Jun tercenung di kamarnya yang tiba-tiba saja terasa pengap dan sesak. Padahal semua jendela telah ia buka dan ruangan juga telah ia bersihkan berkali-kali.
Lelaki berhidung mancung itu menatap phonselnya yang tergeletak di meja. Ia sudah memandangi benda tipis itu selama sekian jam. Ia benar-benar tak tahu apa yang harus ia lakukan. Ingin ia berlari ke apartemen Yein dan meminta maaf padanya, tapi nyalinya ciut.
Ingin ia mencoba menelpon atau berkirim pesan padanya, lagi-lagi ia seperti tak punya keberanian. Ia hanya merasa begitu jahat, tak berperasaan.
Lelaki itu tengah mondar-mandir ketika ia mendengar bunyi ribut-ribut di luar. Awalnya ia cuek, tapi tiba-tiba saja ia mendengar suara perempuan berteriak. Dan serta merta pikirannya tertuju pada satu hal : Yein!
Jun segera beranjak, berlari ke luar apartemen. Dan ketakutannya ternyata terbukti.
Tepat ketika ia sampai di luar, ia melihat beberapa orang tengah menyeret Yein ke sebuah mobil. Perempuan mungil itu terus meronta.
"Maaf, agasshi (nona). Kami hanya menjalankan perintah. Ayah anda menyuruh kami untuk membawa anda pulang." Seorang lelaki bertubuh kekar berusaha menenangkan Yein.
"Aku tidak akan pulang! Papa sudah menyuruhku pergi, kenapa ia harus membawaku kembali ke rumah itu lagi!" Yein berteriak. Ia terus meronta ketika beberapa orang terus memeganginya.
"Apa yang kalian lakukan padanya?!" Jun berteriak seraya berlari ke arah mereka.
Yein menoleh. "Jun!" Ia memanggil namanya dengan harapan lelaki itu akan menolongnya. Tapi ia kalah cepat, karena orang-orang bertubuh kekar itu berhasil memasukkannya ke dalam mobil dengan paksa.
"Yein!" Jun kembali berteriak. Dan mobil itu mulai berjalan.
"Yeiiinn!!" Jun berlari mengejar.
Sementara itu di dalam mobil, Yein tak berhenti melakukan perlawanan. Terlebih lagi ketika ia tahu bahwa Jun tengah berusaha mengejar mobil yang mereka tumpangi.
"Hentikan mobilnya!" Teriaknya. "Kalian takkan bisa membawaku pulang!" Ia membentak seraya terus berusaha melepaskan diri.
"Maafkan kami, agasshi. Kami hanya menjalankan perintah." Seseorang bertubuh kekar berusaha menenangkan Yein. Perempuan itu makin kalap.
"Jika kalian terus memaksa, aku akan menyakiti diriku sendiri agar papaku memberi kalian pelajaran!" Ia mengancam. Beberapa orang yang memegangi Yein tampak bingung. Dan kesempatan itu dipergunakan Yein untuk menggigit tangannya dan menonjok mereka dengan membabi buta. Terjadi keributan di dalam mobil. Kendaraan itu berjalan tersendat, dan Yein nekat membuka pintu mobil dari kursi penumpang, lalu meloncat keluar.
Dan, Jun menyaksikannya. Ia menyaksikan ketika mobil itu berjalan zig zag, tersendat, lalu berjalan lagi. Dan tiba-tiba pintu mobil terbuka, lalu sosok mungil itu terlempar keluar.
Tubuh Yein terhempas ke jalan lalu berguling beberapa kali. Entah karena takut atau karena alasan lain, mobil yang membawanya tadi terus melaju dengan kencang, meninggalkannya.
Jun melihat adegan itu dengan mata terbelalak.
Tenggorokannya tercekat. Ia yakin bahwa jantungnya sempat berhenti berdetak, sekian saat.
Jun mendekati sosok yang tergeletak itu dengan langkah terhuyung.
Lelaki itu tersengal, kehabisan nafas.
Mulanya Jun mengira Yein mati. Tapi ia lega ketika perlahan sosok itu bergerak, lalu berusaha bangkit.
"Paboya??!!! (Apa kau bodoh?!)" Jun berteriak marah ke arah pada perempuan itu.
Yein tampak meringis menahan sakit. Luka gores memenuhi lengan dan juga tungkai kakinya.
"Apa kau gila??!! Apa kau tak waras??!! Apa yang ada dikepalamu hingga kau harus meloncat dari mobil, hahh??!!" Jun kembali berteriak kalap.
"Bagaimana jika kau mati?? Bagaimana jika ..." Kedua matanya nampak berkaca-kaca. Ia menyisir rambutnya dengan frustasi.
"Aku tak mati." Jawab Yein kemudian. "Aku tak mati." Ulangnya.
Jun mendengus, dan ia jatuh berlutut.
"Jangan ..." desisnya. "Jangan pernah lakukan ini lagi, Yein. Jangan menakutiku lagi dengan cara seperti ini. Aku takkan bisa melihatmu celaka. Takkan pernah bisa ..."
Air mata Jun menitik.
Dan akhirnya Yein tahu, lelaki itu masih sangat mencintainya...
***
Jun menggendong Yein dan membawanya kembali ke apartemennya. Ia memeriksa luka di tubuh Yein tanpa mengatakan apapun. Lelaki itu berubah pendiam.
"Katakan sesuatu. Kenapa kau jadi diam begini?" Yein bersuara.
Jun tak menjawab. Ia mengolesi luka di kaki Yein dengan obat merah.
"Kau marah padaku?"
Jun kembali tak menjawab.
"Apa aku berbuat salah padamu?" Yein kembali bertanya.
Lelaki itu menggeleng pelan. Ia bangkit, mengambil tas besar di dalam lemari, lalu memasukkan beberapa potong baju ke dalamnya.
"Kau juga akan mengusirku?" Yein bertanya getir.
"Kau akan pulang, ke apartemenku." Jawab Jun sambil terus memasukkan beberapa potong baju ke tas besar tersebut.
Yein tertegun. Setengah tak percaya dengan apa yang didengarnya.
"Kenapa?" Ia memberanikan diri menanyakannya.
Jun menarik nafas panjang, lalu menatap Yein dengan lembut.
"Karena tak ada perempuan lain di hatiku, selain dirimu. Dulu, sekarang, dan selamanya." Jawabnya kemudian.
Kedua mata Yein berbinar. Senyum haru tersungging dalam bibirnya.
Jun berlutut di hadapannya lalu menggenggam tangannya dengan lembut.
"Aku memang marah padamu setelah apa yang kau lakukan padaku. Tapi satu hal pasti, aku takkan berhenti mencintaimu." Ucapnya, sembari mencium punggung tangan Yein.
"Sementara ini, kau akan tinggal di apertemenku, sampai luka-lukamu sembuh. Aku akan merawatmu." Ia membopong tubuh Yein yang ringan, lalu membawa ke apartemennya.
"Aku tahu ini akan sulit untuk kita. Tapi aku akan segera lulus dan mendapatkan pekerjaan yang layak. Aku pasti bisa menghidupimu dan mencukupi kebutuhanmu. Suatu saat kita juga akan punya rumah sendiri, tak perlu mewah, tapi nyaman untuk ditempati anak-anak kita. Dan jika segalanya sudah membaik, aku yakin papamu pasti merestui kita." Jun menata baju-baju Yein di samping bajunya.
"Aku tahu cara mendapatkan restu papaku dengan lebih cepat." Cetus Yein.
Jun menoleh. "Apa?"
"Punya bayi, mungkin." Pipi Yein merona ketika menjawabnya.
Jun terkekeh. Ia menggeleng.
"Tidak. Aku tidak akan melakukannya. Kau perempuan terhormat, Yein. Dan kau layak mendapatkan perlakuan lebih baik dariku, tidak hanya sekedar menidurimu dan menghamilimu." Jawab Jun.
"Kita akan melakukannya sesuai urutan. Aku bekerja, kita menikah dengan sebuah pesta, lalu baru punya anak." Lanjutnya.
Yein manggut-manggut. Jun bergerak dan mencium keningnya dengan lembut.
"Tidurlah. Besok aku akan ke tempat kerjamu untuk memintakan ijinmu. Dan mungkin besok aku akan pulang agak terlambat. Aku berniat bekerja paruh waktu di dua tempat sekaligus."
"Kenapa?" pertanyaan Yein terdengar protes.
"Aku harus bekerja keras, agar kau bisa kuliah lagi. Oke?" lelaki itu membelai pipinya dengan lembut. Dan untuk kesekian kalinya, ia terharu.
***
YOU ARE READING
Stay With Me
Fanfiction"Kita akan bahagia bila melihat orang yang kita cintai bahagia, meskipun akhirnya ia bersanding dengan orang lain." ...... dan itu bullshit!