lalu menatap Yein lebih dalam.

"Yein, dengar ... Akupun pernah mengalaminya. Ketika kau memutuskanku, hatiku hancur berkeping-keping. Aku bahkan menangis meraung-raung seperti bayi. Aku jatuh, jungkir balik. Tapi itu tak lama. Setelah sadar, aku mulai merenung. Kenyataan bahwa kita benar-benar berada di dunia yang berbeda, benar-benar membuat mataku terbuka. Aku mencintaimu, tapi cinta tidak harus diakhiri dengan kebersamaan 'kan?" tatapan Jun lembut.

"Hatimu mungkin hancur berkeping-keping. Tapi percayalah, kau akan mampu mengatasinya. Kau pasti bisa bangkit lagi. Menata ulang kehidupanmu, hatimu. Dan jika suatu saat kau bertemu dengan lelaki yang lebih baik dariku, aku pasti akan mendoakan kebahagiaanmu. Dan jika kau bahagia, percayalah, aku juga bahagia. Untukmu." Ucapnya.

Yein balas menatapnya.

"Apa itu artinya kau sudah siap membuka hatimu untuk perempuan lain? Perempuan tadi?" Yein nyerocos. Jun mengangkat bahu. "Aku tak tahu. Tapi jika itu terjadi, suatu saat nanti aku siap untuk jatuh cinta lagi. Aku siap untuk menata ulang kehidupanku." Jawabnya.

Yein menatapnya tajam.

"Dan aku tidak akan pernah rela," desisnya.

"Yein ..."

"Aku mencintaimu, dan aku takkan pernah rela melihatmu bahagia dengan perempuan manapun, selain aku!" ia berteriak.

"Yein ...." Suara Jun terdengar lembut. Tangannya terulur berusaha menyentuh lengan Yein, namun perempuan berhidung mancung itu mundur beberapa langkah.Ia tatap lurus ke arah mata Jun.

"Jika suatu saat nanti kau harus jatuh cinta lagi, maka jatuh cintalah lagi denganku. Jika suatu saat nanti kau ingin memulai segalanya dari awal, maka mulailah lagi segalanya dari awal, denganku." Ujarnya.

"Jun ... dulu kaulah orang yang mengejar cintaku. Dan sekarang, aku tak keberatan untuk ganti mengejar cintamu. Bahkan jika kau sudah tak punya cinta lagi untukku, aku akan mengerahkan seluruh tenagaku, demi bisa membuatmu jatuh cinta lagi padaku. Camkan itu." Ia berbalik, lalu beranjak meninggalkan Jun dengan air mata yang terus bercucuran.

Ia tidak bercanda.

Ia serius.

Ia takkan pernah rela melihatnya bahagia dengan perempuan lain.

Dan jika harus mengerahkan seluruh energinya demi bisa mendapatkannya kembali, akan ia lakukan.

Ia cantik dan pintar.

Dan ia pasti menemukan cara membuat Jun kembali padanya.

Pasti.

***

"TA-DA!"

Jun membelalak ketika menyaksikan Yein ada di depan apartemennya yang sederhana. Perempuan itu tersenyum sumringah dan menyapa Jun dengan ceria.

"Selamat pagi." Ia kembali menyapa. Jun masih tertegun sesaat sebelum akhirnya ia menyadari bahwa ia tak bermimpi.

"Untuk apa kau di sini?" Akhirnya kalimat itu yang keluar.

"Mulai sekarang kita jadi tetangga." Jawab Yein. "Aku menyewa aparteman sebelah." Ia menunjuk ke arah apartemen yang berada tepat di sebelah apartemen Jun.

Kedua mata bening Jun mengerjap.

"Untuk apa kau melakukannya?"

Yein kembali tersenyum. "Untuk mendapatkan kembali cintamu." Jawabnya enteng. "Kau tak menyuruhku masuk?"

"Tidak. Aku sedang tak ingin diganggu." Tukas Jun ketus. Dan Yein tampak tak tersinggung sama sekali. Perempuan itu tetap saja tersenyum manis.

"Kenapa kau harus repot-repot menyewa kamar sebelah?" Jun kembali bertanya.

Yein menatapnya lurus.

"Seperti yang sudah kubilang. Aku akan berjuang untuk mendapatkan cintamu kembali. Aku akan berusaha mendapatkan perhatianmu. Dan aku tak keberatan untuk mengejarmu sampai sini." Jawabnya. Bibir Jun terangkat sinis.

"Terserah kau saja. Aku tak tertarik." Dan ia menutup pintu, dengan satu sentakan keras.

Yein berdiri mematung, rahangnya kaku. Tapi ia sudah bersumpah, ia takkan mundur.

***

Stay With MeWhere stories live. Discover now