Chapter 1

105 9 8
                                    

" Our love story begins like a FAIRYTALE. "

~


Hawa pagi yang dingin sudah menusuk tulangku hingga mau tak mau aku terpaksa menarik selimut yang sudah tak indah terlipat. Kemarin, mum bilang kalau hari ini sudah memasuki musim dingin di New York. Dan tentu, mum selalu saja pagi-pagi buta membuka jendela kamarku yang sudah menjadi rutinitasnya. Karena ia sudah hafal berapa jam aku bangun setelah ia membuka jendela kamarku.

Tepat dua setengah jam setelahnya.

Aku tidak tahu juga mengapa mataku ini selalu susah terbuka pada pagi hari. Yang jelas, mataku juga susah tertutup saat malam hari. Aneh memang. Iya, aku tahu.

Tak lama setelah itu aku terbangun akibat angin pagi yang semakin dingin dan hembusannya sudah menembus pori-pori kain selimutku. Sialnya, jam sudah menunjuk pukul 6.30 pagi sedangkan jam pelajaran akan dimulai pukul 7. Nice..

Aku berlari sepanjang lorong karena aku barusaja ingat kalau hari ini merupakan pelajaran si guru iblis di jam awal.

Aku langsung mengganti langkah kakiku setelah aku melihat bahwa Miss Anny sudah berdiri tepat di depan pintu kelas. Salah satu tujuanku adalah perpustakaan, karena terletak di basement gedung besar ini dan ada satu pintu kecil yang menghubungkan ruangan ini dengan parkiran basement yang bisa membantuku untuk membolos satu harian penuh.

Perpustakaan sekolah ini tak pernah dibilang kecil. Rak-rak buku bersejajaran membentang ke satu arah dengan berbagai buku berjajar rapi di dalamnya. Beberapa meja, kursi, dan sofa yang terletak tepat di tengah dan bagian siku kanan.

Seperti biasanya, aku langsung pergi mencari novel dengan genre apapun dengan judul yang menarik. Kemudian, aku langsung menghentakkan tubuhku di kursi yang terletak di siku kanan ruangan ini.

Membaca memang bisa membuat kebosananku menghilang sedikit demi sedikit karena nyawa sang tokoh sudah berada diujung tanduk dan ia harus mengucapkan sederetan mantra serta mengayunkan tongkat sihirnya hingga membentuk sederetan simbol yang mampu menyerang si hantu. Hingga tak lama kemudian seorang lelaki duduk tepat di depanku dengan sedikit bunyi dentuman kursi yang didudukinya.

Sontak, aku mendongakkan kepalaku dan langsung menatapnya. Wajahnya lonjong, dengan alis yang sedikit tebal dan tegas. Kulitnya tidak seputih susu tetapi juga tak secoklat cokelat. Siapa yang tak mengetahui pria itu?

Jansen Waylon.

Oke-aku memang tidak mengenalnya, tapi seluruh sekolah ini sudah mengetahui siapa pria ini. Pria "tampan" yang memiliki banyak "fangirl" tertumpuk diluar sana. Aku juga tidak tahu mengapa banyak para perempuan di sekolah ini yang bilang bahwa ia tampan. Menurutku, ketampanannya tidak bisa melebihi Dave Franco ataupun Grant Gustin. Tapi aku tak memungkiri bahwa ia memang tampan. Bahkan saat wajahnya terlihat sedikit tergesa dengan sedikit keringat yang membasahi dahinya, ia juga tampan.

Akhirnya aku sadar bahwa mataku kini bertatapan dengannya lama saat otakku berputar memikirkan hal tadi. "Hey," Ia menghentikkan jari di depan wajahku. "Aku membutuhkan bantuanmu."

"Ng?"

Ia langsung menarik tanganku, tak memberiku kesempatan kedua untuk bertanya lebih dalam lagi. Akibatnya, buku yang tadi kubaca sudah terlantar di meja perpustakaan begitu saja membuatku ingin saja aku mengutuk pria ini karena seenaknya saja menarik tanganku tanpa menjelaskan apa yang terjadi padanya saat ini. Dan lebih parahnya, aku meninggalkan kisah mengenai si hantu yang sedang di adili di neraka oleh sang dewa iblis karena ia gagal melawan si tokoh utama dan si iblis juga sedang membeberkan kebohongan-kebohongan dari si hantu itu pada hari-hari yang lalu.

Princess CountdownTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang