His and Her - BAB 2

1.1K 120 11
                                    

"Alya.." aku terpaku saat dia mengucapkan namaku. Tatapanku fokus pada lelaki yang berada di depan ku. Melihat perubahannya. Tampan, seperti biasa. Bola mata sekelam malam yang selalu menatap tajam dunia. Tubuh tegap dan gagah yang tidak bisa disembunyikan bahkan saat ia memakai pakaian formal, aura dominan yang selalu melingkupi dirinya, bak adonis. Sejak dulu. Kini sosok itu terlihat lebih dewasa dan matang, aura intimidasi di sekelilingnya terpancar kuat.

Tatapan tajamnya menatap ke arah ku. Bolehkah aku berharap ada sedikit tatapan rindu di dalam tatapannya yang ditujukan padaku?

Perasaan itu datang, rasa sesak dan nyeri seakan meremas jantungnya kuat. Ingin rasanya berteriak pada sosok yang berjalan mendekat padanya, berjuta permintaan maaf. Sungguh ini bukan kemauannya. Di rasakannya cengkraman kokoh tangan lelaki tersebut pada lengannya.

"Arash.." ku lihat matanya menggelap mendengarku menyebut namanya. Arash menarik tubuhku menuju sebuah mobil mewah yang terparkir tepat di pelataran kantor. Aku, tepat nya kami tidak memperdulikan tatapan ingin tahu karyawan yang berada di pelataran. Pikiran ku kosong, walaupun ku yakin banyak sekali pertanyaan yang berputar tentang kejadian ini, tentang Arash.. pemilik mutlak hatiku.

Arash mendudukan ku di sebelah kursi pengemudi, setelah dia mengusir supir yang berada di kursi kemudi yang kemudian digantikan oleh Arash.

Selama di mobil tatapan Arash fokus pada jalan. Tangannya mencengkram kemudi hingga buku jarinya memutih. Rahangnya mengeras. Dan aku tak berani bersuara. Aku menghirup nafas dalam. Aku dan Arash harus bicara.

"Arash, aku-"

"Nanti Al, aku tidak ingin membahayakan nyawa kita berdua dengan membicarakan masalah ini saat aku mengemudi" Arash menyela ucapan ku dengan rahang yang mengeras. Menahan marah.

"Maaf" kulihat Arash mendengus mendengar perkataan ku. Aku menunduk memilin jemariku, tak berani menatap sosok yang berada di sebelahku. Arash memang pantas membencinya bukan?

●●●

Arash mencengkram lengan ku hingga kami sampai ke sebuah penthouse, yang kurasa miliknya.

Cengkraman Arash pada lengan ku sangat erat, cenderung menyakitkan. Tapi aku tak berani protes. Arash yang saat ini dihadapannya tidak menerima bantahan.

Arash melepaskan cengkraman pada lengan ku saat kami sudah memasuki ruang tamu penthouse-nya yang luas.

"Duduk" dengan patuh aku mengikuti perintahnya. Duduk di sofa mewah berwarna hitam.

Dia menatapku intens. "Jelaskan" ucap Arash dengan pandangan tajamnya.

"Aku.. aku minta maaf" ucapku lirih. Aku menunduk, tak berani menatap matanya.

"Alya Sarasvati Wicaksono, bukan permintaan maaf yang ingin ku dengar selama lima tahun kau menghilang" Arash melangkah mendekat dan tangannya menyentuh dagu ku. "Dan jangan pernah mengalihkan tatapan mu Al, jangan pernah sekalipun" ucap Arash dengan penuh penekanan. Jarinya kini menyentuh lembut bibirku.

Aku tertegun. Kata-kata itu, hal yang selalu ia katakan padaku. Boleh kah aku berharap? Arashnya masih tetap ada?

Aku terlalu fokus pada fikiranku. Kudengar Arash mengumpat dan bibirnya berada di bibirku. Arash? Menciumku? Ya, Tuhan..

Arash melumat bibir ku, mengulum bibir bawahku. Arash menciumku dengan kasar dan menuntut. Tangannya kini sudah pindah disekeliling pinggang ku, menarik ku mendekat seerat mungkin padanya. Tangan yang lainnya memegang tengkuk ku erat.

