His and Her - BAB 1

1.3K 116 4
                                    

Bola mata cokelat indah itu menatap jam tangan di pergelangannya dengan cemas. 5 menit. Batas waktu yang dimiliki oleh wanita bersurai coklat pekat nan anggun pada senin pagi itu. Terlambat di hari pertamanya bekerja tentu tidak masuk dalam rencananya hari ini, bahkan dalam hidupnya.

Berlebihan memang, tapi tak ada yang bisa dilakukannya saat ini. Angkutan umum yang di tumpanginya tidak bergerak se-inchi pun sejak 3 menit yang lalu. Membuat wajah cantik itu menghela nafas kesal.

Jika saja pekerjaan ini bukan pilihan terakhir baginya, wanita itu tak akan memilih perusahaan yang terletak di kota penuh kemacetan seperti Jakarta. Tapi sekali lagi, dirinya tak punya pilihan. Tidak setelah atasannya di perusahaan terdahulu dengan tidak tahu malu mendekati dirinya, meminta dirinya secara gamblang menjadi istri kedua, dan di 'tegur' oleh sang istri atasannya sendiri di lobby kantor. What a perfect world!

Jika saja atasannya tidak melakukan hal bodoh tersebut, mungkin dirinya masih menikmati pekerjaannya sebagai supervisor manager of human resource divission di perusahan yang terletak di kota kembang-- bukannya terdampar di kota penuh kemacetan dan sesak ini.

Mengingat hal tersebut sang wanita menghela nafas berat, lagi. Membuat beberapa penumpang lain, khususnya pria menatap wanita bersurai cokelat pekat tersebut tanpa berkedip. Demi tuhan! Dirinya sangat tidak nyaman, bahkan lelaki yang duduk disampingnya menatapnya lekat-- dengan cara yang menurutnya tidak sopan. Hal tersebut membuatnya agak sedikit menyesal tidak menuruti keinginan sang tante untuk membawa mobil pribadi yang kini dia tinggal di kota kembang. Mungkin dirinya harus memikirkan kembali tawaran tersebut.

Membayangkan sang tante mengetahui dirinya kini berada di dalam kendaraan umum sebagai transportasi menuju tempat kerja, nyaris membuatnya terkekeh. Ia tahu betapa berlebihannya sang tante terhadap keselamatannya.

Lima tahun yang lalu mungkin dirinya tidak pernah membayangkan menggunakan angkutan umum, dirinya yang dulu terlalu di balut dengan kenyamanan yang orang lain idamkan. Namun kini, ini lah dirinya. Kenyamanan dalam bentuk lain di dapat dalam kesederhanaan yang dijalaninya sekarang. Walaupun harta yang dimiliki orang tuanya berlimpah. Baginya ini sudah cukup. Walaupun, lagi-lagi selalu ada konsekuensi yang diterimanya, contohnya saja seperti yang dialami di dalam angkutan umum ini. Yeah, that's life.

Tetapi entah apa yang salah dengan otaknya hari ini yang memilih menggunakan angkutan umum untuk hari pertamanya bekerja. Benar-benar bukan pilihan yang bijak.

Tanpa berfikir panjang, sang wanita turun dari angkutan umum yang penuh dan tak bergerak tersebut menuju trotoar khusus pejalan kaki. Berjalan sepertinya bukan pilihan yang buruk. Dengan rok abu yang berada sedikit diatas lutut, blus putih yang manis tanpa lengan, outer rajut bewarna abu yang panjangnya nyaris menyamai roknya, dan tidak ketinggalan heels bewarna gading setinggi 8 cm menghiasi kakinya.

Berjalan huh? Ditariknya nafas dalam mencoba melihat segalanya dengan positif. Berjalan itu sehat, lagi pula dirinya jarang berolahraga, dan pekerjaan barunya.. meskipun posisi yang ia tempati tidak setinggi sebelumnya tetapi jenjang karir yang ada di perusahaannya sekarang tersistem dengan baik bagi setiap karyawan untuk naik ke jenjang yang lebih tinggi.

Ya semua ini tidak buruk, mendapatkan pekerjaan baru tidak lama setelah dirinya keluar dari perusahaan pertama semenjak fresh graduate di kota kembang adalah hal yang patut di syukuri. Karena minimnya pengalaman dan tuduhan sebagai wanita penggoda-- yang membuatnya resign karena sikap teman dan atasan yang berjenis kelamin perempuan mengucilkannya-- seharusnya membuatnya agak sulit mendapatkan pekerjaan baru. Untunglah dia bertemu dengan Nadia, teman dekat semasa menengah pertama dan menengah atas. Lima tahun berpisah tanpa kabar ternyata tidak membuat mereka canggung, justru lebih dekat.

His And HerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang