Bab 4 (Han Joo Hyun)

413 6 1
                                    

Seseorang hadir di atap gedung ini setelah sekian lama kupikir mungkin tak ada kenangan bersama orang lain selain 'bersamanya' dan yang akan kutinggalkan setelah aku pindah nanti. Tempat itu telah dan akan menyimpan banyak kenangan.


Gadis itu selalu datang tanpa seizinku. Tapi setelah kusadari sesuatu aku justru ingin ia tetap berada di atap asrama ini, menghabiskan malam seperti yang kulakukan setiap harinya. Ini seolah... aku kembali ke masa lalu. Seolah aku berada di samping gadis yang dahulu selalu menemaniku, berada di sampingku, yang menjadi pujaan hatiku, dulu, di atap asrama.


Dengan maksud untuk menghabiskan malam seperti biasanya, aku naik ke atap. Kudapati seseorang duduk meringkuk di atas kursi kayu di sana. Aku tahu ia adalah gadis itu lagi. Ketika aku berniat pergi, secepatnya timbul niatan lain yang mendorongku untuk mendekatinya.


Aku sampai di dekatnya tanpa ada perasaan apapun. Tanpa gugup, tanpa getaran. Biasa saja, sama seperti ketika aku berada di dekat gadis-gadis lain. Namun sejurus kemudian kulihat matanya berkaca-kaca, raut kesedihan nampak jelas di wajahnya, semenjak itulah hatiku menjadi bergetar. Bagiku itu sangat disayangkan. Mata indah dengan tatapan teduh itu tak boleh sirna digantikan oleh kesedihan. Begitu sayang bila keteduhannya yang membuat hatiku nyaman bila menatapnya, tiba-tiba saja ternoda oleh air mata. Sebuah tatapan hangat miliknya begitu berharga bila air mata membuatnya redup.


Gadis itu menyadari kedatanganku, ia memohon untuk tetap berada di sana. Di saat itu pula aku menyadari sesuatu yang berbeda dari biasanya. Ada satu lagi yang kutangkap dari tatapan teduhnya, yaitu kehangatan.


Ketika suasana hatiku sedang seperti dirinya, akan kulakukan hal yang sama. Aku akan ke atap asrama, lalu menari. Kadang kala jika aku merindukan kedua orang tuaku, atau ketika sedang cedera karena latihan, atau ketika aku merasa tertekan sepulang sekolah, bisa kuhabiskan waktu di roooftop hingga pagi hari. Entah kenapa, aku hanya merasa bebas hidup di sana. Di tempat itu aku berteman dengan bintang, menikmati panorama deretan gedung yang menjulang, ditemani dengan hembusan angin malam.


Dahulu, seorang gadis selalu menemani setiap malamku di sana, menghabiskan waktu bersama, saling berbagi baik di kala suka maupun duka, ia adalah cinta pertamaku. Namun gadis itu kini telah berada di atas dan bersinar terang.



***


Mataku tertarik untuk mengamati setiap gerak-gerik gadis Indonesia itu, mengamati bibirnya yang terus bercerita panjang lebar tentang masalahnya. Pula kuamati rambutnya yang terikat setengah, hitam dan panjang melebihi bahu, berponi panjang membelah rambut tengahnya. Ketika pertama kali aku menatap wajahnya, aku menyadari sesuatu yang berbeda. Aku tak pernah menemui seseorang sepertinya. Maksudku, tatapan miliknya itu. Benar, aku memang belum pernah bertemu dengan seseorang sepertinya.


Matanya tak seperti mata milik gadis-gadis lain yang pernah kutemui sorotnya yang teduh dan berbola legam. Rasanya aneh saja karena ini pertama kalinya aku bisa melihat wajah seseorang dari negeri nan jauh dan terpisah oleh samudera itu.


"Saya pikir Saya sudah bisa melupakannya. Tapi ternyata melihat fotonya bersama gadis lain, itu membuat hati Saya terluka," ungkapnya mengakhiri cerita.

Promise Me, Remember MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang