2. Janji

41 2 0
                                    

Aku membuka mata, melihat ke arah jam di meja ku. Sudah jam enam pagi, tampaknya aku tertidur di meja belajar semalam karena terlalu lelah buku tumpukan soal.

Dan sepertinya, semalam aku mimpi aneh, benar-benar aneh.

Aku bermimpi sesosok makhluk bersayap besar datang ke kamarku lewat jendela, aku juga bermimpi kakiku berdarah dan hampir terpeleset karena darahku sendiri, tapi sosok itu membentangkan sayapnya hingga aku tidak jatuh dan bersandar di sayapnya itu.

Aku yakin hanya mimpi, jendelaku tidak terbuka dan tidak ada darah apapun di kamarku.

Kecuali, sebuah kendi yang pecah berada di keranjang sampah kamarku, kendi yang kubuat bersama Ryuu di pekan kebudayaan.

Apakah semalam itu benar-benar mimpi?

Aku menemukan sebuah kertas, lebih mirip kertas abad pertengahan yang olahannya masih kasar dan digulung mirip perkamen, aku menemukannya di antara pecahan kendi itu.

Karena penasaran, aku membukanya.

"Perempatan pertokoan Hana Nyan, motor kawasaki, jaket, pemadam kebakaran, jam tujuh"

Apa yang baru saja kubaca?

Aku merasa akan terjadi sesuatu yang buruk, jadi aku bergegas mengenakan seragamku lalu membawa tasku, aku menenteng sepatuku dan pergi keluar rumah lewat jendela kamarku seperti orang kabur, karena jika aku lewat pintu depan aku malas bertemu orangtuaku.

Aku berlari secepat yang aku bisa, pertokoan Hana Nyan baru ramai saat sore hari dan tidak mungkin ramai pagi ini, bahkan kalau sedang ada diskon toko kue orang yang datang tidak akan terlalu banyak, mengapa aku merasa akan terjadi hal buruk di area itu?

*****

(Sementara itu di sisi Ryuu)

"Ibu, aku berangkat!" seru Ryuu sambil mengenakan jaketnya, udara terasa dingin jadi ia mengenakan jaket.

"Ryuu kun, motor Ninja mu dipakai kakakmu, pakai saja motor Kawasaki ayahmu" kata ibu Ryuu sambil mencuci piring.

"Iya ibu, aku pergi dulu" jawab Ryuu sambil memakai sepatunya dan pergi keluar, menyalakan motor Kawasaki milik ayahnya dan menyalakan mesinnya.

"Ryuu, bento mu ketinggalan!" seru ibu Ryuu, namun Ryuu tidak mendengar dan pergi menaiki motor ayahnya.

Ryuu melirik jam tangannya, sudah hampir jam tujuh, ia harus melewati jalan pintas agar tidak terlambat untuk ujian hari ini.

*****

Kakiku sebenarnya sudah lelah berlari, namun aku tidak menghentikan gerakanku karena aku sungguh memiliki firasat buruk di perempatan toko itu, aku berusaha untuk tidak menghiraukan tampang orang-orang yang bingung melihatku, aku harus cepat.

Kring... Kringgg...

Suara bel sepeda, mungkinkah itu Ryuu? Aku segera menengok ke belakang.

"Haai Gwen, butuh tumpangan nggak?" kata Haruna, teman sebangkuku. Ia mengendarai sepeda.

Tidak mungkin kan Ryuu naik sepeda untuk ke sekolah? Ia biasanya mengendarai motor Ninja nya.

"Haruna san, aku butuh sepedamu, biarkan aku yang mengendarai sementara kamu duduk di belakang, kumohon" kataku sambil menunduk.

"Ohh boleh aja sih, ada apa Gwen san?" tanya Haruna bingung sambil pindah ke jok sepeda belakang.

"Haruna, pegangan" suruhku.

Haruna menurutiku, lalu aku mulai mengendarai sepeda haruna secepat yang aku bisa menuju pertokoan Hana nyan.

"Lho, Gwen? Arah sekolah bukan kesini" tanya Haruna

Bring Me To LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang