2. Keberuntungan Seharusnya Lebih Tahu Waktu.

32 4 15
                                    

Kinda sampai di rumahnya dengan perasaan yang sama yang dirasakannya tadi saat di supermarket. Tidak perlu diperjelaslah bagaimana rasanya itu..

Bahkan ketika tayangan drama romance yang tampak menyayat hati tak dapat membuatnya berhenti berdebar meskipun mulutnya yang tak berhenti mengunyah mie yang telah dimasaknya tadi. Ah itu lagi.. dia teringat supermarket. Dan bagaimana bisa jantungnya berhenti berdebar kalau terus seperti ini.

Drrrttt..

Ah.. itu tentu bukan bunyi jantungnya..

"Apa?"

"Ih sok banget sih lu ama gue"

"Cepet.. gue lagi makan"

"Ehh itu..anu.."

"..."

"Gue tut--"

"Lu inget gak buku catetan ips pas jaman sma punya lo yang pernah gue pinjem pas lagi belajar?"

"Udah lama banget, lo kira gue inget? Untuk apaan?"

"Waktu itu gue nulis nomer hp nya si Lio disitu. Gue baru inget sekarang"

"Terus?"

"Eh! Jangan bilang lu gak tau minggu depan kita bakal ngadain reuni seangkatan? Parah lo..
Tahun ini bakalan besar-besaran lho.. semuanya bakal datang.. lo juga ya? Selama beberapa taun diadain kan lo gak pernah dateng"

"Terus hubungannya sama nomer hp si Lio itu apaan?"

"Gue mau ajak dia dateng lah.."

"Gila.. lo baru lusa kemaren nangis di warung bubur tetangga gue karena putus sama siapa lah itu, sekarang lo ngincer dia?"

"Gak salah kan? Gue juga dulu suka sama dia. Jadi, sekarang lu cari buku ips catetan lo, terus lo kirim nomer hp yang ada disitu oke? Please bantuin gue Kin.."

"Ngerepotin lu. Nanti gue cek. Lgi makan nih"

"Ahhh.. makasih ya Kinnn"

Kinda merengut kesal. Ia benci reuni. Entahlah.. bukannya sok atau apa, dia terlalu malas kalau untuk keluar rumah. Atau mungkin ada sesuatu dalam dirinya yang menahannya untuk itu. Semacam sebab atau alasan dari kemalasan yang punya banyak arti itu.

Dan satu lagi. Buku catatan ips zaman sma dulu? Buku itu dimana saja dia tak ingat. Mungkin di gudang atau bahkan sudah pernah jadi objek pembakaran di halaman belakang yang dilakukan ayahnya. Itu sudah berlalu beberapa tahun. Ia juga tak ingat kapan sahabatnya yang bernama Rara itu meminjam bukunya untuk bahan mainannya pada saat belajar.

Dengan jalan terseret yang tampak sangat alamiah setelah meletakkan mangkuk bekasnya di wastafel, Kinda berjalan ke arah gudang di rumahnya yang terletak di samping dapur.

Kinda masuk untuk beberapa detik lalu langsung keluar setelahnya. Di dalam gudang sangat gelap dan berdebu. Dia tak sanggup berlama-lama disana. Dia juga lupa dimana saklar lampunya.

Kinda mencoba sekali lagi, saat pertama masuk, tangannya meraba sekitar dinding mencari saklar lampu kemudian menghidupkannya.

Gadis itu dengan tangan yang setia berada sekitar mulut dan hidungnya, terus mencari hingga menemukan sebuah kardus berwarna jingga berwarna pudar dengan banyak coretang pada setiap bagiannya, yang sudah sangat berdebu diantara tumpukan kardus lainnya.

Saat melihatnya, dia langsung menarik kardus itu keluar dari gudang ke arah kamarnya.

Dan disinilah dia sekarang. Dengan mulut yang sibuk berkomat-kamit akhirnya menarik sebuah buku dengan sampul ubi dan tulisan 'ips' di atasnya.

Kinda membalikkan halaman demi halaman dampai akhirnya matanya terbelalak saat melihat tulisan asalnya di halaman terakhir bukunya.

Tak ada yang spesial. Tak ada karena itu hanya tulisan tak penting yang ditulisnya saat bosan. Tapi tidak... memorinya kembali ke masa dimana ia menuliskannya. Kinda mencoba mengalihkan pandangannya mencari hal yang menjadi tujuan utamanya tadi. Tak ada. Yang terlihat sekarang hanyalah Kinda dengan tangannya yang memegang di tempat dimana jantungnya berdetak dengan seulas senyum bahagia yang terukir bersamaan dengan sebuah cekukan kecil disamping bibirnya.

Senyum pertamanya dihari mendung yang tak jadi dibencinya. Ah jangan lupakan Rara yang dengan tak tau keadaannya yang membuatnya harus melihat buka catatan lamanya untuk mencari nomor gebetannya sekarang.

Tangannya mengarah ke kantong celananya. Mengambil benda persegi empat yang cukup tipis lalu menelepon seseorang dari sana.

"Halo? Gimana? Ada kan?"

"Gak ada"
Kinda menjawab dengan pelan. Mungkin efek dari keterkejutannya tadi.

"Ah masa sih? Gue yakin kok nulis itu di buku lo. Kalo gak ada, emangnya gue tulis dimana? Kin..?"

"Ra.. Gue..."

"Apaan? Kalo ngomong yang jelas dong. Kebiasaan lu"

"Gue deg deg-an.."

"Haa..? Lu jantungan..? Atau abis ngeliat hantu?"

"Mana mungkin hantu.. masih keren gitu kok.. Gue juga yakin dia belum jadi hantu. Tadi liat dia masih napak di tanah. Ganteng lagi.."

"Kin.. gue tutup deh.. Lu kayaknya lagi kurang sehat deh.. Bye.."

Telepon itu ditutup sepihak. Dan mengeluarkan dering tanda pesan sesaat setelahnya yang membuatnya melirik kesana sekali lagi.

Sebuah pesan.. dari seorang temannya yang baru saja mengira ia sedang sakit sekarang.

'Minggu depan tapi lo dateng kan? Kita udah lama gak ketemu lo.. see ya:):)'

Pesan alay singkat yang membuatnya bingung sendiri. Memikirkan alasan kenapa ia harus pergi atau tidak.

Hingga kemudian kerutan di dahi gadis yang masih labil itu berubah menjadi senyuman saat melirik ke tangannya yang sedang memegang buku catatan miliknya. Membawa serta buku itu kepelukannya saat akhirnya memilih untuk berbaring di kasurnya.

Tentu saja masih dengan senyuman itu. Tapi mungkin itu hanya sesaat. Tawanya lepas setelahnya sambil tangannya yang lain memegang perutnya karena kebanyakan tertawa.

Tak apa, untuk sekarang gadis itu sedang berbahagia. Untuk harinya, untuk perasaanya, berkat temanya yang kurang ajar yang baru saja mengira dirinya gila.

_________

TBC.
Voment please^^
Gimana? Lanjut gak nih?

RAHASIA KINDA (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang