Irene menatap ke arah jendela buram yang penuh debu disampingnya. Tempat parkir yang berada di bawahnya tidak lagi seramai dua jam yang lalu dan langit yang menaungi gedung sekolahnya telah berwarna kelabu. Memang sudah sejak pagi cuaca sedang tidak bagus. Seperti perasaannya.Seharian penuh ia tidak konsentrasi dengan pelajaran hanya memikirkan hal bodoh yang terbilang sangat tidak penting. Haha. Ia tertawa miris dalam hatinya. Menertawakan sikapnya yang terlalu berlebihan apalagi dalam kondisi seperti ini. Lalu kemudian air wajahnya kembali berubah. Yah, ia terlalu bodoh untuk mengingat masa lalu. Mengingat betapa bodohnya ia dalam menyadari sesuatu. Dan seharusnya ia mendengarkan apa yang Yuko katakan dan tentunya semua ini tidak akan terjadi. Itu karena dirinya.
Ia kembali mengingat pagi tadi saat guru Sejarah sekaligus wali kelasnya itu menyebutkan satu-persatu muridnya, mengabsen kehadiran murid-murid berprestasinya yang ia banggakan, hingga sebuah nama tersebut begitu saja setelah sekian bulan lamanya nama itu tidak pernah lagi tersebut di telinganya. Karena ia tau, tidak akan ada lagi yang pernah menyebut nama itu bahkan mengungkitnya.
Ia tau guru Han tidak sengaja menyebut nama salah satu muridnya yang berprestasi itu terlebih lagi di bidang Sejarah. Tapi, yang tidak diharapkan sudah terucap. Dan yang terjadi harus dibiarkan saja.
Irene kembali menundukkan kepalanya ke jalanan di depan sekolahnya yang sangat sepi dan mendengarkan detak jam yang menghitung setiap detiknya waktu yang telah berlalu. Bisa dibilang, ia telah menghabiskan banyak waktu yang terbuang dengan percuma.
Ia membuang nafasnya dengan kesal.
Persetan dengan waktu.
Jika saja gadis itu bisa mengembalikan waktu, tentu saja dia tidak akan seperti orang aneh sekarang. Tentu saja yang ada adalah seorang Irene yang ceria dan bahagia dimata semua orang. Dan ia tidak perlu lagi menunggu atau mengharapkan sesuatu yang bahkan tidak ada.
Karena pada kenyataannya, ia sedang menunggu seseorang.
Karena pada kenyataannya, seorang Bae Irene sedang menunggu kekasihnya dari lantai atas berharap ia bisa menemukan punggung laki-laki itu tengah membelakanginya, menunggunya di depan halte. Berharap laki-laki itu mau menunggunya sekali lagi.
Jika saja Irene mengecek pesan dari kekasihnya, Jika saja Irene tidak mengacuhkannya, Tidak akan ada penyesalan berkepanjangan saat ini.
Dan karena kesalahan adalah pelajaran menyakitkan bagi Irene.
****
Harumnya bunga ester,tetesan embun yang jatuh ke kelopak bunga lily yang mekar, dan datangnya seorang Min Yoongi di hadapannya dengan sebuket bunga Baby's Breath di pagi hari adalah eksistensi terbaik di mata Irene. "Selamat pagi,Bae." Laki-laki itu mengecup lembut pipi Irene dan sebelum laki-laki itu kembali menarik wajahnya gadis itu langsung menempelkan bibirnya ke bibir Yoongi yang dibalas dengan tawa kecil di sela ciuman mereka. "Morning too, Baby." Irene menarik bunga itu dari tangan kekasihnya."Oh my, apakah kalian harus berlovey-dovey di depanku?" Suara Yuko yang lewat dengan memegang buku astronomi yang sangat tebal mengalihkan keduanya. "Yah, kau harus menyingkirkan buku itu dari hadapanku." Irene tertawa keras membalas ejekan sahabatnya itu. "Jadi kau berniat membolos kelas Ryu ssaem hari ini?" Ia melotot kesal. Gadis itu hanya mengendikkan bahunya dan tersenyum misterius. "Kau harus membawaku ikut keluar." Yuko menunjuk kearah Irene seakan gadis itu akan menikamnya jika tidak menuruti apa yang dia mau. Irene tidak menjawabnya lalu beranjak dari duduknya dan menarik tangan Yoongi berjalan mendahului Yuko sahabatnya, menuju taman belakang.
"Apakah kau tau apa yang ada di pikiranku saat pertama kali bangun di pagi hari?" Yoongi duduk menghadap gadisnya saat Irene berhasil mengambil tempat lebih dulu di kursi taman yang panjang karena banyak siswa lain yang juga berada di taman belakang itu.