His and Her - BAB 4

391 52 7
                                    

Aku bergerak diatas tubuh Arash, mendominasi untuk mencari kepuasan. Percintaan panas. Itu menjadi rutinitasku kini bersama Arash.

Aku tak tahu pukul berapa ini. Yang ku ingat kami bercinta habis-habisan hingga dini hari, tertidur karena kelelahan dan aku terbangun pukul 6 pagi karena haus. Arash yang mengerti, langsung mengambilkan air untukku. Lalu kami bercinta lagi..

"Arash.." nafas ku tersengal, pelepasan yang begitu hebat membuat ku memeluknya erat dan tak berhenti meneriakkan namanya.

"Alya.. Sayang.. " erangan tertahan nya berada di ceruk leher ku. Aku suka saat dia meneriakkan nama ku saat pelepasannya. Aku suka melihatnya kehilangan kontrol atas dirinya sendiri di saat-saat terintim kami.

Aku memeluknya erat, tangan ku berada disekeliling leher dan bahunya. Aku mencoba menetralkan nafasku. God, ini sangat nikmat!

Arash mengangkat kepalanya dari ceruk leherku dan mencium keningku. Salah satu kebiasaan kecilnya sehabis kami bercinta yang sangat aku sukai. Seakan-akan kami baru pertama kali melakukannya. Begitu manis..

"Kita harus bersiap, kau bilang hari ini mau ke rumah Mama" ucapku setelah nafasku kembali teratur. Arash menggeser tubuhku ke samping, menjadikan lengan kekarnya sebagai bantal untukku dan tangan lainnya berada di punggungku. Memelukku erat.

"Aku masih ingin menghabiskan waktu bersamamu" Arash menghela nafas. Matanya terpejam, dia mengucapkan hal tersebut dengan bibirnya yang sesekali mencium kening ku.

"Kau sudah berjanji padaku! Aku kangen Mama" aku mendongakkan kepalaku ke atas, mencoba menatapnya dengan tatapan memohon yang biasanya tak akan bisa Arash tolak. "Lagi pula sudah dua hari kita tidak keluar dari penthouse mu. Kau dan aku bahkan tidak bekerja, bagaimana jika perusahaanmu bangkrut dan-" ucapan ku terhenti karena kecupan Arash. Kecupan yang menjadi lumatan.

Aku melepaskankan diri dari ciuman Arash, sebelum kami terbuai dan terus berdiam diri lebih lama di ranjang.

"Arash! Aku lagi bicara" aku menampilkan wajah kesal ku yang di sambut dengan gelak tawa oleh Arash.

"Berhenti berbicara tidak masuk akal. Aku bahkan bisa menghabiskan waktu sepanjang tahun untuk liburan bersama mu dan aku yakin perusahaan ku takan goyah sedikit pun"

"Dasar tukang pamer"

"Aku memiliki orang-orang yang setia dan mengabdi pada ku" ucapnya percaya diri. Dan ya, aku percaya. Aku tak kaget melihat kesuksesannya sekarang. Hal yang sepatutnya.

"Dasar sombong" ucapku seraya menangkupkan kedua tangan ku ke wajahnya. Tanpa bisa menahan binar kebahagiaan yang ada dalam mata ku.

"Aku mencintaimu" ucap Arash menatapku intens. Tangannya yang bebas menyentuh tangan ku yang berada di wajahnya.

"I know" jawab ku jahil. Arash yang melihat binar jahil di mataku menggelitik pinggang ku hingga aku tak berhenti tertawa dan memohon ampun padanya hingga 30 menit kedepan.

●●●●●●

Aku tak pernah menyangka Mama Shinta, Ibunda Arash, menyambutku dengan penuh kasih sayang dan haru. Bahkan Mama Shinta tidak berhenti mengucap syukur dan memastikan bahwa keadaanku dalam keadaan baik.

Beliau bahkan tidak melepaskan rangkulannya- nyaris memeluk- selama hampir setengah jam. Yang membuat Arash sedikit muram karena aku di monopoli oleh sang Mama. Dasar posesif!

Namun pancaran mata kebahagian dan rasa lega tidak bisa disembunyikan oleh Arash, yang membuat Alya begitu bahagia. Merasa berarti, dibutuhkan, dan dicintai. Sangat.

"Pokoknya Mama tidak mau tahu, kamu harus menginap disini. Titik. Kalau perlu tinggal sama Mama selama- lamanya" ucap Shinta masih dengan merangkul Alya. Permintaan yang membuat Alya tersenyum, tentu saja dia akan dengan senang hati untuk-

"Tidak boleh!" Perkataan tegas Arash tentu mendapatkan delikan tajam sang Mama. "Arash dan Alya tinggal di penthouse Arash Ma, lagipula rumah Mama jauh dari kantor. Tidak efisien."

"Mama minta Alya yang menginap, tinggal disini. Bukan kamu, kalau kamu sih terserah saja. Yang penting Alya" jawab Mama Shinta sengit.

"Alya juga kerja di perusahaanku, kami satu kantor. Kalau dari sini jauh ke kantor, kasihan Alya Ma" Arash mengelak cerdas.

Sebenarnya bukan jarak yang menjadi kendala bagi Arash. Jarak sama sekali tidak penting bagi Arash. Yang terpenting adalah waktunya bersama Alya yang akan terpotong habis. Arash paham betul dengan sifat sang Mama, yang senang mengambil Alyanya.

Tinggal di rumah orang tuanya juga pasti akan sangat menghambat atau bahkan menghentikan kegiatan favorit antara dirinya dan Alya dua malam belakangan. Kegiatan nikmat mereka. Alya pasti menolak untuk melakukannya terlebih jika sang Mama berada satu atap dan berselang dua kamar!

Alya cukup waras untuk menolak Arash untuk melakukan kegiatan malam itu, mengingat dirinya dan Arash nyaris akan melupakan segalanya apabila sudah masuk dalam pusaran gairah tersebut.

Alya benar benar tidak ingin kepergok melakukan hal yang sepatutnya tidak dilakukan, terlebih di depan Mama Shinta. Walaupun hal intim yang dilakukannya dengan Arash sudah terjadi pada saat mereka bersama dulu. Alya tidak ingin mengecewakan Mama Shinta yang sangat menyayanginya.

"Tega ya kamu membiarkan Alya kerja banting tulang, dasar laki-laki tidak berperasaan! Alya tuh harusnya kayak Mama, diam cantik dirumah, merawat diri, habisin uang kamu, dan sosialisasi. Bukan kerja berat Rash!" Protes Mama Shinta tidak terima.

"Bukan aku yang mau Alya kerja Ma, aku juga bahkan sangat setuju untuk mengurungnya di rumah" di kamar ku lebih tepatnya, Arash mengeluarkan protesnya dengan tatapan mata tidak lepas dari Alya. Membuat wanita itu merona malu, mengerti akan ucapan tersirat Arash.

Mama Shinta yang sudah berpengalaman, cukup mengerti apa yang dipikirkan anaknya dan tak segan melempar Arash dengan bantal sofa.

"Jangan banyak alasan, Mama tahu maksud kamu" Mama Shinta beralih kepada Alya yang masih berada di rangkulannya, dengan suara merayu. "Al, kamu udah ya di sini saja temani Mama. Kamu tahu kan, Mama sendirian. Arash jarang kesini. Kamu mau ya tinggal disini?"

Alya yang sedari tadi diam, menatap bimbang kepada Mama Shinta dan Arash. Dia sangat ingin menemani Mama Shinta, tapi disisi lain jarak antara kediaman Mahendra dan kantor cukup jauh. Ditambah lagi Arash telah menatapnya tajam penuh ancaman untuk menolak permintaan Mamanya. Ck, Alya hanya bisa menghela nafas berat.

"Hm.. Ma, aku akan menginap disini. Kan kebetulan besok libur. Tapi.. untuk tinggal, sepertinya Arash benar Ma. Jaraknya cukup jauh dari kantor. Tapi Alya janji, Alya akan sering datang kesini Ma. Alya janji." Ucap Alya dengan sungguh-sungguh sambil menatap Mama Shinta.

Mama Shinta yang melihat tatapan polos dari calon menantunya tentu tidak bisa menolak. Dirinya terlalu menyayangi Alya dan hanya bisa mengangguk menyetujui keputusan Alya.

Arash yang melihat hal tersebut hanya bisa tersenyum penuh kemenangan. Wanitanya memang yang terbaik.

●●●●●●

To Be Continued..

Ada yang menunggu Arash-Alya?

Comment and vote nyaa please, supaya aku semangaat  :)

25 November 2017

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 25, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

His And HerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang