Di bawah sinar bulan dua pasang kaki berjalan beriringan, langkahnya berat dan gontai. Merkuri remang sepanjang jalan memantulkan cahaya ke wajah kami berdua. Angin yang sedikit lebih dingin dari malam kemarin terus berhembus, mengibarkan helaian rambut hitam pekat yang indah.
Tiada percakapan seperti biasa sepanjang jalan pulang ini. Tak ada celotehan absurd yang ia lontarkan. Tak ada omelan dan celaan yang sering saja keluar dari mulutnya. Malam ini terasa berbeda, lebih hangat meski musim mengarah lebih dingin.
Dua pasang langkah kaki memasuki halaman asrama secara berdampingan. Kegelapan menyambut kedatangan kami.
"Apa kau merasa canggung setelah aku mengungkapkannya?" ucapku memulai ketika ia dan aku melangkahi anak tangga di lantai pertama.
"Aku tidak tahu harus menjawab bagaimana." Kata-kata yang sederhana itu terucap dari bibirnya yang ranum. Nadanya lembut terdengar.
"Kau harus mulai memikirkannya," kataku. Ia berhenti mendadak. Kukira ia terkejut, tapi sepertinya ia bisa menyembunyikan. "Aku hanya ingin kau membuka perasaanmu untukku."
"Mianhae," jawabnya. "Aku datang ke Korea untuk belajar, jadi aku harus fokus dan aku sama sekali tak ingin memikirkan itu. Tapi seperti yang kauminta, aku akan mencobanya."
Tepat setelah mengakhiri kalimat terakhirnya, gadis itu berlari menaiki anak tangga selanjutnya. Ia yang telah menghentikan detak jantungku, denyut nadiku, yang telah membunuh diriku hingga jatuh ke dalam cinta. Baiklah, aku akan menunggu.
***
Aku tersenyum di atas panorama alam semesta. Malam ini berbeda. Malam-malam sebelumnya aku di sini bersama Seol Ji Ah. Namun kali ini gadis itu memberi bintang-bintang kesempatan untuk menemani malamku tanpa dirinya, di atap gedung asrama bersama mereka dan cahyanya.
Aku terus berdiri di sini, merenung, melamun, aku hanya akan bisa memikirkan gadis itu, hanya akan merasa pedih dan terluka. Bagaimana dengan menari? Biasanya aku menari untuk melupakan keluh kesah. Tapi sekarang tidak ada minat untuk melakukannya. Perasaan hatiku saat ini membuatku lelah.
Tak apa, Jia. Aku akan menunggu.
Saat ini, mungkin ada hati lain yang terluka di sana. Aku tahu aku bersalah, menjadikan semua seperti ini. Tapi... hubungan itu sudah terlalu lama, bukan? Sudah tak ada kejelasan lagi, tak ada alasan untuk mempertahankan. Anggap saja aku dan Yemi bukanlah apa-apa, gadis itu juga tahu. Aku mengerti ia telah sepenuhnya melupakanku, menghapus nama Han Joo Hyun di hatinya, bahkan lupa bahwa dulu kami pernah bersama.
Tubuhku bangkit, berjalan ke arah tembok pembatas. Senyumku mengembang setelah kuangkat kepalaku menatap megahnya angkasa raya. Sebuah kerlipan cahaya yang indah membuatku tak ingin berpaling. Bintang di sana itu, bintang yang bersinar paling terang di antara semua bintang yang ada. Berpijar bagai bohlam raksasa yang menyinari insan di dunia. Bisakah aku meraihnya? Ingin rasanya kugapai dan kugenggam erat. Agar kelak aku bisa bersinar seterang dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Promise Me, Remember Me
Teen Fiction"Berjanjilah padaku, jangan lupakan aku!" Alizia Siregar a.k.a Seol Ji Ah Pelajar asal Bandung yang datang ke Korea untuk melakukan studi pertukaran di bangku kelas 2. Secara tak sengaja, ia bertemu dengan seorang laki-laki yang merupakan tetangga a...