Aaron terus melangkahkan kaki-nya, sambil tetap menggandeng tangan Lox dengan erat. Ekspresi kemarahan yang tercetak jelas di balik wajah pria itu benar-benar menakutkan.
Sesampainya di ANC. Aaron menaiki tangga ke lantai atas, dan membawa diri mereka menuju kamarnya yang terletak di ujung.
Hawa gelap serta udara yang hampa kini memenuhi pandangan mereka masing-masing.
Setelah membanting pintu dengan keras. Barulah Aaron berbicara kepada gadis yang berada di hadapannya saat ini, "Apa yang kau lakukan dengan pria tadi?!"
"Maksudmu?"
"Di dalam kamar, berdua dengannya. Apa yang kalian lakukan?"
"Oh, itu." Jawab Lox yang mengerti maksud dari pertanyaan Aaron. "Tentu saja aku bekerja."
"Kau tolol!"
Lox membulatkan matanya tak percaya, "Apa katamu?!"
"Kau- " Aaron menunjukan jarinya di depan wajah Lox. "- Tolol! Kau adalah wanita murahan yang mudah menyerahkan tubuhmu untuk pria belang di luar sana."
Entah kenapa perkataan Aaron cukup menyayat hatinya. Tapi ia tak tinggal diam dan membalas perkataan tajam dari pria yang ada di depannya saat ini, "Aku tak peduli apa yang kau katakan. Jika sudah tidak ada yang penting lagi, lebih baik aku pergi sekarang."
Baru saja Lox hendak bangkit berdiri, tubuh Aaron menghalanginya. "Minggir!" Perintah Lox malas.
"Buat apa?" Aaron bertanya kepada Lox yang tubuhnya lebih pendek darinya. Merasa tak di gubris membuat Lox menggeser tubuhnya ke kanan agar memudahkannya untuk menghindar dari Aaron.
Tapi pria satu itu masih keukeh menghalangi jalan Lox. Oleh karena itu Lox mendorong dada Aaron dengan maksud agar pria itu mundur. Tapi sayang justru tangannya berhasil di tangkap oleh Aaron.
"Aku bilang minggir, Aaron!"
"Untuk apa? Agar kau bisa bertemu dengan pelanggan selanjutnya lagi, begitu?"
"Ya!"
"Kau murahan, Lox!"
"Aku tidak peduli."
"Kau adalah wanita rendahan yang pernah ku kenal. Ku kira kau adalah tipe wanita yang baik."
"Terimakasih untuk pujianmu. Dan sekarang aku mau pergi," pun Lox menghempaskan tangan Aaron dari lengannya.
Sudah cukup kedatangan pria itu yang tiba-tiba mendatangi motel dimana dia sedang bekerja dengan pelanggannya, sehingga membuatnya menjadi malu.
Sudah cukup juga Lox di hina seperti tadi. Bahkan kata-katanya begitu menyakitkan hingga membuatnya begitu sakit. Biasanya Lox tak akan memasukan kata-kata tidak baik dari mulut orang yang menghinanya ke dalam hati.
Tapi entah kenapa kali ini berbeda.Baru Lox ingin mencapai pintu, langkahnya terhenti oleh perkataan Aaron yang kali ini benar-benar membuatnya sakit luarbiasa. "Benar kata Jenniffer kemarin, bahwa kau adalah Bitch! Seharusnya keluargamu malu melihatmu seperti ini. Ku yakin ibumu juga sama sepertimu."
Lox membalikan badannya untuk menghadap Aaron, "Ya kau benar. Aku memang bitch dan wanita rendahan seperti yang kau bilang." Air mata Lox yang semula hanya menempel di pelupuk kini mengalir ke pipi-nya. "Tapi kau tidak berhak membawa keluargaku, apalagi ibuku!" Kemudian Lox memutar kenop pintu, menariknya untuk berjalan keluar, sebelum akhirnya membanting pintu tersebut dengan keras.
Menuruni anak tangga dengan langkah yang cepat. Lox menghapus sisa-sisa air mata dengan menggunakan punggung tangannya. Tapi tak bisa di pungkiri bahwa pundak-nya yang turun naik, membuktikan bahwa ia masih belum bisa menghentikan tangisannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Work Good Love
FanfictionKalian bs follow aku lebih dulu agar bisa membacanya. Rated: (17+) ******* [Fanfict about Magcon] "Anybody can do bad work, but not everybody does good work." -Paul Simo...