Pendingin ruangan tidak membuat suasana itu berubah. Keduanya masih terlalu emosi untuk sekedar mendinginkan pikiran mereka.
Yuko. Ya, wanita itu masih disana. Dengan setia duduk dihadapan laki-laki yang membuat segalanya jadi rumit.
Memejamkan matanya sembari memijit kepalanya. Tidak habis pikir.
Sudah meninggalkan Irene, ia juga menitipkan sahabatnya itu padanya? Bagian mana yang dianggap laki-laki itu sudah bertanggung jawab?
"Yoongi, sebaiknya kau pergi menemuinya. Setidaknya kau luruskan saja dulu masalahnya. Jika kau memiliki alasan untuk meninggalkannya, Irene juga memiliki alasan agar kau tetap tinggal."
Yuko memang seperti itu. Selalu terlihat bahwa ia yang paling dewasa diantara semuanya. Bahkan untuk urusan Irene dan Yoongi, ia juga sampai harus ikut turun tangan.
"Apakah tidak apa-apa? Jujur, aku tidak sanggup lagi melihatnya menangis. Sudah cukup aku menyakitinya."
Mata laki-laki itu sendu. Ya, kenyataan bahwa laki-laki itu masih mencintai Irene memang benar.
Wanita itu menghela nafas.
Mana kita tau kalau tidak mencoba, jawabnya dalam hati. Dalam hati saja, ia sudah tidak sanggup lagi berdebat dengan Yoongi.
"Persiapkan saja dirimu. Kau sudah harus bisa mengambil resikonya. Ingat? Lakukanlah seperti seorang pria."
****
Disinilah Yoongi sekarang. Di depan pintu apartemen gadis yang baru saja ditinggalkannya. Memohon pada mantan kekasihnya agar mau datang ke acara pernikahannya? Haha, bahkan untuk sekedar menyapa wanita itu ia bingung harus berkata apa.
Ah, ia baru sadar. Lama tidak berjumpa, tau-tau gadis berparas cantik di SMA-nya itu sudah tumbuh menjadi wanita. Wanita yang sukses. Yoongi dengar itu dari Yuko.
Tanpa sadar, lagi, sudut bibirnya tertarik keatas. Bodoh.
Bodoh. Rutuknya dalam hati.
Entah menyesal sudah meninggalkan wanita seperti Irene atau karena ia memutuskan untuk pindah ke Paris 5 tahun yang lalu.
Menggelengkan kepalanya pelan, ia lalu menarik nafas sedalam-dalamnya.
Ia memencet bel di depannya.
Bip
"Ah, ya. Tunggu sebentar. Siapa disana?"
"Ini aku. Yoongi."
Tidak ada jawaban lagi dari dalam sana. Laki-laki itu diam, menghembuskan nafasnya. Sudah ia duga. Irene tidak akan sudi lagi melihat wajahnya.
Yoongi memutar badannya, ketika kemudian suara pintu di hadapannya itu terbuka. Menampakkan sosok wanita yang tidak berubah sedikit pun dari memorinya.
Sekelebat bayangan di masa lalu terputar kembali di otaknya ketika menatap manik hazel itu.
Yoongi merindukannya.
****
"Kau melihat Yoongi?"
Irene meraih lengan Seulgi, tepat ketika gadis bermata kucing itu melewati gerbang.
Gadis itu menggeleng pelan. Salah satu jawaban mengecewakan dari sekian murid yang Irene tanyai.
Irene sudah berdiri di samping gerbang dari 1 jam yang lalu, tapi tanda keberadaan kekasihnya nihil.
Bukannya dia sudah berjanji mau mengantarkanku pulang, rutuknya.
Ini judulnya malah Irene yang menunggu laki-laki itu.