Cinta..
Kata yang begitu tabu
Bukan tabu didengar
Namun tabu untuk diartikan
~~~~~"Jadi begitu sebab Allah menciptakan Hawa untuk Nabi Adam." Tutup Nazwa mengakhiri ceritanya di hadapan murid-muridnya. Sebagian muridnya ada yang mendengarkan dan ada yang mengantuk mendengar ceritanya, Nazwa tersenyum maklum melihatnya.
Trrriiiinnggg
"Bel pulang sudah bunyi. Hayoo yang tidur cepat bangun." Gurau Nazwa, dan tertawa kecil melihat anak didiknya yang buru-buru terbangun ketika mendengar bel pulang berbunyi.
Selesai berdoa pun mereka pamit dan pulang, namun tidak dengan seorang anak didiknya yang duduk di kelas 2 sekolah dasar tersebut, gadis kecil yang mengenakan tas berwarna biru itupun menghampiri Nazwa dengan perlahan.
"Ustadzah.." panggil gadis kecil tersebut."Iya Cika, kok belum pulang?" tanya Nazwa pada gadis kecil, yang bernama Cika, di hadapannya.
"Cika mau tanya. Kok Nabi Adam cepat banget suka sama Hawa? Memang cinta itu cepat ya ustadzah?" pertanyaan itu meluncur dengan polosnya dari bibir mungil Cika. Nazwa menghembuskan nafasnya perlahan. Inilah yang ditakutkan olehnya, anak-anak tersebut masih terlalu polos untuk mendengar cerita tersebut. Namun sudah tuntutan dalam kurikulum pelajaran untuk mulai mengenalkan kisah para nabi dari awal.
Nazwa meminta Cika duduk di salah satu bangku, berhadapan dengannya. Nazwa mengelus kepala Cika yang terbalut kerudung sekolah seraya berfikir apa yang harus dikatakan agar gadis kecil ini paham.
"Cika kok nanya gitu? Memang Cika tau cinta itu apa?" tanya Nazwa. Terlihat kening Cika berkerut tanda berfikir, namun dia hanya menggeleng sambil menunjukan deretan giginya."Ustadzah kasih tau ya. Cika udah ngerasain loh yang namanya cinta." ucap Nazwa. "Yang benar ustadzah?" tanya Cika penasaran.
"Iya, bahkan cintanya Cika ini pasti abadi banget."
"Tapi Cika ga ada tuh suka-sukaan sama cowo, ustadzah. Cika kan mau belajar bukan suka-sukaan." bantah Cika.
"Haha iya ustadzah paham." Nazwa mencubit gemas pipi Cika yang terlihat tembam. "Gini loh maksud ustadzah. Cinta itu bukan hanya untuk lawan jenis, Cika. Tapi untuk semua. Cika punya orangtua, dan cinta Cika ke merekalah yang ustadzah maksud dengan cinta abadi." jelas Nazwa. "Cinta yang tulus antara anak dengan orangtua, ketulusan untuk menyayangi dan mendoakan mereka." tambahnya.
Cika mengangguk-angguk perlahan, "jadi, cinta itu saling mendoakan ya ustadzah?" tanya Cika polos. Nazwa tersenyum mendengarnya. Rumit menjelaskan definisi cinta, sangat rumit.
Nazwa menghembuskan nafasnya perlahan lalu mengelus kepala Cika dengan lembut. "Cika , mencintai itu harus dilandaskan karena Allah, karena Dia Sang Maha Cinta. Mendoakan, adalah salah satu cara mencintai yang baik." jelas Nazwa. Cika menggaruk-garuk kepalanya dengan bingung.
"Bingung ya? Udah, suatu saat nanti ustadzah akan jelaskan kembali kalau udah waktunya. Sekarang pulang ya, nanti ditunggu sama ibu dan ayah." ucap Nazwa. Cika pun berpamitan dan berlari-lari kecil dengan semangatnya menuju rumah. Nazwa hanya tersenyum melihat anak didiknya tersebut.
♦♦♦♦♦
"Assalamu'alaikum" ucap Nazwa seraya masuk ke dalam rumah.
"Wa'alaikumussalam." jawab Anisa yang sedang menonton televisi. "Kak, mana cemilanku?" tanya Anisa penuh semangat.
"Duuhh semangat banget kalo soal makanan." ledek Nazwa, Anisa terkekeh mendengarnya. "Ini cemilan kamu, dan ini makanan taruh di dapur. Kakak mau ganti baju." ucap Nazwa seraya memberikan 2 kantung belanjaan.
Sambil menuju kamar ia memikirkan pemuda yang tadi dilihatnya sekilas di ruang kepala sekolah. "Siapa dia?" batin Nazwa.
Nazwa berusaha mengenyahkan pikiran itu, ga boleh mikirin yang bukan mahram. Zina pikiran nanti. Begitu pikirnya. Ia pun segera mandi untuk menyegarkan diri dan pikirannya.
♦♦♦♦♦
"Rasyid, ini dokumen yang dititipin Rendi." ucap seorang gadis seraya memberikan map berwarna merah.
"Oh iya makasih Fa, taruh aja di situ." ucap Rasyid sambil menunjuk meja kecil di sampingnya. Gadis itupun meletakkan map tersebut. Dia adalah Syifa, teman sekantor Rasyid. Gadis yang berusia 23 tahun, dengan wajah berparas cantik dan putih, memiliki bulu mata lentik tanpa harus dijepit atau memakai bulu mata palsu seperti kebanyakan wanita.
"Syid, nanti makan siang bareng yuk?" ajak Syifa sambil membetulkan bros penghias kerudungnya yang bermotif bunga-bunga.
"Hhmm boleh lah, aku juga udah pusing banget sama nih kerjaan." jawab Rasyid sambil sibuk mengetik di komputernya.
"Oke, nanti aku tunggu di kantin ya." ucap Syifa, Rasyid hanya mengacungkan jempolnya tanda oke sehingga tidak menyadari rona merah yang muncul di kedua pipi Syifa.
Rendi datang tak lama kemudian sambil membawa segelas kopi dari pantry,
"Syid, tadi map udah dikasih kan?" tanyanya sambil duduk di mejanya yang bersebelahan dengan Rasyid."Iya, udah kok Ren. Makasih ya. Tadinya saya kira hilang, ternyata kebawa sama kamu." ucap Rasyid seraya merenggangkan otot-otot tangannya yang kaku.
"Makanya lain kali tuh hati-hati." Rendi menyesap kopinya dengan perlahan agar rasa kantuk yang tengah menyerangnya segera minggat.
"Kemarin kan saya buru-buru karena umi udah boleh pulang dari rumah sakit." Rasyid mengambil map merah tersebut sambil membaca ulang berkas-berkasnya. "Oh iya, nanti siang makan bareng sama saya dan Syifa ya di kantin." ajaknya.
"Nggak usah. Saya ga mau ganggu kamu." tolak Rendi lalu terkekeh.
"Justru kamu penyelamat. Perempuan dan laki-laki kan ga boleh berduaan aja." ucap Rasyid."Tapi kan kantin rame bro, ga sepi kaya kuburan."
"Tapi saya makannya berdua Syifa. Saya ga mau timbul fitnah."
"Haha iya iya. Saya temani." Rendi pun akhirnya mengalah dan memilih menemani Rasyid dan Syifa.
♪♥♪♥♪♥
KAMU SEDANG MEMBACA
Kidung Cinta..
SpiritualJadi, apa itu cinta? Kepada siapa cinta ditujukan? Bagaimana cinta? Cinta yang murni atau cinta yang nafsu?