Jilbab Pertamaku

330 10 1
                                    

Seorang wanita datang menghampiri Zarah. Dia membawa selembar kain ditangannya, tak tahu kain apa itu. Wanita itu, menghampiri Zarah semakin dekat. Dia memasangkan kain itu ke kepala Zarah, dan kain itu ternyata adalah jilbab.

Zarah terbangun dari tidurnya. "Astagfirulloh, saya hanya mimpi." Gumamnya dalam hati.

Tak hanya sekali mimpi ini muncul dalam tidur Zarah. Dan ini yang kesekian kalinya. Kesekian kalinya pun, Zarah mengacuhkan mimpi ini. Tapi kali ini lain. Zarah merasa mimpi-mimpi ini adalah panggilan Sang Pencipta, panggilan Sang Maha Pemberi Hidayah untuk menutup aurat.

***

"Ma, untuk acara besok di sekolah, Zarah mau pakai jilbab." Zarah dengan terbata-bata.

"Tidak mimpi kamu? Beneran mau pakai jilbab? Cuma untuk besok atau seterusnya?" Tanya Mama.

"Beneran Ma. Hmm, pengennya seterusnya. Bagaimana Ma?." kata Zarah ragu.

"Yaa, terserah kamu saja." Kata Mama.

Dengan rasa senang, ragu, cemas, takut, pokoknya campur aduk, Zarah bersama kakaknya pergi ke toko membeli perlengkapan yang harus dikenakan Zarah di acara sekolahnya besok termasuk jilbab.

***

Dengan penampilan baru, Zarah keluar dari rumahnya. Jilbab sebatas leher yang membuatnya beda dan baju lengan panjang yang menutup sampai ke pergelangan tangannya.

Zarah agak ragu datang ke sekolah, dengan penampilan barunya. Rasa malu, nggak pede muncul dalam dirinya saat itu. "Bismillah ajah deeh." Gumamnya.

***

Berdiri di depan pagar, langkah kaki Zarah seakan berat melangkah masuk ke sekolah. Tak siap bertemu teman-temannya. Di kakinya seakan ada lem melekat kuat dengan aspal. Apalagi hari ini dia menjadi dirigen lagu Indonesia Raya, menyanyikan Indonesia Raya.

"Eeh, ada Zarah. Kenapa nggak masuk?." Sapa Kadir teman sekelas Zarah, memergoki Zarah hanya berdiri di depan pagar.

"Anu, itu... Hehe." Zarah mencari alasan.

"Hmm, sebentar. Sepertinya ada yang beda." Kadir memperhatikan Zarah dengan seksama. "Ooh iya!!! Kamu pakai jilbab. Haha, kayak ibu guru. Ibu guru Zarah. Haha. " Kadir mengejek.

"Biarin..." Balas Zarah tak peduli. "Sudah sana pergi."

***

Dengan sedikit gugup Zarah memberanikan dirinya masuk ke dalam sekolah. Zarah seakan ingin menutup wajahnya. Tak berani bertatap muka dengan teman-temannya.

"Zarah?!." Sapa Ika salah satu sahabat Zarah di sekolah.

"Hehe, iya Ika." Balas Zarah.

"Wah, alhamdulillah, akhirnya pakai jilbab juga kamu. Cantik." Ika memuji.

"Alhamdulillah, Ka." Zarah malu.

Tanpa panjang lebar Zarah dan Ika menuju tempat duduk yang sudah tersedia di aula sekolah. Di sana Iin, Kiki, Wulan dan siswa-siswi berkumpul. Zarah makin gugup masuk ke aula. Walaupun Ikha menenangkan dirinya, tapi Zarah tetap saja ragu.

"Eeh, Zarah datang. Wah, penampilan baru." Sapa salah satu teman kelasnya.

"Zarah, kayak Ibu-ibu makai jilbab. Haha."

Zarah hanya diam tak menanggapi, berusaha menenangkan diri dari cibiran teman-temannya.

"Rah, acara udah mau mulai. Ayo cepat ke depan. Pandu kami." Ikha mengingatkan.

Zarah makin gugup, seakan ingin pergi dari tempat itu. Tapi, apa hendak dikata dia telah dipilih menjadi dirigen. Dengan langkah yang berat, Zarah berjalan menelusuri siswa-siswi dari kelas lain.

Semua mata tertuju pada Zarah. Tertuju pada apa yang dikenakan Zarah, iya jilbabnya. Jilbab yang baru dikenakannya.

Zarah sudah berada di depan semua siswa dari kelas XII. Jantungnya berdetak kencang. Dari kerumunan siswa ada suara yang tertangkap ditelinga Zarah "Wah, cantik, manis." Membuat Zarah semangat memandu mereka.


Hiduplah Indonesia rayaaa...

Ketika Hidayah MenyapaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang