Cinta tak melulu soal memiliki dan dimiliki.
Terkadang, ini tak lebih sebagai sebuah harapan. Agar dia, orang yang teramat kau cintai, hidup.
Itu saja.
*********
Hani memasuki ruangan perawatan itu dengan hati-hati. Kak Im Na yang memberinya ijin untuk mengunjungi Wonu di kamarnya.
Ketika ia berada di sana, ia melihat sosok lelaki itu terbaring tenang di tempat tidur. Selimut menutupi bagian tubuhnya dari pinggang ke bawah. Masih mengenakan topi rajut, mata lelaki itu terpejam.
Air mata Hani kembali menitik. Sekuat tenaga ia menahan isak tangisnya. Tapi ia tak berhasil. Menutup mulutnya dengan tangan, tetap saja ia sesenggukan, pelan.
Entah karena menyadari keberadaan Hani atau karena mendengar isak tangisnya, tubuh Wonu bergerak. Perlahan kedua matanya terbuka dan ia menoleh. Menatap ke arah Hani dengan lemah. Ia menyipit, setengah tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Lalu lelaki itu tersenyum.
"Hani-ah ...." Panggilnya lirih. Dan matanya kembali terpejam. Ia tertidur lagi.
***
"Harusnya kau mendengarkan kata dokter. Kondisimu masih lemah, mestinya lusa atau lusanya lagi kau baru boleh pulang." Kak Im Na mengomel kesal.
Tapi toh ia tetap saja membantu Wonu berkemas-kemas. Adik satu-satunya itu hanya terkekeh. Tangannya juga sibuk melipat beberapa baju tipisnya.
Hari ini ia memaksa pulang dari Rumah Sakit meski dokter melarangnya.
"Nuna, aku hanya akan tiduran saja. Oke? Jadi, mau tiduran di rumah atau di rumah sakit, sama saja 'kan?" Jawabnya. Kak Im Na hanya mendengus kesal. Ia memasukkan beberapa baju Wonu ke tas.
"Nuna, selama aku sakit, apa ada seseorang yang mengunjungiku?"
Pertanyaan Wonu mengalihkan perhatian kak Im Na. Perempuan itu menghentikan tangannya yang sibuk berkemas-kemas. Ia melirik ke arah Wonu sesaat, tapi kemudian asyik berkemas-kemas lagi. "Maksudmu?" Ia bertanya tanpa melihat ke arah adiknya.
Wonu tak segera menjawab. Ia mengangkat bahu, bingung.
"Entahlah. Aku hanya merasa bahwa ...." Ia mendesah. "Nuna masih ingat Hani 'kan?"
Bibir kak Im Na berdecak. "Ya, ya, tentu saja aku masih ingat dia. Bagaimana mungkin aku bisa lupa tentang dia. Kau memajang foto-fotonya di kamarmu selama sekian tahun, mengatakan bahwa dia adalah perempuan satu-satunya yang kau cintai, bagaimana aku bisa lupa tentang dia." Jawabnya. "Memangnya ada apa dengannya?" Ia bertanya malas-malasan.
Wonu terdiam lagi.
"Selama aku sakit, aku merasa dia sering mengunjungiku, setiap malam. Di sini. Tapi, itu mustahil 'kan? Aku pasti sedang bermimpi." Ia terkekeh.
Kak Im Na mematung sesaat. Ia meletakkan baju-baju yang tadi ia lipat, lalu berbalik menghadap Wonu.
"Kau tak bermimpi." Ucapnya. Wonu mendongak, menatap ke arah kakaknya. Matanya menyipit tanda tak mengerti.
"Kau tak bermimpi, Wonu-ah. Sejak kau di rawat di sini, Hani memang selalu mengunjungimu. Setiap malam dia ke sini, menungguimu. Aku yang mengijinkannya." Kak Im Na melanjutkan.
Wonu tak bergerak. Terlihat syok.
"Beberapa hari yang lalu aku bertemu dengannya tanpa sengaja. Dan ..." Kak Im Na menggigit bibirnya. "Aku menceritakan kondisimu padanya. Semuanya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Always It's You
FanfictionPernikahan antara Hani dengan Dojun terpaksa diundur karena lelaki itu harus melakukan perjalanan bisnis ke Eropa yang tak bisa ditunda. Kecewa dengan perubahan rencana pernikahan tersebut, Hani memutuskan untuk bepergian ke Chanwon. Di samping ing...