Setiap hari Hani rajin mengunjungi Wonu di rumahnya. Terkadang ia membawakan buku, terkadang membawakan makanan kesukaannya, terkadang pula membawakan DVD film. Mereka sering menghabiskan waktu bersama-sama. Entah itu menonton dvd film di home theatre yang ada di rumah, atau hanya sekedar mengobrol di balkon kamar.
Hani juga yang selalu mengantarkan Wonu untuk kontrol di Rumah Sakit. Dan ketika keadaan lelaki itu membaik, mereka jalan-jalan di taman kota. Seperti yang mereka lakukan sore itu.
"Kapan kau akan kembali ke Seoul?" tanya Wonu. Ia duduk di bangku taman dengan pandangan ke arah jalan raya. "Entahlah." Hani menjawab asal.
"Lalu, kapan pernikahanmu?" Lelaki itu kembali bertanya. Kali ini menatap perempuan di sampingnya. Hani menarik nafas dan balas menatapnya.
"Aku sudah bilang padamu, aku tak akan menikah dengannya." Jawabnya. Bibir Wonu berdecak kecewa. "Hani-ah, aku memintamu bersamaku, menemaniku, bukan berarti aku melarangmu menikah."
"Kau tak melarangku. Aku yang memutuskannya sendiri." Potong Hani.
Wonu menggeleng-geleng lirih. "Kau harus menikah, Hani-ah. Kau harus bahagia. Maksudku ... umurku tidak akan lama. Aku bisa mati kapan saja. Nanti, besok, lusa, atau lusanya lagi. Jadi ..."
Tangan Hani terulur dan menggenggam tangan Wonu. Ia menautkan jemari-jemari mereka.
"Aku memilih bersamamu. Oke? Jadi, tolong hargai itu." Gumamnya lembut. Mereka berpandangan. "Kenapa?" Wonu juga bertanya lembut. Hani tersenyum.
"Karena aku mencintaimu." Jawabnya.
"Karena aku sakit." Wonu meralat.
"Tidak. Karena aku mencintaimu." Hani mengoreksi dengan mantap. "Aku mencintaimu. And always it's you. Jika aku memilih bersamamu, bukan karena kau sakit. Tapi karena aku mencintaimu, sejak dulu, sampai sekarang. Kau harus percaya itu."
"Dan tunanganmu?"
Hani mengangkat bahu. "Aku akan menjelaskan semua padanya." Jawabnya. Dan ia memang akan melakukannya. Besok, ia akan memesan tiket ke Seoul. Karena semalam ia menerima email dari Dojun yang berisi : aku menyelesaikan perjalanan bisnisku lebih awal. Besok aku sudah pulang. I miss you ...
***
Hani melepaskan cincin pertunangannya lalu menyorongkannya ke arah Dojun melewati permukaan meja. Selesai sudah!
Ia sudah menceritakan segalanya pada lelaki tampan itu. Tentang Wonu, tentang penyakitnya, tentang masa lalu mereka, dan tentang keinginannya untuk menemaninya di saat-saat terakhir kehidupannya.
"Aku jauh-jauh pulang dari luar negeri tidak untuk menerima lelucon seperti ini, Hani-ah!" Dojun menatap Hani dengan mata nanar. Hani menunduk, air matanya mengalir deras. Untung restoran tempat mereka bertemu dalam kondisi sepi sehingga obrolan mereka tak mengundang perhatian orang lain.
"Aku tak punya pilihan. Wonu sakit, dan dia membutuhkan aku." Desisnya.
"Lalu apa aku harus sakit dulu agar kau lebih memilih bersamaku?" suara Dojun serak. Matanya mulai berkaca-kaca. Tenggorokan Hani terasa tersekat.
"Apakah kau mencintaiku?"
"Aku mencintaimu." Jawab Hani.
"Tapi kau lebih mencintainya 'kan? Kau lebih mencintai lelaki sekarat itu 'kan?"
Kali ini Hani tak menjawab. Air matanya terus mengalir. Dojun mengepalkan tangannya. Rahangnya kaku, ia membuang pandangannya keluar jendela.
Ia tahu, jawaban Hani adalah 'ya'.
KAMU SEDANG MEMBACA
Always It's You
FanficPernikahan antara Hani dengan Dojun terpaksa diundur karena lelaki itu harus melakukan perjalanan bisnis ke Eropa yang tak bisa ditunda. Kecewa dengan perubahan rencana pernikahan tersebut, Hani memutuskan untuk bepergian ke Chanwon. Di samping ing...