4

508 39 0
                                    

Aku bisa pulang lebih cepat. Ternyata dokter mengijinkanku untuk pulang. Farel tak bisa menjemputku karena pekerjaannya begitu menumpuk.Reva membantuku memberekan beberapa bajuku.

"Dia lebih mementingkan pekerjaannnya.."

"Udah gak apa-apa Rev.."

"Hai Lun.. Sudha pulang ya?" Tanya Dimas lembut membuat Reva  terperangah.

"Masyaallah Lun..kenapa ada malaikat masuk kamar Lo" Celetuk Reva.

Dimas tertawa dan menggelengkan kepalanya.

"Ih Reva apaan sih Lo... Ini Dimas dia yang nganterin gue kerumah sakit."Terangku.

"Dimas." Dimas mengulukan tangannya disambut segera Reva

"Reva"

"Oh Iya apa kalian pulang sendiri? " Tanya Dimas

"Kita naik Taxi Dim.." Jawabku.

"Baiklah kalau begitu ijinin gue yang nganter mau kan?" Tanya Dimas memandangku

"Mau Mau Dim" Sahut Reva Cepat

Aku memelotin Reva Kesal. Reva menjulurkan lidahnya. Aku mengangguk dan tersenyum ke Dimas. Dimas membantuku dan membawa barang-barangku kedalam mobilnya yang terpakir didepan. Semua biaya sudah dibayar Dimas.

"Thanks banget loh Dim..Jadi ngerepotin gini." Ucapku

"Enggak apa-apa Lun..Ya gue kan harus tanggung jawab juga kan. Lo masuk rumah sakit kan gara-gara gue." Ujar Dimas sambil tetap melajukan mobilnya.

Mobil Dimas memasuki Apartemen Permata Hijau dan langsung memarkirkan mobilnya. Aku mempersilahkan mereka masuk kedalam Apartemenku. Reva meletakkan barang-barangku dikamarku. Dimas kupersilahkan duduk dan aku mengambil soft drink didalam kulkasku.

"Di minum Dim.." Aku meletakkan tiga kaleng soft drink dimeja.

"Thanks..Lo Tinggal sendiri disini? Orang tua Lo?" Tanya Dimas memperhatikan setiap sudut is apartemenku yang didominasi warna peach.

"Iya...Orang tua gue di Paris. Jadi gue tinggal sendiri disini. Ya sesekali gue berkunjung kesana dan sebaliknya." Jawabku kemudian meneguk minumanku.

Reva datang dan memberikan ponselku."Farel" Ucapnya.

aku menjauh dari Dimas untuk mengangkat telfon Farel. Terlihat Reva mengajak ngobrol Dimas dan sesekali mereka melepar canda.

"Iya Rel..." Ucapku

"Udah Pulang? Siapa yang nganter?" Tanyanya mengintrogasiku.

"Iya tadi sama Reva naik Taxi" Jawabku sembari mengatur nafas agar tak terlihat panik.

"Aku didepan pintu apartemenmu" Farel langsung mematikan ponselnya.

Dengan langkah berat dan rasa takut aku membukakan pintu apartemenku. Sementara Reva mulai panik. Reva tau betul apa yang terjadi apalagi ketika Farel tau ada cowok disini. Farel akan marah besar bahkan tak segan-segan memukulku.

"Farel..." Sapaku

"Siapa didalam?" Tanyanya pelan namun penuh amarah.

"Dia Dimas... Dia yang...."

Farel langsung masuk untuk menemui Reva dan Dimas. Terdengar suara Farel yang berteriak keras hingga membuat Reva menarik Dimas untuk segera pergi dengannya. Aku masih berdiri didepan pintu menahan tangis. Reva dan Dimas menghampiriku.

"Gue cabut ya.." Pamit Reva

"Rev...Please jangan cabut..Gue takut" Aku menahan tangan Reva. Wajah Dimas semakin tak mengerti dengan apa yang terjadi.

"LUNAAAAA!!!!!!!!!!" Farel berteriak memanggilku.

"Gue Pamit ya..."Ucap Reva

"Lo gak apa-apa kan kita tinggal? Cowok lo Marah?" Tanya Dimas panik

"gue gak apa-apa kok Dim..hati-hati kalian semua ya" Kataku.

Aku menutup pintu apartemenku dan menghampiri Farel yang sudah duduk disofaku sambil menonton acara televisi. Aku menghampirinya dengan ketakutan lalu duduk disampingnya.

"Kenapa sayang? kau seperti ketakutan?" Tanyanya menatapku tajam dan menggenggam keras tanganku.

"Enggak Rel..." Jawabku gugup.

Farel meraih daguku dan menjempit kedua pipiku dengan tangannya. Matanya merah lalu dia mendorongku hingga membuatku terjatuh.

"Hiksss Hikss Hiksss...ampun Rel" Rintihku.

Farel mendekatiku mengangkat wajahku kemudian menamparnya

PRAAKKK PRAAKKK PRAKKKKKKK

Darah segar mengalir dibibirku. Farel mengangkatku dan langsung memelukku mengusap rambut panjangku. Hembusan nafasnya terasa sangat keras membuatku semakin takut dengannya. Dia menarik rambutku dan memandang wajahku.

"Jangan sesekali memasukkan cowok kesini.." Ucapnya

Aku mencoba melepaskan cengkramannya namun tangan Farel terlalu kuat dibanding kondisiku yang masih lemah. Aku tak mampu menolaknya namun aku berusaha menahan rasa sakit. Farel melepaskan rambutku dan merapikan rambutku kembali.

"Kamu tau kan..Aku sangat sayang sama kamu." Farel memegang kedua pipiku lalu mengkecup keningku. Aku mengangguk.

"Farel aku mau istirahat.. Ini sudah malam..gak apa-apakan kalau kamu pulang" Pintaku

"Ya udah kamu istirahat"

Aku mengangguk dan mengantarkan Farel kedepan pintuku. Aku memastikan Farel benar-benar pergi hingga aku bisa bernafas lega. Aku menutup pintuku dan merapikan apartemenku yang terlihat berantakan karna amukan Farel.

TOKKK TOKKKKK

Aku membuka pintu. Berharap bukan Farel yang ada disana untuk kembali disini.

"Dimas" Lirihku.

"Sory kalo gue balik lagi. Gue cuma mau ambil kunci mobil gue ketinggalan." Ucapnya sambil memperhatikanku dengan rambut yang berantakan.

"Oh Iya sebentar gue ambilin" Pintaku lalu masuk kedalam mencari kunci mobil Dimas. 

Aku merapikan rambutku terlebih dahulu sebelum kembali memberikan kunci mobil Dimas.

"Ini Dim.." Aku menyodorkan kuncinya ke Dimas

"Thanks ya Lun...Tapi kamu kenapa? Wajahmu nampak memar." Tanya Dimas memperhatikan wajahku. Namun seketika aku menunduk menyembunyikan wajahku darinya.

"Gak apa-apa kok..Tadi jatuh kena meja..besok juga hilang kok Dim.."

"Yakin?" Tanyanya kembali. Aku mengangguk."Ya udah gue balik dulu..Cepat sembuh." Ucapnya.

"Thanks ya Dim."

Aku kembali menutup pintuku. Aku mengambil es batu didalam kulkas untuk mengompres lukaku. Memar ini harus segera hilang karena besok aku ada pemotretan. Aku menahan perih saataku mencoba mengompres setiap memar diwajahku.

Aku merebahkan tubuhku ketika selesai mengompres wajahku. Memang benar kata Reva. Aku tak mungkin terus bertahan dengan Farel yang selalu bersifat kasar terhadapku. Aku butuh bahagia bukan siksaan seperti ini dari Farel

LUNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang