Chapter 3

55 6 0
                                    

" ONCE upon a time..."

~


Mataku terbuka secara paksa. Keringat membasahi dahiku, leherku, hingga sekujur tubuhku. Detak jantungku terpompa cepat. Tubuhku seakan melemas hingga menggerakkan tanganku saja tidak bisa. Tetapi akhirnya berhasil.

Aku meraih jam waker di atas nakas dekat kasurku. Jarum pendek masih menunjukkan angka 5 pagi. Aku membuang nafasku kasar selagi lega dan detak jantungku secara perlahan kembali normal.

Benar-benar mimpi yang buruk. Bahkan lebih buruk daripada mimpiku saat aku dikejar-kejar oleh teroris berkaki kuda tempo hari.

Bagaimana bisa kedua wajah itu muncul lagi di dalam benakku?! Kedua wajah itu semakin membuat amarahku memuncak.

Aku mencoba memejamkan mataku kembali agar kenangan itu hilang dari otakku, tapi usahaku gagal. Oke, akhirnya dengan terpaksa aku mengambil pil tidur di laci nakas dan menelannya berharap aku kembali tidur lagi. Tetapi hasilnya sama saja, gagal.

Karena aku tak ingin Warren berada di dalam benakku, aku langsung menyambar handuk mandiku dan mulai membersihkan diri, pikiran, dan menenangkan pikiranku.

Mandi adalah cara yang ampuh untuk menghilangkan kenangan buruk diotak secara sementara rupanya. Cukup bagus, hingga aku memutar speaker lagu yang ada dikamarku sambil mulai merapikan diri untuk berangkat ke sekolah.

Hari ini adalah hari pertama aku bangun pagi rupanya.

***


Bangun pagi tak mengubah kedatanganku di sekolah, rupanya. Kurasa aku hanya datang 15 menit lebih awal dari biasanya. Hari pagi dimusim dingin memang benar-benar dingin. Nafasku sampai mengepul diudara dan bibirku juga terlihat pucat membeku. Tetapi setidaknya aku tak perlu berlari kesana kemari dan menghindari Miss Anny. Yap, karena ini, aku akan berterima kasih pada Warren.

Setelah aku memarkirkan mobilku, aku mengambil sebuah buku lalu aku langsung melangkahkan kakiku menuju kelas karena aku baru saja ingat ada tugas esai yang harus kuselesaikan karena aku membolos kemarin dan tentunya aku harus meminta bantuan Elena. Jika tidak, nilai 75 tidak akan bisa kuraih.

"No way! Aku tak menyangka kau bisa datang sebelum bel." Celetuk Elena setelah aku berhasil duduk di tempat dudukku.

"Aku, membutuhkan bantuanmu untuk esai ini"

"Iya aku tahu. Matamu tampak berbinar." Kemudian Elena menarik bukuku dan mulai mengerjakannya. Otaknya, sangat hebat dalam bidang pelajaran jika dibandingkan denganku sampai-sampai aku ingin merebut 1/2 bagian otaknya.

Aku tak berhenti mengoceh menceritakan betapa buruknya mimpiku pada Elena saat ia sedang mengerjakan esaiku. Tetapi reaksinya hanyalah, "Mungkin kau memang merindukannya" sambil mengangguk-ngangguk.

Reaksi yang buruk. Karena aku mengharapkan reaksi yang lebih bagus daripada itu. Ck.

"Krystal Camryn Valerie? Kau meninggalkan seragam dan tas sekolahmu dirumahku kemarin, babe." Aku menoleh, mandapati seorang Jansen yang berdiri menenteng sebuah tas ransel serta paperbag berdiri di depan pintu kelas sambil tersenyum lebar.

Siapa coba yang tidak menyukai senyuman itu?

Oke, mungkin aku. Karena bagiku itu bukanlah sebuah senyuman yang terpampang di wajahnya melainkan sebuah smirk yang ditujukan padaku.

Aku mangambil barang-barangku agar ia cepat enyah dari kelasku tetapi ia malah menarik pinggangku. "Jangan melupakan peranmu, babe. " Bisiknya.

Princess CountdownTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang