Meninggalkan tempat duduknya yang nyaman, laki-laki bersurai mint itu berjalan menuju dapur. Tangannya disembunyikan sedalam mungkin di kantong jaketnya.
Ia menahan nafas, tepat saat jaraknya bahkan kurang dari 1 meter di belakang punggung gadis itu.
Ia mengecat rambutnya lagi, ucapnya dalam hati. Mendapati Irene kini mengubah warna rambutnya yang semula berwarna brunette terang menjadi hitam gelap.
Pale skin-nya hendak meraih tengkuk wanita itu. Menyibakkan rambut yang menghalangi leher jenjangnya, mengecup lehernya, menjatuhkan banyak ciuman, dan mengatakan bahwa ia sangat merindukan gadisnya.
Namun dengan cepat Yoongi membuang jauh-jauh pikirannya itu. Dasar mesum, kau pikir kau siapa, rutuknya dalam hati.
Baru ia membuang pandangannya kearah lain, ternyata Irene kini sudah membalikkan badannya. Menatapnya dengan secangkir teh di tangannya. Bau earl grey menyeruak masuk ke dalam penciumannya, memberikannya sedikit ketenangan.
"Kau masih menyukai ini kan?"
Yoongi mengangguk cepat. Menyampingkan badannya sedikit, membiarkan Irene lebih dulu maju ke arah ruang tamu dan kemudian ia melangkah mengikuti sang pemilik rumah.
Irene adalah eksistensi terbaik yang pernah ia lihat dalam hidupnya.
Untuk sepersekian kalinya Yoongi menghela napas. Menyesali keputusan yang ia ambil. Tapi toh percuma.
Ia harus memanen apa yang sudah ia tabur.
"Jadi.. Apa yang ingin kau bicarakan, Yoongi?"
"Aku ingin membahas tentang kita," kalimat itu terlontar keluar.
"Oh,"
gadis itu mengangguk.
"Lalu apa yang ingin kau bahas? Bukankah semuanya sudah berakhir, hm?"
Irene tersenyum lembut. Bahkan Yoongi merasa harus mengasihani dirinya sendiri karena dia..
"Iya. Maksudku seperti itu, tetapi,"
Laki-laki itu mengangguk cepat. Bukan seperti itu maksudnya.
"Ada yang ingin kujelaskan. Ada yang ingin kuluruskan disini," katanya setelah menelan ludah susah payah.
"Oke, kalau begitu katakanlah."
"Aku masih menyayangimu."