Arash mencium ku menyeluruh, dalam, dan memiliki. Khas Arash. Aku menyambut ciumannya. Ku lingkarkan tangan ku di lehernya. Tangan ku meremas rambutnya, ciumannya membuat kakiku lemas, mengerang tertahan diantara ciumannya.

"Alya.." Arash mengerang tertahan dan menggigit kecil telinga ku. Aku terbuai hingga tak menyadari telah terbaring di atas ranjang.

Ku tatap Arash yang berada di atas ku. Ku letakkan kedua tangan ku di wajahnya. Arash mejamkan matanya, menikmati sentuhan kecil ku. Disentuhnya kedua tanganku yang berada di wajahnya, mencium kedua telapak tanganku bergantian.

"Aku merindukan mu Al, sampai ingin mati rasanya" ucap Arash lirih, dengan kesakitan nyata yang tergambar jelas di matanya.

Arash menundukkan kepalanya. Menyandar pada lekuk leherku, mencium dan menghirup aromanya.  Ku peluk Arash seerat yang bisa kulakukan. Mengucapkan ribuan kata maaf pada lelaki yang telah memiliki seluruh hati ku. Karena Arash yang di lihat nya kini dalam pelukannya, sosok Arash yang penuh luka. Dan dia adalah orang yang menyebabkan luka itu ada di mata Arash.

"Kau milikku Alya. Dulu, sekarang, dan nanti" Arash mengucapkannya dengan aura kepemilikan yang pekat.

Dan ya, aku miliknya.

●●●●

5 tahun yang lalu..

Desahan itu terdengar memenuhi ruang kamar bernuansa feminim, sang lelaki tak henti mengucapkan kalimat pemujaan kepada seorang wanita yang berada tepat di bawahnya. Mencumbu mesra, lembut, dan posesif seakan takut sang wanita akan pergi jika ia melonggarkan pelukannya.

"Arash.." sang wanita merintih di bawah dekap posesif nan hangat prianya, tak kuasa menahan kenikmatan bertubi-tubi yang di berikan Arash padanya. Lembut dan intens

"Ya, sayang.. sebut namaku Alya.." desahan serta rintihan wanita yang dipujanya seperti alunan melodi terindah di bumi, membuatnya menggila. Digigitnya mesra telinga Alya, menggoda wanitanya. Ditenggelamkan wajahnya pada sela bahu dan leher Alya, menghirup aroma candu ternikmat baginya.

"Arash.. kumohon.. lebih cepat.." Alya mempererat pelukannya. Memeluk bahu Arash yang kekar nan tegap. Tak mau menatap mata prianya saat Arash ingin menatap wajahnya, terlalu malu dengan apa yang dimintanya barusan.

"Masih malu hmm?" Arash terkekeh kecil diantara pusaran gairah yang tercipta diantara mereka, namun tetap menjaga ritme favorit yang menyiksa bagi wanitanya. Lembut dan dalam. Yeah.. menyiksa dirinya sendiri juga.

"Arash.. please" Alya nyaris menangis mendamba, tak kuat menghadapi Arash yang begitu lembut, pelan, dan intens.

"Jawab aku Al, kamu milik siapa?" Arash menatap Alya tajam, mata wanita nya dipenuhi gairah begitu pula dengan dirinya. "Kamu milik siapa Alya?" Arash menekan pertanyaannya seraya menghujamkan  dirinya semakin dalam pada diri Alya. Membuat Alya mengerang keras, mepererat kakinya yang berada di pinggang Arash. Menginginkan lebih.

"Ka..mu.. Arash.. kamu"

"Ya, kau milikku, Alya. Ingat itu." Tak ingin membuang waktu, Arash memenuhi keinginan wanita yang dipujanya. Menaiki dan memupuk gairah yang sempat tertunda. Menyalurkan rasa yang ada dalam diri mereka. Hingga erangan penuh kepuasan terlontar dari mulut keduanya.

●●●

To be Continue..

Cerita ini alurnya maju mundur cantik yaaa :D
Ditunggu kritik, saran, comment dan vote nya. Terimakasih.

29 Maret 2016

Last edited 27 December 2016

His And HerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang