7

432 30 0
                                    

Aku berlari meninggalkan rumah Farel. Aku tak peduli seberapa sakit badanku. Aku melarikan diri dari rumah Farel. Dia membawaku kerumah sewaktu aku pingsan dan menyuruh Bi Minah mengobati lukaku. Beruntung Farel sudah tertidur hingga aku dapat kabur darinya.

Aku terus berlari sambil menangis menahan rasa sakit ditubuhku hingga aku seperti menabrak sesuatu didepanku lalu membuatku jatuh.

"Lo gak apa-apa.?" Tanya seseorang sambil mengulurkan tangannya kepadaku.

"Iya gak apa-apa." Jawabku dan meraih tangannya kemudia merapikan tangan dan bajuku yang kotor.

"Luna.. kamu kenapa? Ya Allah Luna wajahmu kenapa biru-biru semua?" Tanya Dimas memperhatikan setiap luka diwajahku.

"Dim..Bawa aku pergi dari sini. Aku mohon.." PIntaku.

Dimas mengangguk dan membantuku masuk kedalam mobilnnya. Dimas melajukan mobilnya pelan sambil sesekali memperhatikanku yang terlihat ketakutan dan menahan sakit serta memeluk tubuhku sendiri.

"Lun..lo mau gue anter ke apartemen lo?" Tanya dimas memelankan laju mobilnya karna beberapa meter lagi akan sampai diapartemenku.

"Enggak Dim,,anterin gue ke rumah Reva ya. Rumah dia di Bintaro." Lirihku

"Iya Lun.."

Dimas mempercepat mobilnya hingga mobilnya memasuki jalan tol. Malam ini aku  sengaja tak mau pulang ke Apartemenku. Aku takut Farel akan kembali kesana saat mengetahui aku sudah tak berada dirumahnya. Aku takut Farel akan kembali menyiksaku lagi. Tanpa sadar kita sudah keluar tol Pondok aren.

"Rumahnya dimana?" tanya Dimas

"lurus aja ya Dim..nanti ada Hero belok kiri terus masuk kompleks Emerald View ya."

Dimas mengangguk. Badanku sudah terasa sangat lemah. Dimas terlihat sangat cemas memperhatikan keadaanku. Dimas mulai masuk kedalam komplek Reva dan berhenti disebuah rumah Blok H no. 10.

Terlihat Reva membukakan pintu dan berdiri didepan pintu memperhatikan kita berdua sampai aku dan Dimas keluar dari mobilnya. Reva yang melihatku turun langsung menghampiriku dan memelukku.

"Lo kenapa Lun? Ayo masuk kedalem." Reva memapahku dibantu Dimas lalu masuk kedalam rumahnya dan duduk diruang tamunya. " Lo tunggu bentar gue buatin teh anget ya" Ucap Reva.

Aku mengangguk dan menyenderkan tubuhku kesofa. Dimas terlihat memperhatikanku, namun wajahnya berubah ketika dia melihat tanganku yang penuh luka. Dimas mendekatiku dan meraih tanganku.

"Lun..Ini kenapa?" Tanyanya 

"Enggak kenapa-kenapa ko Dim" Jawabku sambil mencoba tersenyum.

Dimas menatapku tak percaya. Dia sepertinya mengetahui kalau aku sedang berbohong. Tak lama Reva menghampiri kami dengan membawakan teh hangat buat aku dan Dimas.

"Dim..Lun..di diminum dulu." Pintanya

Aku mengangguk dan segera meminum teh hangat yang telah disiapkan Reva. 

"Lun..Lo harus hentiin ini semua. Farel itu sakit, dia Psikopat." Ucapnya.

"Rev..gue udah pernah coba. Dulu dia pernah ngancem bunuh diri pas gue minta putus sampai gue gak bisa ngapa-ngapain. Terus pernah gue coba tapi dia ngelakuin itu sampai dia masuk rumah sakit karna dia nyayat buluh nadinya." Jawabku menatap Reva

"Lun..tapi seenggaknya lo harus tegas. Apa orag tua lo tau soal ini?" tanya Dimas

"Enggak Dim, cuma Reva yang tau." Jawabku. " Oh iya Dim, udah malam mending lo pulang saja gue nginep sini." Lanjutku

"Iya kalo gitu gue balik dulu ya Rev. Lun." 

Reva mengangguk dan mengantar Dimas sampai kedepan pintu. Aku memilih untuk tetap diposisiku rasanya badanku sulit untuk bergerak dan memilihnya untuk merebahkan badanku. 

"Lun...kok bisa dia giniin lo gimana ceritanya.?" Tanya Reva serius.

"Gue dapet kiriman bunga dari kak Galang. Farel gak tau Galang itu siapa dan dia langsung mukul gue gini. Dia bawa gue kerumahnya pas gue pingsan, gue kabur aja Rev." Lirihku pelan.

"Ya Allah Lun.."

"Gue tidur dulu ya Rev. Badan gue sakit banget nih. Gue tidur sini aja males jalan ini udah enak posisinya."

"Ya udah gue ambilin selimut kalo gitu." Ucap Reva.

Gue ngangguk dan memejamkan mata. 



LUNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang